Monday, 28 January 2019

Cantik Sehat: Sejarah Perkembangan Kosmetika Dunia


Kredit Motor Baru

Loading...
Loading...

Sejarah Perkembangan Kosmetika Dunia

Kosmetik merupakan produk yang sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Meski lebih banyak digunakan oleh wanita, namun seiring perkembangan zaman, kini banyak muncul juga kosmetik yang diperuntukan khusus bagi para pria.

Alam yang kaya akan tanaman obat, rempah-rempah, dll, oleh masyarakat dahulu digunakan sebagai kosmetik tradisional yang mereka olah secara tradisional pula. Misalnya rempah-rempah, ginseng dll, bahan-bahan tersebut telah biasa digunakan sebagai campuran mandi  putri-putri raja dahulu. Hingga sekarang kosmetik tradisional tersebut juga masih diminati oleh banyak masyarakat karena dipercaya lebih alami dan memberikan efek yang lebih sehat.

Dari cerita dan legenda Ken Dedes, Dewi Ratih dan roro Jongrang, dapat diperkirakan adanya usaha dan cara untuk meningkatkan kecantikan dengan kosmetik tradisional. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami saja tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmaja, S.M, 1997).

Sejarah menunjukkan bahwa sejak semula kosmetika diramu oleh para tabib atau dukun yang sekaligus juga menjadi pakar pengobatan di suatu negeri. Ketika kemudian terjadi kemajuan dalam segala bidang kehidupan termasuk bidang sains dan teknologi, kosmetik berubah menjadi komoditi yang diproduksi secara luas dan diatur oleh berbagai peraturan dan persyaratan tertentu untuk memenuhi standar mutu (kualitas) dan keamanan bagi konsumen. peraturan dan perundang-undangan yang berlaku untuk pembuatan kosmetika berbeda dari satu Negara dengan Negara lainnya.

Sejak berabad abad yang lalu, kosmetik telah digunakan dan dikenal masyarakat. Hasil riset serta penyelidikan antropologi, arkiologi, dan etnologi di Mesir dan India membuktikan adanya pemakaian ramuan seperti bahan pengawet mayat dan salep salep aromatik, yang dianggap sebagai bentuk awal kosmetik yang kita kenal sekarang ini. Orang Mesir Kuno juga telah menggunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain seperti tanah liat, lumpur, arang, batu bara, bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari. Penggunaan susu, akar, daun, kulit pohon, rempah, minyak bumi, minyak hewan, madu dan lainnya sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat dahulu. Hal ini diketahui melalui naskah-naskah kuno yang ditulis dalam papirus atau dipahat pada dinding piramida.

Kosmetik sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “ kosmetikos “  yang berarti ketrampilan menghias, mengatur, namun pada perkembanganya istilah kosmetik telah dipakai oleh banyak kalangan dan profesi yang brbeda, sehingga pengertian kosmetik menjadi begitu luas dan tidak jelas, istilah kosmetologi telah dipakai sejak tahun 1940 di Inggris, Perancis, Jerman. Istilah ini tidak sama bagi tiap profesi yang menggunakanya. Di Amerika, badan yang menggatur peredaran kosmetik yaitu FDA (Food and Drug Administration) mendefinisikan kosmetik sebagai “produk yang digunakan pada tubuh manusia untuk mempercantik, membersihkan, mempromosikan daya tarik, atau mengubah penampilan tanpa mempengaruhi struktur atau fungsi tubuh”. Definisi ini turut merangkum segala bahan yang digunakan untuk pembuatan suatu produk kosmetik. Satu-satunya produk yang sesuai definisi, namun dianggap tidak termasuk dalam kategori kosmetik adalah sabun.

Kosmetik sudah digunakan sejak zaman dahulu kala. Pada zaman Mesir Kuno para wanita bangsawan menggunakan lilin lebah, minyak zaitun dan air mawar sebagai krim kulit. Bahkan Patung Dada Nefertiti yang berusia 3.300 tahun menunjukan bahwa penggunaan celak telah digunakan di masa tersebut sebagai simbol kecantikan wanita.


Pria dan wanita di Mesir menggunakan minyak wangi dan salep untuk membersihkan dan melembutkan kulit mereka dan menutupi bau badan. Mur, thyme, marjoram, chamomile, lavender, lily, peppermint, rosemary, cedar, minyak zaitun, minyak wijen dan minyak almond menjadi bahan dasar parfum yang digunakan sehari-hari dan dalam ritual keagamaan.

Perempuan Mesir juga menggunakan galena mesdemet (terbuat dari tembaga dan bijih timah) dan perunggu (pasta hijau terang mineral tembaga) ke wajah mereka untuk membuat warna. Mereka menggunakan kombinasi dari almond bakar, tembaga yang teroksidasi, bijih tembaga yang berbeda warna untuk menghiasi mata.

Sejarah membuktikan bahwa Cleopatra pada 200 tahun yang lalu menggunakan susu sebagai rendaman saat mandi. Dia begitu senang karena mendapat manfaat dari laktosa susu untuk kemulusan kulitnya. Sejak saat itu susu digunakan semacam kosmetik dan obat.

Pengetahuan kosmetik menyebar keseluruh penjuru dunia melalui jalur komunikasi yang terjadi dalam kegitan perdagangan, agama, budaya, politik dan militer. Di Indonesia sendiri sejarah tentang kosmetologi telah dimulai jauh sebelum zaman penjajahan Belanda, sayangnya tidak ada catatan yang jelas mengenai hal tersebut yang dapat dijadikan sumber utuh.

Pada tahun 3000 SM, orang-orang Tiongkok mulai mengecat kuku mereka dengan gom arab, gelatin, lilin lebah dan telur. Warna yang digunakan juga mewakili kelas sosial. Dimana kelas bawah dilarang memakai warna-warna cerah pada kuku mereka, sementara wanita Grecian (American, Norwegian, Virginian) melukis wajah mereka dengan timah putih dan menggunakan mulberry sebagai pemoles pipi. Alis palsu juga digunakan yang terbuat dari bulu lembu.

Seiring perkembangan kosmetik warga Tiongkok dan Jepang menggunakan tepung beras untuk membuat wajah mereka putih. Alis mereka dicukur, gigi dicat emas dan pewarna henna hitam digunakan untuk mewarnai rambut, sementara bangsa Grecian memutihkan kulit mereka dengan kapur atau bedak dan lipstik yang terbuat dari tanah liat dengan besi merah.


Hippocrates ( 460 – 370 SM ) dan kawan-kawanya mempunyai peran yang penting dalam sejarah  awal pengembangan kosmetik dan kosmetologi modern melalui dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai sarana yang baik untuk kesehatan dan kecantikan, Beberapa ahli yang berperan aktif dalam pengembangan kosmetik, antara lain, adalah Comelius Celcus, Discorides, dan Galen, mereka adalah para ahli yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah plastek, dermitologi, kimia, dan farmasi.

Pada jaman Renaissance ( 1300 – 1600 ), Banyak universitas didirikan di Inggris, Eropa Utara, Eropa Barat, dan Eropa Timur  kemudian pada masa itu ilmu kedokteran semakin bertambah luas, hingga kemudian ilmu kosmetik dan kosmetikologi di pisahkan dari ilmu kedokteran ( Henri De Medovile, 1260 – 1325 ).

Kemudian dikenal ilmu kosmetik untuk merias atau decoration yang dipakai untuk pengobatan  kelainan patologi kulit, Hingga pada tahun 1700 – 1900, pembagian tersebut dipertegas lagi dengan Cosmetic  treatment  yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan lainya. Misalnya dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi, ophthal –mology, diet, dan sebagainya. Disinilah konsep kosmetologi mulai diletakkan, yang kemudian dikembangkan di Perancis, Jerman, Belanda, dan Italia.

Pada tahun 1970 oleh Jellinek, kosmetologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum-hukum fisika, Biologi, maupun mikrobiologi tentang pembuatan, penyimpanan, dan penggunaan (aplikasi) kosmetik, Selanjutnya di tahun 1997 Mitsui menyebut kosmetologi sebagai ilmu kosmetik yang baru, yang lebih mendalam dan menyeluruh.

Mulai abad ke 19, kosmetik mulai mendapat perhatian, dan kosmetik tidak hanya untuk kencantikan saja, melainkan juga untuk kesehatan, Perkembangan ilmu kosmetik serta industri secara besar-besaran baru dimaulai pada abad ke-20 ( Wall, Jellinek, 1970 ). Kosmetik menjadi sebuah alat usaha, Bahkan sekarang dengan kemajuan teknologi , kosmetik menjadi sebuah perpaduan antara kosmetik dan obat ( Pharmaceutical ), atau yang sering desebut kosmetik medis (cosmeticals).

Meski memiliki sejarah yang panjang penggunaan kosmetik juga pernah mendapatkan larangan. Ratu Victoria dari Inggris, di abad kesembilan belas pernah mengungkapkan bahwa penggunaan kosmetik adalah hal yang vulgar dan tidak pantas, juga hanya boleh digunakan oleh para pemain teater. Namun, perkembangan indrustri kosmetik tidak berhenti begitu saja karena adanya larangan tersebut.

Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya dimulai secara besar- besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik (cosmeceuticals) (Tranggono, 2007).

Sejak 40 tahun terakhir, industri kosmetik semakin meningkat , Industri kimia memberi  banyak bahan dasar dan bahan aktif kosmetik, Kualitas dan kuantitas bahan biologis untuk digunakan pada kulit terus meningkat, Banyak para dokter yang terjun langsung dan meningkatkan perhatian terhadap ilmu kecantikan kulit ( cosmetodermatology ), serta membangun kerja sama yang saling menguntungkan  dengan para ahli kosmetik dan ahli kecanikan, Misalnya dalam hal pengetesan bahan baku atau bahan jadi, dan penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatologi atau kesehatan.

L’Oréal merupakan salah satu perusahaan kosmetik tertua dan terbesar di dunia. Eugene Schueller mendirikan perusahaan tersebut pada tahun 1909 di Prancis. L’Oréal mulai merambah ke seluruh dunia dengan memasuki pasar Amerika Serikat pada tahun 1910-an, dan masih terus berkembang hingga sekarang. Perancis merupakan salah satu negara tempat industri kosmetik memainkan peran penting, baik secara nasional maupun internasional. Seperti halnya busana, sebagian besar produk kosmetik yang memiliki label “Made in France” atau terdapat kata “Paris” di belakangnya akan memiliki nilai dan daya tarik lebih di pasar internasional. Merek kosmetik terkenal yang diproduksi di Perancis antara lain L’Oréal, Vichy, Yves Saint Laurent, Yves Rocher, dan masih banyak lagi.

Selain L’Oréal, Maybelline juga memiliki sejarah panjang dalam industri kosmetik. Di dirikan pada 1915 oleh T.L. Williams di New York, Amerika Serikat, Maybelline memilih maskara sebagai produk perdananya. Maybelline Cake Mascara resmi diluncurkan pada tahun 1917. Maybelline menciptakan slogan “Maybe She’s Born With It. Maybe It’s Maybelline” pada tahun 1991 dan masih menjadi andalannya hingga saat ini. Perusahaan ini diambil alih oleh L’Oreal Group pada tahun 1996.

Maraknya pemakaian kosmetika menyebabkan timbulnya berbagai efek samping terhadap kosmetika. Kosmetika tidak hanya dibuat oleh pabrik-pabrik kosmetika yang resmi dan mempunyai legalitas. Berbagai kalangan lain ternyata ikut membuat produk kosmetika, di rumah, salon kecantikan, maupun di klinik kecantikan atau kesehatan. Teknologi pembuatan kosmetika sendiri tidak jauh berbeda dengan teknologi pembuatan obat topical lain, memerlukan pengetahuan dan keahlian teknik kimia, farmasi, biokimia, mikrobiologi dan dermatologi. Tidak setiap orang mampu membuat produk kosmetika yang baik ( memenuhi standart mutu atau kualitas ) dan aman. Penggunaan kosmetik memang dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kecantikan seseorang. Namun, tetaplah bijak dalam penggunaannya.

Berbagai masalah kosmetika di Indonesia ditangani oleh Direktorat Kosmetika Ditjen POM Departemen Kesehatan RI. Oleh karena itu Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI telah menyusun berbagai peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan masalah pembuatan kosmetika. Salah satunya adalah Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 85/Menkes/SK/III/1981 tentang penggunaan Kode Kosmetika Indonesia sebagai Buku Persyaratan Mutu Bahan Kosmetika. Dengan demikian dapat dilihat bahwa seseorang yang ingin membuat kosmetika harus mempunyai izin produksi dari Departemen Perindustrian RI. Tanggung jawab dan kewajiban sebagai insan Negara hukum adalah mematuhi hukum yang berlaku di Negara tersebut.

Menurut PERMENKES N0.220 THN 1976 : KOSMETIKA adalah:
Bahan/campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau di semprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa tetapi tidak termasuk obat.

Definisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri kosmetika di Indonesia, telah terjadi peningkatan produksi kosmetika yang beredar di masyarakat. Pada umumnya dalam pembuatan kosmetika secara teknologi sering digunakan bahan-bahan kimia yang kadarnya perlu diperhatikan pada penentuan komposisi produk, khususnya bahan- bahan aktif (active ingredients). Dimana bahan aktif (active ingredients) merupakan bahan kosmetika terpenting dan mempunyai daya kerja diunggulkan dalam kosmetika tersebut. Konsentrasi bahan aktif kosmetika pada umumnya kecil, namun dapat pula tinggi apabila bahan aktif kosmetika tersebut sekaligus berperan sebagai bahan dasarnya, misalnya bahan aktif dalam preparat pembersih muka ( cleansing cream ). Contoh bahan aktif: PABA, sulful, PPDA, hydrogen peroksida, dan aluminium klorida.(Wasitaatmadja , 1997).

Terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk pabrik kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Data terakhir menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara resmi di Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika yang tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika.

Jellinek (1959) dalam Formulation and Function of Cosmetics membuat penggolongan kosmetika menjadi :
Preparat pembersih, Preparat deodoran dan antiperspirasi, Preparat protektif, Emolien, Preparat dengan efek dalam, Preparat dekoratif / superfisial, Preparat dekoratif / dalam, Preparat buat kesenangan.

Adapun Wells FV dan Lubowe-II (Cosmetic and The Skin, 1964), mengelompokkan kosmetika menjadi :
Preparat untuk kulit muka, Preparat untuk higienis mulut, Preparat untuk tangan dan kaki, Kosmetika badan, Preparat untuk rambut, Kosmetika untuk pria dan toilet, Kosmetika lain.

Brauer EW dan Principles of Cosmetics for The Dermatologist membuat klasifikasi sebagai berikut :
-Toiletries:  sabun,  sampo,  pengkilap  rambut,  kondisioner  rambut,  penata, pewarna, pengeriting, pelurus rambut, deodoran, antiperspirasi dan tabir surya.
-Skin care: pencukur, pembersih, astringen, toner, pelembab, masker, krem malam, dan bahan untuk mandi.
-Make up: foundation, eye make up, lipstick, rouges, blusher, enamel kuku.
-Fragrance: perfumes, colognes, toilet waters, body silk, bath powders, after shave agent.

Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari berbagai karangan ilmiah tentang kosmetika, membagi kosmetika dalam :
Preparat untuk bayi, preparat untuk mandi, preparat untuk mata, preparat wangi-wangian, preparat untuk rambut, preparat untuk rias (make up), preparat untuk pewarna rambut, preparat untuk kebersihan mulut, preparat untuk kebersihan badan, preparat untuk kuku, preparat untuk cukur, preparat untuk perawatan kulit, preparat untuk proteksi sinar matahari.

Sub bagian Kosmetika Medik Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, membagi kosmetika atas:
Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas:
Kosmetika pembersih (cleansing), Kosmetika pelembab (moisturizing), Kosmetika pelindung (protecting), Kosmetika penipis (thinning).

Kosmetika rias / dekoratif, yang terdiri atas:
Kosmetika rias kulit terutama wajah, Kosmetika rias rambut, Kosmetika rias kuku, Kosmetika rias bibir, Kosmetika rias mata.

Kosmetika pewangi / parfum. Termasuk dalam golongan ini:
Deodoran dan antiperspiran, after shave lotion, parfum dan eau de toilette.

Dengan penggolongan yang sangat sederhana ini, setiap jenis kosmetika akan dapat dikenal kegunaannya dan akan menjadi bahan acuan bagi konsumen di dalam bidang kosmetologi. Penggolongan ini juga dapat menampung setiap jenis sediaan kosmetika (bedak, cairan, krim, pasta, semprotan, dan lainnya) dan setiap tempat pemakaian kosmetika (kulit, mata, kuku, rambut, seluruh badan, alat kelamin, dan lainnya) (Wasitaatmadja, 1997).


Sediaan kosmetik sendiri bukanlah racun. Akan tetapi, karena dibuat dari bahan-bahan kimia, terutama bagi kulit orang-orang tertentu, dapat menyebabkan timbul reaksi yang tidak dikehendaki seperti reaksi alergi, iritasi, dan fotosensitisasi, selain yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaannya.(Sartono, 1999). Maka dari itu, penggunaan serta komposisi zat yang terkandung didalam sediaan suatu kosmetik perlu diperhatikan dan diwaspadai bagi kesehatan. Karena apabila digunakan dan dikonsumsi secara berlebihan dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan.



*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.

pasang iklan disini




loading...