Kosmetik merupakan produk yang
sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Meski lebih banyak
digunakan oleh wanita, namun seiring perkembangan zaman, kini banyak muncul
juga kosmetik yang diperuntukan khusus bagi para pria.
Alam yang kaya akan tanaman
obat, rempah-rempah, dll, oleh masyarakat dahulu digunakan sebagai kosmetik
tradisional yang mereka olah secara tradisional pula. Misalnya rempah-rempah,
ginseng dll, bahan-bahan tersebut telah biasa digunakan sebagai campuran
mandi putri-putri raja dahulu. Hingga
sekarang kosmetik tradisional tersebut juga masih diminati oleh banyak
masyarakat karena dipercaya lebih alami dan memberikan efek yang lebih sehat.
Dari cerita dan legenda Ken
Dedes, Dewi Ratih dan roro Jongrang, dapat diperkirakan adanya usaha dan cara
untuk meningkatkan kecantikan dengan kosmetik tradisional. Sekarang kosmetika
dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami saja tetapi juga bahan buatan untuk
maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmaja, S.M, 1997).
Sejarah menunjukkan bahwa sejak
semula kosmetika diramu oleh para tabib atau dukun yang sekaligus juga menjadi
pakar pengobatan di suatu negeri. Ketika kemudian terjadi kemajuan dalam segala
bidang kehidupan termasuk bidang sains dan teknologi, kosmetik berubah menjadi
komoditi yang diproduksi secara luas dan diatur oleh berbagai peraturan dan
persyaratan tertentu untuk memenuhi standar mutu (kualitas) dan keamanan bagi
konsumen. peraturan dan perundang-undangan yang berlaku untuk pembuatan
kosmetika berbeda dari satu Negara dengan Negara lainnya.
Sejak berabad abad yang lalu,
kosmetik telah digunakan dan dikenal masyarakat. Hasil riset serta penyelidikan
antropologi, arkiologi, dan etnologi di Mesir dan India membuktikan adanya
pemakaian ramuan seperti bahan pengawet mayat dan salep salep aromatik, yang
dianggap sebagai bentuk awal kosmetik yang kita kenal sekarang ini. Orang Mesir
Kuno juga telah menggunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain seperti tanah liat, lumpur,
arang, batu bara, bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari. Penggunaan
susu, akar, daun, kulit pohon, rempah, minyak bumi, minyak hewan, madu dan
lainnya sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat dahulu. Hal ini
diketahui melalui naskah-naskah kuno yang ditulis dalam papirus atau dipahat
pada dinding piramida.
Kosmetik sendiri sebenarnya
berasal dari bahasa Yunani “ kosmetikos “
yang berarti ketrampilan menghias, mengatur, namun pada perkembanganya
istilah kosmetik telah dipakai oleh banyak kalangan dan profesi yang brbeda,
sehingga pengertian kosmetik menjadi begitu luas dan tidak jelas, istilah
kosmetologi telah dipakai sejak tahun 1940 di Inggris, Perancis, Jerman.
Istilah ini tidak sama bagi tiap profesi yang menggunakanya. Di Amerika, badan
yang menggatur peredaran kosmetik yaitu FDA (Food and Drug Administration)
mendefinisikan kosmetik sebagai “produk yang digunakan pada tubuh manusia untuk
mempercantik, membersihkan, mempromosikan daya tarik, atau mengubah penampilan
tanpa mempengaruhi struktur atau fungsi tubuh”. Definisi ini turut merangkum
segala bahan yang digunakan untuk pembuatan suatu produk kosmetik. Satu-satunya
produk yang sesuai definisi, namun dianggap tidak termasuk dalam kategori
kosmetik adalah sabun.
Kosmetik sudah digunakan sejak
zaman dahulu kala. Pada zaman Mesir Kuno para wanita bangsawan menggunakan
lilin lebah, minyak zaitun dan air mawar sebagai krim kulit. Bahkan Patung Dada
Nefertiti yang berusia 3.300 tahun menunjukan bahwa penggunaan celak telah
digunakan di masa tersebut sebagai simbol kecantikan wanita.
Pria dan wanita di Mesir
menggunakan minyak wangi dan salep untuk membersihkan dan melembutkan kulit
mereka dan menutupi bau badan. Mur, thyme, marjoram, chamomile, lavender, lily,
peppermint, rosemary, cedar, minyak zaitun, minyak wijen dan minyak almond
menjadi bahan dasar parfum yang digunakan sehari-hari dan dalam ritual
keagamaan.
Perempuan Mesir juga menggunakan
galena mesdemet (terbuat dari tembaga dan bijih timah) dan perunggu (pasta
hijau terang mineral tembaga) ke wajah mereka untuk membuat warna. Mereka
menggunakan kombinasi dari almond bakar, tembaga yang teroksidasi, bijih
tembaga yang berbeda warna untuk menghiasi mata.
Sejarah membuktikan bahwa
Cleopatra pada 200 tahun yang lalu menggunakan susu sebagai rendaman saat
mandi. Dia begitu senang karena mendapat manfaat dari laktosa susu untuk
kemulusan kulitnya. Sejak saat itu susu digunakan semacam kosmetik dan obat.
Pengetahuan kosmetik menyebar
keseluruh penjuru dunia melalui jalur komunikasi yang terjadi dalam kegitan
perdagangan, agama, budaya, politik dan militer. Di Indonesia sendiri sejarah
tentang kosmetologi telah dimulai jauh sebelum zaman penjajahan Belanda,
sayangnya tidak ada catatan yang jelas mengenai hal tersebut yang dapat
dijadikan sumber utuh.
Pada tahun 3000 SM, orang-orang
Tiongkok mulai mengecat kuku mereka dengan gom arab, gelatin, lilin lebah dan
telur. Warna yang digunakan juga mewakili kelas sosial. Dimana kelas bawah
dilarang memakai warna-warna cerah pada kuku mereka, sementara wanita Grecian
(American, Norwegian, Virginian) melukis wajah mereka dengan timah putih dan
menggunakan mulberry sebagai pemoles pipi. Alis palsu juga digunakan yang
terbuat dari bulu lembu.
Seiring perkembangan kosmetik warga
Tiongkok dan Jepang menggunakan tepung beras untuk membuat wajah mereka putih.
Alis mereka dicukur, gigi dicat emas dan pewarna henna hitam digunakan untuk
mewarnai rambut, sementara bangsa Grecian memutihkan kulit mereka dengan kapur
atau bedak dan lipstik yang terbuat dari tanah liat dengan besi merah.
Hippocrates ( 460 – 370 SM )
dan kawan-kawanya mempunyai peran yang penting dalam sejarah awal pengembangan kosmetik dan kosmetologi
modern melalui dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai sarana yang
baik untuk kesehatan dan kecantikan, Beberapa ahli yang berperan aktif dalam
pengembangan kosmetik, antara lain, adalah Comelius Celcus, Discorides, dan
Galen, mereka adalah para ahli yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah
plastek, dermitologi, kimia, dan farmasi.
Pada jaman Renaissance ( 1300 –
1600 ), Banyak universitas didirikan di Inggris, Eropa Utara, Eropa Barat, dan
Eropa Timur kemudian pada masa itu ilmu kedokteran
semakin bertambah luas, hingga kemudian ilmu kosmetik dan kosmetikologi di
pisahkan dari ilmu kedokteran ( Henri De Medovile, 1260 – 1325 ).
Kemudian dikenal ilmu kosmetik
untuk merias atau decoration yang dipakai untuk pengobatan kelainan patologi kulit, Hingga pada tahun
1700 – 1900, pembagian tersebut dipertegas lagi dengan Cosmetic treatment
yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan lainya. Misalnya
dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi, ophthal –mology, diet, dan sebagainya.
Disinilah konsep kosmetologi mulai diletakkan, yang kemudian dikembangkan di
Perancis, Jerman, Belanda, dan Italia.
Pada tahun 1970 oleh Jellinek,
kosmetologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum-hukum
fisika, Biologi, maupun mikrobiologi tentang pembuatan, penyimpanan, dan
penggunaan (aplikasi) kosmetik, Selanjutnya di tahun 1997 Mitsui menyebut
kosmetologi sebagai ilmu kosmetik yang baru, yang lebih mendalam dan
menyeluruh.
Mulai abad ke 19, kosmetik
mulai mendapat perhatian, dan kosmetik tidak hanya untuk kencantikan saja,
melainkan juga untuk kesehatan, Perkembangan ilmu kosmetik serta industri
secara besar-besaran baru dimaulai pada abad ke-20 ( Wall, Jellinek, 1970 ).
Kosmetik menjadi sebuah alat usaha, Bahkan sekarang dengan kemajuan teknologi ,
kosmetik menjadi sebuah perpaduan antara kosmetik dan obat ( Pharmaceutical ),
atau yang sering desebut kosmetik medis (cosmeticals).
Meski memiliki sejarah yang
panjang penggunaan kosmetik juga pernah mendapatkan larangan. Ratu Victoria
dari Inggris, di abad kesembilan belas pernah mengungkapkan bahwa penggunaan
kosmetik adalah hal yang vulgar dan tidak pantas, juga hanya boleh digunakan
oleh para pemain teater. Namun, perkembangan indrustri kosmetik tidak berhenti begitu
saja karena adanya larangan tersebut.
Perkembangan ilmu kosmetik
serta industrinya dimulai secara besar- besaran pada abad ke-20. Kosmetik
menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik
begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau
yang disebut kosmetik medik (cosmeceuticals) (Tranggono, 2007).
Sejak 40 tahun terakhir,
industri kosmetik semakin meningkat , Industri kimia memberi banyak bahan dasar dan bahan aktif kosmetik,
Kualitas dan kuantitas bahan biologis untuk digunakan pada kulit terus
meningkat, Banyak para dokter yang terjun langsung dan meningkatkan perhatian
terhadap ilmu kecantikan kulit ( cosmetodermatology ), serta membangun kerja
sama yang saling menguntungkan dengan
para ahli kosmetik dan ahli kecanikan, Misalnya dalam hal pengetesan bahan baku
atau bahan jadi, dan penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatologi atau
kesehatan.
L’Oréal merupakan salah satu
perusahaan kosmetik tertua dan terbesar di dunia. Eugene Schueller mendirikan
perusahaan tersebut pada tahun 1909 di Prancis. L’Oréal mulai merambah ke
seluruh dunia dengan memasuki pasar Amerika Serikat pada tahun 1910-an, dan
masih terus berkembang hingga sekarang. Perancis merupakan salah satu negara
tempat industri kosmetik memainkan peran penting, baik secara nasional maupun
internasional. Seperti halnya busana, sebagian besar produk kosmetik yang
memiliki label “Made in France” atau terdapat kata “Paris” di belakangnya akan
memiliki nilai dan daya tarik lebih di pasar internasional. Merek kosmetik
terkenal yang diproduksi di Perancis antara lain L’Oréal, Vichy, Yves Saint
Laurent, Yves Rocher, dan masih banyak lagi.
Selain L’Oréal, Maybelline juga
memiliki sejarah panjang dalam industri kosmetik. Di dirikan pada 1915 oleh T.L.
Williams di New York, Amerika Serikat, Maybelline memilih maskara sebagai
produk perdananya. Maybelline Cake Mascara resmi diluncurkan pada tahun 1917.
Maybelline menciptakan slogan “Maybe She’s Born With It. Maybe It’s Maybelline”
pada tahun 1991 dan masih menjadi andalannya hingga saat ini. Perusahaan ini
diambil alih oleh L’Oreal Group pada tahun 1996.
Maraknya pemakaian kosmetika
menyebabkan timbulnya berbagai efek samping terhadap kosmetika. Kosmetika tidak
hanya dibuat oleh pabrik-pabrik kosmetika yang resmi dan mempunyai legalitas. Berbagai
kalangan lain ternyata ikut membuat produk kosmetika, di rumah, salon
kecantikan, maupun di klinik kecantikan atau kesehatan. Teknologi pembuatan
kosmetika sendiri tidak jauh berbeda dengan teknologi pembuatan obat topical
lain, memerlukan pengetahuan dan keahlian teknik kimia, farmasi, biokimia,
mikrobiologi dan dermatologi. Tidak setiap orang mampu membuat produk kosmetika
yang baik ( memenuhi standart mutu atau kualitas ) dan aman. Penggunaan
kosmetik memang dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kecantikan seseorang.
Namun, tetaplah bijak dalam penggunaannya.
Berbagai masalah kosmetika di
Indonesia ditangani oleh Direktorat Kosmetika Ditjen POM Departemen Kesehatan
RI. Oleh karena itu Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI telah menyusun
berbagai peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan masalah pembuatan
kosmetika. Salah satunya adalah Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
85/Menkes/SK/III/1981 tentang penggunaan Kode Kosmetika Indonesia sebagai Buku
Persyaratan Mutu Bahan Kosmetika. Dengan demikian dapat dilihat bahwa seseorang
yang ingin membuat kosmetika harus mempunyai izin produksi dari Departemen
Perindustrian RI. Tanggung jawab dan kewajiban sebagai insan Negara hukum
adalah mematuhi hukum yang berlaku di Negara tersebut.
Menurut PERMENKES N0.220 THN 1976 : KOSMETIKA adalah:
Bahan/campuran bahan untuk
digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau di semprotkan pada,
dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan
maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa
tetapi tidak termasuk obat.
Definisi tersebut jelas
menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis,
pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan dalam,
sehingga dapat mempengaruhi struktur tubuh (Wasitaatmadja, 1997).
Seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan industri kosmetika di Indonesia, telah terjadi peningkatan produksi
kosmetika yang beredar di masyarakat. Pada umumnya dalam pembuatan kosmetika
secara teknologi sering digunakan bahan-bahan kimia yang kadarnya perlu
diperhatikan pada penentuan komposisi produk, khususnya bahan- bahan aktif
(active ingredients). Dimana bahan aktif (active ingredients) merupakan bahan
kosmetika terpenting dan mempunyai daya kerja diunggulkan dalam kosmetika
tersebut. Konsentrasi bahan aktif kosmetika pada umumnya kecil, namun dapat
pula tinggi apabila bahan aktif kosmetika tersebut sekaligus berperan sebagai
bahan dasarnya, misalnya bahan aktif dalam preparat pembersih muka ( cleansing
cream ). Contoh bahan aktif: PABA, sulful, PPDA, hydrogen peroksida, dan
aluminium klorida.(Wasitaatmadja , 1997).
Terdapat ribuan kosmetika di
pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk pabrik kosmetika di dalam dan
luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Data terakhir
menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara resmi di
Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika yang
tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan.
Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik
untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan
kosmetika.
Jellinek (1959) dalam Formulation
and Function of Cosmetics membuat penggolongan kosmetika menjadi :
Preparat pembersih, Preparat
deodoran dan antiperspirasi, Preparat protektif, Emolien, Preparat dengan efek
dalam, Preparat dekoratif / superfisial, Preparat dekoratif / dalam, Preparat
buat kesenangan.
Adapun Wells FV dan Lubowe-II (Cosmetic and The Skin, 1964),
mengelompokkan kosmetika menjadi :
Preparat untuk kulit muka, Preparat
untuk higienis mulut, Preparat untuk tangan dan kaki, Kosmetika badan, Preparat
untuk rambut, Kosmetika untuk pria dan toilet, Kosmetika lain.
Brauer EW dan Principles of
Cosmetics for The Dermatologist membuat klasifikasi sebagai berikut :
-Toiletries: sabun,
sampo, pengkilap rambut,
kondisioner rambut, penata, pewarna, pengeriting, pelurus rambut,
deodoran, antiperspirasi dan tabir surya.
-Skin care: pencukur,
pembersih, astringen, toner, pelembab, masker, krem malam, dan bahan untuk
mandi.
-Make up: foundation, eye make
up, lipstick, rouges, blusher, enamel kuku.
-Fragrance: perfumes, colognes,
toilet waters, body silk, bath powders, after shave agent.
Direktorat Jenderal POM
Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari berbagai karangan ilmiah tentang
kosmetika, membagi kosmetika dalam :
Preparat untuk bayi, preparat
untuk mandi, preparat untuk mata, preparat wangi-wangian, preparat untuk rambut,
preparat untuk rias (make up), preparat untuk pewarna rambut, preparat untuk
kebersihan mulut, preparat untuk kebersihan badan, preparat untuk kuku, preparat
untuk cukur, preparat untuk perawatan kulit, preparat untuk proteksi sinar
matahari.
Sub bagian Kosmetika Medik
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, membagi kosmetika atas:
Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas:
Kosmetika pembersih (cleansing), Kosmetika pelembab (moisturizing), Kosmetika pelindung (protecting), Kosmetika penipis (thinning).
Kosmetika rias / dekoratif, yang terdiri atas:
Kosmetika rias kulit terutama
wajah, Kosmetika rias rambut, Kosmetika rias kuku, Kosmetika rias bibir, Kosmetika rias mata.
Kosmetika pewangi / parfum. Termasuk dalam golongan ini:
Deodoran dan antiperspiran, after
shave lotion, parfum dan eau de toilette.
Dengan penggolongan yang sangat
sederhana ini, setiap jenis kosmetika akan dapat dikenal kegunaannya dan akan
menjadi bahan acuan bagi konsumen di dalam bidang kosmetologi. Penggolongan ini
juga dapat menampung setiap jenis sediaan kosmetika (bedak, cairan, krim,
pasta, semprotan, dan lainnya) dan setiap tempat pemakaian kosmetika (kulit, mata,
kuku, rambut, seluruh badan, alat kelamin, dan lainnya) (Wasitaatmadja, 1997).
Sediaan kosmetik sendiri
bukanlah racun. Akan tetapi, karena dibuat dari bahan-bahan kimia, terutama
bagi kulit orang-orang tertentu, dapat menyebabkan timbul reaksi yang tidak
dikehendaki seperti reaksi alergi, iritasi, dan fotosensitisasi, selain yang
disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaannya.(Sartono, 1999). Maka dari itu,
penggunaan serta komposisi zat yang terkandung didalam sediaan suatu kosmetik
perlu diperhatikan dan diwaspadai bagi kesehatan. Karena apabila digunakan dan
dikonsumsi secara berlebihan dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan.
*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.