Wednesday 23 January 2019

Kreasi Usaha: Manfaat Babadotan (Ageratum conyzoides L.) Sebagai Pestisida Nabati


Kredit Motor Baru

Loading...
Loading...

Manfaat Babadotan Sebagai Pestisida Nabati

Akibat penggunaan insektisida kimia sintetis yang berlebihan maka muncul masalah baru seperti keracunan pada manusia, pencemaran lingkungan, resistensi, resurjensi, dan terbunuhnya organisme bukan sasaran (Untung, 1993) dalam (Andi, 2007). Pada sisi ekonomi juga mengalami kerugian seperti di daerah Bandung 30% dari total biaya produksi adalah penggunaan insektisida (Woodfort dkk., 1981) dalam (Sastrosiswojo dkk., 2005).

Untuk mengurangi dampak penggunaan insektisida sintetik, maka diperlukan alternatif pengendalian. Salah satu teknik pengendalian yang ramah lingkungan adalah penggunaan insektisida botani yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan. Disisi lain penggunaan insektisida botani diharapkan mempu mendukung porgram pemerintah untuk pertanian berkelanjutan dengan dikeluakanya PP No. 6 tahun 1995 (Martono dkk., 2004).

Pengendalian hama dengan menggunakan berbagai bahan alam mulai dilakukan salah satunya dengan penggunaan babadotan (Ageratum conyzoides L.) sebagai insektisida botani (Tenrirawe, 2011). Tumbuhan A. conyzoides memiliki nama umum babadotan, bandotan, jukut bau atau wedusan (goatweed). Bagian daun mempunyai sifat bioaktivitas sebagai insektisida, antinematoda, antibakteri dan alelopati (Grainge dan Ahmed, 1988). Penelitian tanaman insektisida botani hendaknya dilakukan secara komprehensif dan bertahap mulai dari survai, percobaan skala laboratorium, rumah kaca dan selanjutnya skala lapangan (Grainge dan Ahmed, 1988).

Pestisida nabati merupakan produk alam terbuat dari tumbuhan yang mengandung senyawa (metabolit) sekunder yang tidak disukai oleh hama. Tumbuhan tidak disukai oleh hama karena mengandung metabolit sekunder yang bersifat menolak (repellent), mengurangi nafsu makan (antifeedant), mempengaruhi sistem syaraf, mengganggu sistem pernafasan, serta mengganggu reproduksi dan keseimbangan hormon (antihormonal).

Banyak jenis tumbuhan yang mengandung metabolit sekunder di sekitar kita, bahkan termasuk tumbuhan yang selama ini dianggap sebagai tumbuhan pengganggu (gulma). Bagian-bagian tertentu pada tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Tumbuhan yang mengandung metabolit sekunder ini dapat diekstrak secara tunggal ataupun dibuat campuran (mix). Insektisida botani mulai menunjukan keberhasilan secara praktikal di beberapa negara dilaporkan oleh Secoy dan Smith (1983), Stoll (1986) dan Janet Durno (Anon, 1989). Aplikasi insektisida botani tersebut di Indonesia telah dilaporkan antara lain oleh (Heyne, 1987). Senyawa biotoksin yang telah diteliti kebanyakan adalah senyawa metabolit sekunder spesies tanaman dari keluarga Annonaceae, Asteraceae, Canellaceae, Labiateae, Meliaceae, Piperaceae, Rutaceae (Jacobson, 1975).

Insektisida botani  yang "baik" harus mampu memenuhi beberapa kriteria seperti:
- Toksisitas terhadap jasad bukan sasaran nol atau rendah.
-Biotoksin memiliki lebih dari satu cara kerja, daya persistensi tidak terlalu singkat.
-Ekstrak dari tanaman sumber yang mudah diperbanyak, tahan terhadap kondisi suboptimal, diutamakan tanaman tahunan, tidak akan jadi gulma atau inang alternatif OPT (Suryaningsih, 2004).

Selain itu tanaman sumber insektisida nabati sedapat mungkin tidak berkompetisi dengan tanaman yang dibudidayakan. Insektisida botani tersebut apabila ditemukan dan penggunaannya praktis untuk petani, maka dampak negatif aplikasi pestisida sintetik dapat dihindari serta ditambah dengan manfaat-manfaat lainnya, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun ekologi (Suryaningsih, 2004).


Babadotan (Ageratum conyzoides L.) termasuk yang mudah didapat dan lebih ekonomis karena tumbuh secara liar di sekitar kita. Metabolit sekunder yang terkandung dalam babadotan adalah saponin, flavanoid, polifenol, kumarine, eugenol 5%, hidrogen sianida (HCN), dan minyak atsiri. Babadotan sebagai pestisida nabati dilaporkan khusus untuk serangga hama, bioaktif yang terkandung didalamnya bersifat menolak dan menghambat perkembangan serangga. Khusus babadotan, bagian tumbuhan yang diekstrak adalah daun. Kandungan kimia yang ada dalam tanaman bandotan sangat memungkinkan untuk dijadikan pestisida nabati yang ramah lingkungan (Grainge dan Ahmed dalamAstriani, 2010).

Nama bandotan atau babadotan itu merujuk pada bau tak sedap yang dikeluarkan daunnya ketika sudah layu dan membusuk, menyerupai bau kambing. Sifat bau yang seperti itu, dikutip dari Wikipedia, menyebabkannya disebut bandotan atau babadotan (Sunda), atau wedusan (Jawa). Babadotan (A. conyzoides) merupakan gulma yang banyak tumbuh di Indonesia. Babadotan (A. conyzoides) merupakan tumbuhan berasal dari Amerika tropis dan banyak hidup di daerah tropis. Persebaran babadotan dimulai dari Amerika Utara hingga ke-Amerika Tengah meskipun awalnya gulma ini berasal dari Amerika Tengah dan Karibia.Untuk di Indonesia menemukan gulma ini sangat mudah karena hampir setiap daerah ada dan gulma ini masih kurang termanfaatkan. Gulma ini mudah ditemukan di ladang, kebun, pekarangan tepi, jalan atau saluran air pada ketinggian 1-2.100 m dpl (Dalimartha, 2002). Babadotan termasuk gulma berdaun lebar batang babadotan berbentuk bulat yang ditumbuhi rambut panjang dan memiliki cabang. Apabila bagian batang menyentuh tanah maka mengeluarkan akar dan baru tumbuh (Kardinan, 1999).

Menurut Prof. Dadang, pakar pestisida nabati IPB, penelitian dan pengembangan pestisida nabati di Indonesia masih sangat terbuka seiring dengan kebutuhan masyarakat akan produk pertanian yang sehat (bebas residu pestisida sintetik). Jika tidak dapat menggantikan peran pestisida sintetik sepenuhnya, paling tidak pestisida nabati dapat berperan mengurangi penggunaan pestisida sintetik dan menjadi alternatif dalam pengendalian hama di Indonesia.

Babadotan (Ageratum conyzoides L.) memiliki ciri tanaman dengan tinggi 10-120 cm. Batang tegak ataupun terbaring. Daun babadotan berbentuk bulat telur dengan daun sebuku dengan pangkal membulat dan baggian bagian tepi ujung runcing, tepi, bergerigi. Panjang daun babadotan 5-13 cm dan lebar 0,5-6 cm. Kedua permukaan daun ditumbuhi bulu atau rambut (trichome) (Dalimartha, 2002). Daun-daun bertangkai, terletak berseling atau berhadapan, terutama yang letaknya di bagian bawah. Pertulangan menyirip, tangkai pendek dan berwarna hijau. Bunga majemuk dan berada di ketiak daun, bongkol menyatu menjadi karangan, bentuk malai rata, panjang 6-8 mm, tangkai berambut, kelopak berbulu hijau, mahkota bentuk lonceng putih atau ungu. Buah seperti padi bulat panjang bersegi lima, gundul atau berambut jarang dengan warna hitam. Pada buah kering akan membentuk struktur sayap sehingga mudah diterbangkan angin (Kardinan, 1999). Biji babadotan berbentuk ramping dan kecil memiliki panjang 1,5-2 mm berwarna hitam. Bersifat fotoblastik positif dengan viabilitas mencapai 12 bulan dengan temperatur optimum 20-25oC (Ming, 1999) dalam (Darmayanti, 2006). Akar tunggang, bunga berwarna putih kotor.

Babadotan (Ageratum conyzoides L.) tumbuh mulai dari 1 sampai 2100 m dpl dan dapat tumbuh di sawah-sawah, ladang, semak belukar, halaman kebun, tepi jalan, tanggul, dan tepi air. Tanaman babadotan mengandung saponin, flavanoid , polifenol, kumarine, eugenol 5%, HCN dan minyak atsiri. Bahan aktif pada insektisida botani tersebut mampu menyebabkan gangguan aktivitas makan dengan mengurangi nafsu makan, memblokir kemampuan makan serangga sehingga hama menolak makan (Astriani, 2010). Bahan aktif babadotan juga mampu mengganggu peletakan telur, merusak perkembangan telur, serta mampu menghambat reproduksi serangga betina. Kandungan bahan aktifnya terutama saponin mampu memberikan daya repelensi lebih besar dan mampu menghambat pertumbuhan larva menjadi pupa (Samsudin, 2008 ; Grainge and Ahmed, 1988).

Beberapa penelitian juga telah menunjukan bahwa babadotan memiliki pengaruh terhadap perkembangan dan mortalitas mahluk hidup. Pada ulat grayak (Spodoptera litura F) telah menunjukkan respon yaitu kecacatan pembentukan pupa dan imago pada konsentrasi ekstrak daun babadotan 5% (Christiyanto, 2013). Bahan aktif babadotan juga mampu mengganggu peletakan telur, merusak perkembangan telur, serta mampu menghambat reproduksi serangga betina. Kandungan bahan aktifnya terutama saponin mampu memberikan daya repelensi lebih besar dan mampu menghambat pertumbuhan larva menjadi pupa (Grainge and Ahmed, 1988). Sebuah penelitian juga menunjukkan hasil bahwa insektisida botani babadotan mampu dengan baik menekan perkembangan populasi hama Plutella xylostella dan semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi tingkat daya bunuhnya (Darmayanti, 2006).

Berikut ini merupakan bahan aktif kimia yang ditemukan didalam ekstrak babadotan.
Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang di dalam tumbuhan menjadi garam berbagai senyawa organik. Alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau pemangsa tumbuhan. Di dalam alkaloid terdapat senyawa toksik yang mampu membunuh serangga dan fungi.

Kumarin
Kumarin merupakan senyawa yang dapat mempengaruh proses metabolisme pada hewan. Kumarin menghasilkan efek toksik terhadap mikroorganisme sehingga mampu membunuh serangga (Robinson, 1999 dalam Darmayanti, 2006).

Tanin
Tanin dapat bereaksi dengan protein dan menimbulkan masalah pada aktivitas enzim sehingga semakin tinggi tanin dapat membantu mengusir hewan (Robinson, 1999 dalam Darmayanti, 2006).

Saponin
Saponin yang termasuk senyawa glikosida memiliki sifat khas apabila diaduk/kocok menghasilkan busa. Saponin dapat merusak saraf hama dan mengakibatkan nafsu makan berkurang dan akhirnya hama mati (Marfuah, 2005 dalam Darmayanti, 2006).

Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan bahan terpenoid yang mudah menguap dan menghasilkan bau sesuai tanamanya aslinya. Senyawa ini mampu menghambat tumbuhan lain dan membunuh hama dengan toksik yang tinggi (Robinson, 1999 dalam Darmayanti, 2006).

Flavonoid
Flavonoid termasuk golongan fenol terbesar yang memiliki sifat khusus berupa bau yang tajam. Flavonoid sebagai bahan antimikrob, antivirus dan pembunuh serangga dengan mengganggu/menghambat pernapasan.


Cara membuat pestisida dari tanaman Babadotan (Ageratum conyzoides L.):

Bahan dan Alat
½ kg daun babadotan.
1 liter air.
1 gram deterjen/Sabun.

Cara Pembuatan
-Daun babadotan dirajang.
-Hasil rajangan kemudian direndam dalam 1 liter air dan dibiarkan selama 24 jam.
-Hasil rendaman kemudian disaring.
- Tambahkan deterjen, aduk hingga rata.


Cara Penggunaan
cara aplikasi dapat dilakukan dengan penyemprotkan keseluruh bagian tanaman yang terserang hama pada pagi dan sore hari.



*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.

pasang iklan disini




loading...