Wednesday 23 January 2019

Kreasi Usaha: Hama Kepik Penghisap Buah pada Tanaman Kakao


Kredit Motor Baru

Loading...
Loading...

Hama Kepik Penghisap Buah pada Tanaman Kakao

Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao dan termasuk negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory-Coast dan Ghana, yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/tahun. Usaha budidaya tanaman kakao memiliki prospek yang cukup baik karena kebutuhan biji kakao baik dalam dan luar negeri yang terus bertambah dan belum bisa terpenuhi serta harga jual yang cenderung tinggi pada setahun terakhir (Republika, 2014). Salah satu permasalahan yang terdapat pada usaha budidaya tanaman ini adalah serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit tanaman kakao ini dapat mengakibatkan turunnya hasil panen atau bahkan kematian pada tanaman. Mengingat skala usaha budidaya tanaman ini masih kecil dan sederhana jika serangan hama dan penyakit tidak cepat dikendalikan. Hal ini akan memperparah akibat serangan hama dan penyakit pada tanaman kakao.

Organisme pengganggu tanaman yang menyebabkan penurunan hasil produksi perkebunan kakao adalah serangga. Hama yang banyak ditemukan pada tanaman kakao, diantaranya hama penggerek buah kakao (Conopomopha cramerella) dan kepik pengisap buah (Helopeltis spp.). Hama ini merupakan hama utama pada tanaman kakao (Siswanto dan Karmawati, 2012). Salah satu spesies Helopeltis spp yang berperan dalam penurunan hasil produksi pada perkebunan kakao adalah Helopeltis theivora.

Secara alami serangga hama akan mampu memilih sumber makanan yang disenangi. Serangga akan mempunyai suatu kecenderungan tertentu dalam mengakses sumber makanannya. Perbedaan dalam hal tekstur dan struktur, jenis varietas dan komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan akan berpengaruh besar pada sifat prefensi tersebut (Yasin, 2009). Hampir 50% dari serangga adalah pemakan tumbuhan (fitofagus), selebihnya pemakan serangga lain atau sisa-sisa tumbuhan dan  binatang (Sodiq, 2009).


Helopeltis theivora termasuk ke dalam ordo Hemiptera, sub ordo Cimicomorpha, famili Miridae, genus Helopeltis (Borror, 1992). Helopeltis theivora merupakan salah satu hama utama kakao yang banyak dijumpai hampir di  seluruh provinsi di Indonesia. Jenis Helopeltis yang menyerang tanaman kakao diketahui lebih dari satu spesies, yaitu H. antonii, H. theivora dan H. Claviver (Karmawati dkk., 2010). Selain menyerang buah, serangga ini juga menyerang pucuk tanaman kakao dengan cara menghisap cairan bagian tanaman tersebut. Serangan pada buah tua tidak terlalu merugikan, sedangkan serangan pada buah muda dan pucuk dapat menyebabkan kematian pucuk dan buah muda tersebut.

Tanaman selain kakao yang sering dijadikan inang oleh kepik pengisap buah di antaranya adalah Teh (Camellia sinensis), Kina (Cinchona sp.), Kapuk (Ceiba petandra), Kayu manis (Cinnamomum burmanni), Rambutan (Nephellium lappaceum), Tephrosia spp dan Jambu Mete (Anacardium occidentale). 

Telur helopeltis diletakkan di dalam jaringan tanaman , telur berwarna putih berbentuk lonjong, diletakkan pada tangkai buah, jaringan kulit buah, tangkai daun, buah atau ranting. Tetapi pada umumnya telur Helopeltis diletakkan pada buah. Telur diletakkan  dengan alat peletak telurnya (ovipositor) ke dalam jaringan tanaman sedalam kira-kira 2-3 m. Pada setiap tempat terdapat 2-3 telur . Tempat-tempat telur diletakkan berbekas noda coklat tua ,dan selain itu juga  di tandai dengan keluarnya sepasang benang halus berwarna putih yang muncul dari setiap ujung telur. Masa inkubasi telur rata-rata 6,4 (6-7) hari. Perkembangan dari telur hingga menjadi dewasa 21-27 hari.


Helopeltis muda ( nimfa ) dan dewasa ( imago ) menyerang kakao dengan cara menusuk dan menghisap cairan sel. Akibatnya timbul bercak-bercak cekung berwarna cokelat-kehitaman ( nekrosis ). Serangan pada buah muda dapat menimbulkan kematian, atau berkembang tetapi permukaan kulitnya menjadi retak  dan bentuknya tidak normal, sehingga menghambat pembentukan biji. Serangan pada ranting dan pucuk menyebabkan layu dan mati ( die back ).

Setelah menetas, nimfa segera menghisap cairan tanaman pada bagian tanaman yang masih lunak , misalnya buah, ujung ranting muda, dan tunas-tunas muda. Pada nimfa muda tidak diketemukan ciri khusus, hanya dijumpai beberapa tonjolan yang tumbuh tegak lurus pada punggungnya. Ujung tonjolan tersebut membengkak seperti gada. selain dicirikan oleh tonjolan, gerakan nimfa lamban dan tidak memiliki sayap serta jarang meninggalkan buah tempat mereka makan. Rata-rata stadium nimfa berlangsung  11,7 (11-13) hari. Nimfa mengalami lima kali pergantian kulit. Nimfa kurang menyukai cahaya matahari langsung. Untuk itu mereka cenderung bersembunyi di bagian-bagian buah dan tunas yang terlindung dan gelap.

Serangga muda (nimfa) dan imago Helopeltis spp. dapat menimbulkan kerusakan terhadap tanaman kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya (stylet) ke dalam jaringan tanaman untuk mengisap cairan sel-sel di dalamnya. Bersamaan dengan tusukan stylet itu, Helopeltis spp. akan mengeluarkan cairan yang bersifat racun dari dalam mulutnya yang dapat mematikan jaringan disekitar tusukan.  Akibatnya, timbul bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman.

Pada Helopeltis dewasa ditandai dengan keluaranya sayap, dan sebuah tonjolan tumpul yang tumbuh tegak lurus pada pungunggnya. Seluruh tubuhnya berwarna hitam, hanya pada bagian abdomen (ekor) belakang di sebelah bawah yang terdapat warna putih. Serangga ini terbang seperti nyamuk . Serangga jantan lebih ramping sedangkan yang betina dicirikan oleh abdomen yang gemuk . Lama hidup serangga betina rata-rata 17,6  (11-28) hari, sedangkan serangga jantan rata-rata 22,1 (11-40) hari. Seekor Helopeltis betina dapat menghasilkan telur rata-rata 121,9 (67-229) butir.


Serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah mati.  Bercak pada buah yang terserang berat akan menyatu, sehingga jika buah dapat berkembang terus, permukaan kult buah menjadi retak dan terjadi perubahan bentuk (malformasi) yang dapat menghambat perkembangan biji di dalam buah. Serangan Helopeltis spp. pada pucuk/ranting menyebabkan bercak-bercak cekung di tunas ranting.  Bercak mula-mula bulat dan berwarna coklat kehitaman, kemudian memanjang seiring pertumbuhan tunas itu sendiri. Akibatnya, ranting tanaman akan layu, kering dan mati.

Pada serangan berat, daun-daun gugur dan ranting meranggas. Serangan Helopaltis spp. Dapat menurunkan produksi 36% pada tahun yang sama sejak penyerangan, sedangkan pada tahun berikutnya dapat mencapai 61-75% . serangan yang berulang setiap tahun dapat menimbulkan kerugian sangat besar, karena tanaman tidak sempat tumbuh normal.

Kepik berkembangbiak ketika banyak makanan. Saat makanan langka, mereka bersembunyi pada inang sementara yang berupa gulma di sekitar lahan. Begitu bibit ditanam, kepik akan langsung menyerbu. Tanaman yang diserang oleh kepik ini akan menunjukkan gejala daun dan tunas mengkeriting, kering, dan layu. Buah dan polong muda rusak kemudian rontok. Runas mendadak mengeriting dan layu. Pentil buah mengkriput dan tidak berkembang sempurna atau bentuknya menjadi tidak beraturan. Jika diamati terdapat lubang bekas tusukan pada pangkal. Racun yang dikeluarkan oleh kelenjar ludah kepik akan membuat bagian yang terkena mati atau rusak. Menurut Jumar (2000) makanan merupakan sumber gizi yang diperlukan oleh serangga untuk hidup dan berkembang, jika makanan tersedia dalam kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik dengan cepat. Sebaliknya, jika keadaan makanan berkurang maka populasi serangga juga akan menurun.


Menurut Susniahti dkk., (2005) Perkembangan Helopeltis banyak dipengaruhi oleh keadaan iklim dan ketersediaan makanan. Pada umumnya keadaan cuaca yang panas dengan kelembaban relatif sekitar 70%-80% cocok bagi perkembangan Helopeltis theivora sehingga populasinya bertambah banyak. Serangan hama ini banyak terjadi pada musim penghujan dan berkurang pada musim kemarau.

Populasi dan serangan hama penghisap buah kakao umumnya meningkat saat musim hujan karena pada musim hujan intensitas penyinaran matahari semakin kecil, kelembaban udara semakin tinggi, dan kecepatan angin semakin rendah. Kondisi seperti ini sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan Helopeltis spp. Fluktuasi populasi Helopeltis theivora sangat dipengaruhi oleh sumber makanan dan curah hujan, dimana terdapat korelasi positif antara keduanya (Rita dan Fee, 1992).


Helopeltis spp. merupakan hama pengisap buah kakao yang menyerang tanaman dengan cara menusuk dan menghisap cairan buah muda sehingga menyebabkan matinya buah tersebut. Serangan pada buah berumur sedang mengakibatkan terbentuknya buah abnormal. Akibat serangan hama ini daya hasil dan mutu kakao menurun. Serangan berat Helopeltis spp.dalam satu musim dapat menurunkan daya hasil rata-rata 42% selama tiga tahun berturut-turut. Selain menyerang buah Helopeltis spp. juga menyerang tunas-tunas muda atau pucuk. Serangan berat dan berulang-ulang pada pucuk dapat menekan produksi kakao sekitar 36-75%.

Pengendalian Helopeltis spp pada zaman dahulu adalah dengan cara menangkap secara manual. Biasanya dilakukan oleh anak-anak dan dibayar menurut berapa banyaknya serangga yang ditangkap. Selain itu dengan cara menyuluh, dengan memakai bambu panjang yang ujungnya dilengkapi dengan kaleng yang berisi sehelai kain yang direndam dengan minyak tanah. Alat ini diayun-ayunkan pada buah-buah dan kadang-kadang juga pada cabang dan ranting. Apabila terdapat banyak Helopeltis di tempat-tempat tersebut binatang akan mati karenanya. Namun kedua cara tersebut kurang efektif. Selain itu Anda juga dapat melakukan metode penyelubungan buah. Penyelubungan buah dengan kantong plastik dapat dilakukan pada buah yang berukuran 8-12 cm dan salah satu ujung lainnya dibiarkan terbuka (Atmadja, 2012).

Pemberian pupuk secara tepat dan teratur dapat mengendalikan Helopeltis spp. karena akan meningkatkan pertumbuhan serta ketahanan tanaman. Lakukan pemupukan sesuai dosis dan jangan melakukan pemberian pupuk yang berlebihan.Pemberian unsur hara yang tidak seimbang juga akan mempengaruhi kondisi tanaman. Pemupukan N yang berlebihan mengakibatkan jaringan tanaman menjadi lunak dan mengandung asam amino yang tinggi sehingga disenangi oleh Helopeltis spp. Tanaman yang memperoleh unsur P dalam jumlah cukup lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit karena unsur P akan mempertinggi daya regenerasi tanaman dari kerusakan. Unsur K berperan penting pada proses asimilasi dan bertindak sebagai katalisator. Fungsi lain dari unsur K yaitu untuk memperkuat jaringan tanaman (Atmadja, 2012).

Pada tanaman kakao, Melakukan pemangkasan pada tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara membuang tunas air (wiwilan) yang tumbuh di sekitar perempatan dan cabang-cabang utama, karena tunas air akan mengganggu pertumbuhan tanaman dan akan menjadi pesaing dalam pengambilan zat hara dan air. Serangga Helopeltis spp. meletakkan telurnya pada jaringan tanaman yang lunak termasuk tunas air, maka pembuangan tunas secara teratur setiap 2 minggu, akan mengurangi populasi Helopeltis spp.

Anda juga dapat melakukan penanggulangan hama kepik dengan membersihkan gulma di sekitar tanaman utama. Serta melakukan sanisati lahan sebelum penanaman. Anda disarankan pula untuk melakukan tanam secara serentak dan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang. Tanam serempak dalam satu wilayah administratif untuk menghindari terjadinya populasi tinggi.

Penggunaan predator kepik juga dapat Anda lakukan, Semut rangrang (Oecophylla smaragdina), semut- semut ini merupakan predator dari Helopeltis theivora, adanya semut ini dapat mengurangi perkembangan Helopeltis theivora yang ada pada tanaman kakao. Menurut Siswanto dan Karmawati (2012) Semut hitam (Dolichoderus thoracicus) atau semut rangrang (Oecophylla smaragdina) merupakan predator dari Helopeltis theivora. Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus) merupakan salah satu musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan Helopeltis spp.  Jenis semut hitam ini merupakan bagian dari agroekosistem perkebunan kakao di Indonesia  yang sudah dikenal sejak lebih dari 80 tahun yang lalu sebagai musuh alami Helopeltis spp., D. thoracicus selalu hidup bersama atau bersimbiosis dengan kutu putih (Planococcus spp.) karena sekresi yang dikeluarkan oleh kutu putih tersebut rasanya manis sehingga sangat disukai semut hitam, sedangkan semut hitam secara sengaja atau tidak sengaja turut membantu menyebarkan nimfa kutu putih. Aktivitas semut hitam yang selalu berada dipermukaan buah menyebabkan Helopeltis spp. tidak sempat menusukkan stiletnya atau bertelur di atas buah kakao sehingga buah pun terbebas dari serangan Helopeltis spp. Wiryadiputra (2007) mengatakan, metode pemapanan semut hitam menggunakan sarang daun kelapa yang dikombinasi dengan inokulasi kutu putih menggunakan sayatan kulit buah kakao yang mengandung kutu putih dan perlakuan kutu putih yang diletakkan dalam kantong daun kakao adalah yang paling baik dan paling cepat untuk pengembangan semut dan kutu putih. Keefektifan predator dalam mengendalikan Helopeltis spp. membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Peran predator dalam mengendalikan Helopeltis spp. telah diteliti di beberapa negara. Di Malaysia. Jenis semut yang dominan adalah Dolichoderus thoracicus (Khoo dan Ho 1992), di Australia jenis semut rangrang yang dominan adalah Oecophyla smaragdina. Di India, selain jenis semut, musuh alami yang banyak ditemukan di lapang adalah parasitoid Telenomus sp. dan Chaetricha (Sundararaju 1992). Wijngaarden (2005) menyatakan bahwa Persentase kerusakan buah akibat serangan Helopeltis spp. dengan keberadaan semut yang melimpah di pohon kakao secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan pohon-pohon tanpa semut Oecophylla longinoda. jumlah buah yang rusak adalah sekitar 50 % lebih rendah dibandingkan dengan pohon tanpa semut O. longinoda.  Menurut  Nanopriatno (1978), semut hitam jenis Dolichoderus bituberculatus mempunyai kemampuan untuk mengusir Helopeltis spp. dari tanaman kakao. Predator tersebut pernah diteliti pada tahun 1904 di perkebunan Silowuk Sawangan dan pada tahun 1938 di Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan Helopeltis spp. pada buah kakao yang sering dikunjungi semut hitam lebih rendah dari pada yang tidak dikunjungi semut.

Pengendalian biologis Helopeltis spp. juga dapat dilakukan dengan Penyemprotan agen hayati berupa jamur entomopatogen, Beauveria bassiana, juga dapat dilakukan sebagai cara menggendalikan hama ini. Helopeltis spp. yang disemprot akan terinfeksi B. bassiana dan mati setelah 2-5 hari setelah dilakukan penyemprotan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. bassiana isolate Bby-725 dengan dosis 25-50 gram spora/ha cukup efektif untuk mengendalikan Helopeltis spp. Penyemprotan pada imago Helopeltis spp. mampu menyebabkan mortalitas 100 %, tetapi penyemprotan pada nimfa menyebabkan mortalitas yang rendah (70 %). Hal ini dikarenakan nimfa mengalami ganti kulit. Spora yang mengenai tubuh nimfa Helopeltis spp. akan berkecambah dan melakukan penetrasi. Proses perkecambahan spora tersebut berlangsung cukup lama, yaitu sekitar 12 jam. Apabila proses ganti kulit nimfa berlangsung kurang dari 12 jam setelah penyemprotan, jamur yang telah berkecambah dan menembus kutikula akan terlepas bersama dengan kulit yang lama sehingga jamur tersebut tidak dapat mematikan nimfa (Wahyudi, 2008).


Jika Anda melakukan penanganan menggunakan pestisida maka sangat disarankan untuk menggunakan pestisida hayati dan nabati yang mulai semakin berkembang akan sangat efektif untuk mengendalikan Helopeltis spp.. Berdasarkan hasil pengamatan secara dini, sampai saat ini pengendalian hama Helopeltis spp. menggunakan insektisida pada areal yang terbatas merupakan cara yang umum digunakan karena dianggap paling efektif, hemat dan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya pengaruh sampingan yang tidak menguntungkan. Lakukan pengamatan setiap 7 hari terhadap seluruh populasi tanaman dalam suatu areal tertentu untuk mengetahui ada tidaknya serangan serangga pada buah. Apabila ditemukan serangan, semua buah pada pohon disemprot dengan insektisida, begitu juga terhadap beberapa pohon disekelilingnya. Dan bila pohon yang diserang lebih dari 15%, penyemprotan dapat dilakukan secara menyeluruh. Penggunaan insektisida kimia sintetis memiliki resiko tinggi untuk digunakan, baik terhadap tenaga pelaksana maupun terhadap agroekosistemnya. Oleh karena itu, penggunaannya harus bijaksana, yaitu harus tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Sebaiknya penggunaan insektisida hendaknya menjadi alternatif terakhir dan dilakukan bila ambang kendali telah dilampaui.



*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.

pasang iklan disini




loading...