Loading...
Aktivitas seksual merupakan
kebutuhan biologis setiap manusia untuk mendapatkan keturunan. Namun, masalah
seksual dalam kehidupan rumah tangga seringkali mengalami hambatan atau
gangguan karena salah satu pihak (suami atau isteri) atau bahkan keduanya,
mengalami gangguan seksual atau disfungsi seksual. Jika tidak segera diobati,
masalah tersebut dapat saja menyebabkan terjadinya keretakan dalam rumah
tangga.
Hambatan dalam hasrat (desire)
seksual dan interferensi respons-respons fisiologis yang menghasilkan orgasme
disebut sebagai disfungsi seksual (Oltmanns dan Emery, 2013). Secara umum
disfungsi seksual diartikan sebagai gangguan pada bagian-bagian tertentu dari
siklus respon seksual (McAninch dan Lue, 2013). Disfungsi seksual adalah
kondisi yang membuat laki-laki atau perempuan tidak terpuaskan secara seksual.
Disfungsi seksual dapat terjadi kapan pun dan pada siapa saja. Meskipun
demikian, kemungkinan munculnya disfungsi seksual lebih besar pada orang lanjut
usia.
Disfungsi seksual merupakan
kesulitan yang dialami oleh seorang individu atau pasangan selama tahap
aktivitas seksual normal, termasuk kesenangan fisik, hasrat, preferensi,
rangsangan atau orgasme. Disfungsi seksual merupakan kondisi di mana fungsi
seksual dalam tubuh seseorang sudah mulai melemah. Kondisi ini dapat terjadi
ketika kita masih muda, maupun pada usia lanjut karena kondisi fisik dan mental
yang semakin berkurang. Kondisi disfungsi seksual dapat terjadi pada pria
maupun wanita. Menurut sebuah sumber, disfungsi seksual mengharuskan seseorang
merasakan tekanan ekstrem dan antar-pribadi minimal selama enam bulan (tidak
termasuk zat atau disfungsi seksual yang disebabkan oleh obat). Disfungsi
seksual dapat berdampak besar pada persepsi kualitas kehidupan seksual
seseorang.
Disfungsi seksual mengacu pada
masalah yang terjadi di dalam fase siklus respons seksual yang mengakibatkan
individu atau pasangan tidak mengalami kepuasan dari aktivitas seksual. Menurut
Kolodny, Master, Johnson, 1979, siklus respons seksual pada pria dan wanita dapat
dibagi menjadi 4 fase, yaitu; fase perangsangan / kegembiraan, fase plateau, fase
orgasmik, dan fase resolusi. Hasrat dan gairah adalah bagian dari fase
kegembiraan pada fase seksual. Sementara sebagian para ahli mengatakan bahwa
disfungsi seksual adalah hal yang umum pada wanita dan 31% pada laki-laki. Banyak
pria tidak sadar dirinya mengalami disfungsi ereksi. Saat suami berhasil
melakukan penetrasi dan berhubungan seksual dengan istrinya, mereka merasa sehat
dan tidak memiliki gangguan. Menurut data The Global Study of Secual Attitudes
and Behavior yang telah meneliti 29 negara termasuk Indonesia, menemukan jumlah
penderita disfungsi ereksi terbanyak ada di Asia Tenggara (28,1 persen),
diikuti Asia Timur (27,1 persen), dan Eropa Utara (13,3 persen). Hal ini adalah
topik yang tabu untuk didiskusikan. Karena pilihan pengobatan sudah tersedia,
sangat penting untuk memberitahukan mengenai penyakit ini kepada pasangan dan
dokter.
Disfungsi seksual merupakan suatu
gangguan yang berhubungan dengan suatu fase tertentu dari siklus respon
seksual. Kegagalan untuk mencapai orgasme tidak dianggap sebagai gangguan
kecuali jika persisten atau berulang-ulang kali terjadi dan menghasilkan
distres atau kesulitan interpersonal
yang nyata (Oltmanns dan Emery, 2013). Keadaan medis tertentu dan
penggunaan zat farmakologis juga bertanggung jawab dalam menimbulkan disfungsi
seksual (Sadock dan Sadock, 2014). Fase siklus respon seksual menurut DSM-IV (Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat) dan disfungsi seksual
yang menyertai adalah :
Fase hasrat atau dorongan
Mencerminkan motivasi pasien,
dorongan, dan kepribadian. Ditandai oleh khayalan seksual dan hasrat untuk
melakukan hubungan seks.
Disfungsi: gangguan dorongan
seksual hipoaktif, gangguan keengganan seksual, gangguan dorongan seksual hipoaktif
karena kondisi medis umum (laki-laki atau perempuan), disfungsi seksual karena
zat dengan gangguan dorongan.
Fase rangsangan
Terdiri dari perasaan subjektif
tentang kenikmatan seksual dan perubahan fisiologis yang menyertai. Semua
respon fisiologis yang ditemukan dalam fase ini dan plateau dari masters dan
johnson adalah disatukan dan terjadi pada fase ini.
Disfungsi: gangguan rangsangan
seksual wanita, gangguan erektil laki-laki, gangguan erektil laki-laki karena
kondisi medis umum, disfungsi seksual akibat zat dengan gangguan rangsangan.
Fase orgasme
Terdiri dari
puncak kenikmatan seksual
dengan pelepasan ketegangan seksual dan kontraksi ritmik otot
perineum dan organ reproduktif pelvik.
Terdapat perbedaan yang sangat
besar antara laki-laki dan perempuan dalam hal pengalaman orgasme (Sadock dan
Sadock, 2014). Orgasme perempuan kadang-kadang kurang jelas didefinisikan
dibandingkan orgasme laki-laki, atau laki-laki mungkin keliru
menginterpretasikan beberapa kejadian sebagai tanda bahwa pasangannya juga
telah mengalami orgasme, dapat pula perempuan menyesatkan partnernya untuk
berpikir bahwa mereka telah mencapai orgasme agar partnernya sendiri merasa lebih
baik tentang keahlian seksual mereka sendiri (Oltmanns dan Emery, 2013).
Disfungsi : gangguan orgasmik
perempuan dan laki-laki, ejakulasi prematur, disfungsi seksual lain karena
kondisi medis umum, disfungsi seksual akibat zat dengan gangguan orgasme.
Fase resolusi
Merupakan perasaan relaksasi
umum, sehat dan kekenduran otot. Selama fase ini laki-laki adalah refrakter terhadap
orgasme selama periodewaktu yang semakin
panjang dengan bertambahnya usia, sedangkan perempuan mampu mengalami orgasme multipel
tanpa periode refrakter.
Disfungsi : disforia pasca-sanggama,
nyeri kepala pasca-sanggama.
Terdapat berbagai jenis
disfungsi seksual yang dapat terjadi pada laki-laki ataupun perempuan.
Disfungsi seksual bisa berupa hilangnya hasrat untuk berhubungan seksual, bisa
juga berupa ketidakmampuan merasakan rangsangan seksual meski ada hasrat untuk
berhubungan seksual. Pada jenis disfungsi seksual lainnya, seseorang memiliki
hasrat berhubungan seksual dan dapat merasakan rangsangan seksual, tetapi tidak
bisa mencapai klimaks (orgasme). Penderita disfungsi seksual juga dapat
merasakan sakit atau nyeri selama berhubungan seksual. Secara umum gangguan
disfungsi seksual dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori; gangguan
hasrat seksual, gangguan gairah, gangguan orgasme dan gangguan nyeri. Disfungsi
seksual di antara pria dan wanita yang secara khusus dipelajari di bidang
andrologi dan ginekologi.
Pada pria disfungsi seksual dapat
berupa hiposeksualitas (hasrat seks yang berkurang), impotensia (kemampuan
ereksi berkurang atau tidak mampu sama sekali), ejakulasi dini, dan anorgosmia
(tidak dapat orgasme). Sedangkan pada wanita, disfungsi seksual dapat berupa
hiposeksualitas (hasrat seks berkurang), frigiditas (dingin terhadap seks atau
tidak bergairah sama sekali), fobio seksualis (takut dan muak pada hubungan
seksual), vaginismus, disparuenia (nyeri saat berhubungan), dan anorgasmia
(tidak dapat organsme).
Sejarah seksual yang menyeluruh
dan penilaian kesehatan umum dan masalah seksual lainnya sangatlah penting.
Menilai kinerja kecemasan, rasa bersalah, stres dan khawatir merupakan bagian
yang terintegrasi dari manajemen optimal disfungsi seksual. Banyak disfungsi
seksual yang didefinisikan didasarkan pada siklus respons seksual manusia.
Gejala disfungsi seksual yang
muncul pada penderita akan berbeda-beda, tergantung jenisnya. Selain itu,
laki-laki dan perempuan memiliki gejala yang berbeda. Dan, berikut ini adalah beberapa
gejala disfungsi seksual yang dapat terjadi :
Hilang atau turunnya hasrat seksual
Disfungsi seksual jenis ini
merupakan yang paling umum diderita perempuan. Disfungsi seksual ini ditandai
dengan hilangnya hasrat atau keinginan untuk berhubungan seksual.
Menurut Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat ( DSM-IV ) gangguan hasrat
seksual dibagi menjadi dua kelas yaitu :
-Gangguan hasrat seksual
hipoaktif.
Gangguan ini ditandai oleh
defisiensi atau tidak adanya fantasi seksual dan hasrat untuk aktivitas
seksual. Gangguan ini lebih sering ditemukan. Diperkirakan 20 persen populasi
total menderita gangguan hasrat seksual hipoaktif. Keluhan dapat lebih sering
ditemukan pada wanita dibandingkan laki-laki.
Pasien dengan gangguan hasrat
seringkali menggunakan inhibisi hasratnya dalam cara defentif untuk melindungi
terhadap ketakutan bawah sadar terhadap seks. Kriteria diagnostik untuk
gangguan dorongan seksual hipoaktif :
Kekurangan khayalan seksual dan
keinginan untuk aktivitas seksual yang
persisten atau rekuren. Pertimbangan kekurangan atau tudak adanya hal tersebut
dilakukan oleh klinisi dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi seksual seperti usia dan konteks kehidupan pasien.
Gangguan menyebabkan
penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi seksual tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek
fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
-Gangguan keengganan seksual.
Ditandai oleh oleh suatu
keengganan terhadap atau menghindari kontak seksual genital dengan pasangan
seksual. Kriteria diagnostik untuk gangguan keengganan seksual :
Keengganan ekstrim yang
persisten atau rekuran dan menghindari semua kontak seksual dengan pasangan
seksual.
Gangguan menyebabkan
penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi seksual tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya.
Sigmund freud memandang hasrat
seksual yang terendah sebagia suatu akibat inhibisi selama fase psikoseksual
falik dan konflik oedipal yang tidak terselesaikan. Beberapa laki-laki,
terfiksasi pada stadium falik dari perkembangan, mereka ketakutan terhadap vagina,
percaya bahwa mereka akan terkastrasi jika mereka mendekatinya, suatu konsep yang
dinamakan freud sebagai vagina dentata karena mereka yakin secara tidak
disadari bahwa vagina mempunyai gigi. Dengan demikian mereka menghindari kontak
dengan keseluruhan genital wanita. Tidak adanya hasrat seksual dapat juga
disebabkan oleh stres kronis, kecemasan dan depresi.
Abstinensi dari seks untuk
jangka waktu yang lama kadang-kadang menyebabkan penekanan impuls seksual.
Tidak adanya hasrat seksual juga merupakan ekspresi permusuhan atau tanda
pemburukan hubungan. Dalam satu penelitian terhadap pasangan muda yang menikah
yang tidak melakukan hubungan seksual selama periode dua bulan, percekcokan
perkawinan merupakan alasan yang paling sering diberikan untuk terhentinya atau
inhibisi aktivitas seksual.
Adanya gairah tergantung pada
beberapa faktor yaitu; dorongan biologis, harga diri yang kuat, pengalaman
yang baik dengan seks, tersedianya pasangan yang layak, hubungan yang baik dalam bidang non-seksual dengan pasangannya. Kerusakan pada salah satu faktor tersebut dapat menyebabkan
menurunnya hasrat.
Gangguan rangsangan seksual
Penderita disfungsi seksual
jenis ini masih memiliki hasrat berhubungan seksual. Namun, penderitanya sulit
untuk terangsang atau mempertahankan rangsangan selama berhubungan seksual.
Gangguan rangsangan seksual
dibagi oleh DSM-IV menjadi:
-Gangguan rangsangan seksual
wanita.
Ditandai oleh kegagalan parsial
atau komplit yang persisten atau rekuren untuk mencapai atau mempertahankan
respon lubrikasi-pembengkakan dari perangsangan seksual sampai selesainya
tindakan seksual. Prevalensi gangguan rangsangan seksual wanita biasanya
diperkirakan lebih rendah. Wanita yang menderita disfungsi fase perangsangan
seringkali memiliki masalah orgasme.
Kriteria diagnostik untuk
gangguan rangsangan seksual wanita :
Ketidakmampuan
rekuren atau menetap untuk mencapai atau mempertahankan
respon lubrikasi-pembengkakan yang adekuat dari rangsangan seksual sampai
selesainya aktivitas seksual.
Gangguan
menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi
seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis
langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
Banyak faktor psikologis
seperti cemas, rasa bersalah dan ketakutan adalah berhubungan dengan gangguan
rangsangan seksual wanita. Pada beberapa wanita, gangguan fase perangsangan
adalah disertai dengan dispareunia dan dengan tidak adanya hasrat seksual.
Penelitian psikologis terhadap disfungsi seksual menyatakan bahwa suatu pola
hormonal yang normal mungkin berperan terhadap responsivitas pada wanita yang
mengalami disfungsi fase perangsangan.
William masters dan Virginia
Johnson menemukan bahwa wanita terutama mengalami perangsangan seksual sebelum
onset menstruasi. Tetapi beberapa wanita melaporkan bahwa mereka merasakan perangsangan
seksual yang terbesar segera setelah menstruasi atau ovulasi. Perubahan kadar
testosteron, estrogen, prolaktin dan tiroksin telah dilibatkan dalam gangguan
rangsangan seksual wanita. Juga, medikasi dengan obat yang memiliki sifat
antihistamin atau antikolinergik menyebabkan penurunan lubrikasi vagina.
Beberapa bukti menyatakan bahwa wanita disfungsional adalah kurang menyadari
respon fisiologis dari tubuhnya, seperti vasokongesti, selama perangsangan
seksual dibandingkan wanita lain.
-Gangguan erektil laki-laki.
Gangguan ereksi ini ditandai
oleh kegagalan parsial atau komplit yang rekuren dan persisten untuk mencapai
atau mempertahankan ereksi sampai selesainya tindakan seksual. Disfungsi ereksi
atau impotensi akan mengakibatkan laki-laki sulit untuk menjaga penisnya tetap
ereksi saat berhubungan seksual.
dr. Nugroho Setiawan seorang
ahli andrologi dari RSU Fatmawati, Jakarta, mengungkap ada empat tingkatan
ereksi pada penis. Pria disebut tidak mengalami disfungsi ereksi bila berada di
tingkat keempat. “(Tingkat) Empat itu keras sekali, seperti timun muda. Pada
tingkat ini (pria) tidak mengalami disfungsi ereksi," kata Dr. Nugroho
ditemui dalam acara Sadari Penyebab dan Faktor Risiko Disfungsi Ereksi, di
kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
Kriteria diagnostik untuk
gangguan erektil laki-laki :
Ketidakmampuan
rekuren atau menetap untuk mencapai, atau untuk mempertahankan ereksi yang adekuat, sampai selesainya aktivitas seksual.
Gangguan
menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi
seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan
semata-mata bukan efek fisiologis langsung
dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
Seorang laki-laki dengan
gangguan erektil laki-laki yang dialami seumur hidup tidak mampu mendapatkan
ereksi yang cukup untuk insersi vagina. Pada gangguan erektil laki-laki didapat
laki-laki pernah berhasil mencapai penetrasi vagina pada suatu waktu dalam
kehidupan seksualnya tetapi selanjutnya tidak mampu untuk melakukan hal
tersebut. Pada gangguan erektil laki-laki situasional laki-laki mampu untuk
melakukan koitus dalam situasi tertentu tetapi tidak dalam situasi lainnya.
Alfred kinsey melaporkan bahwa
75 % dari semua laki-laki adalah impoten pada usia 80 tahun.Penyebab gangguan
erektil laki-laki mungkin organik atau psikologis atau kombinasi keduanya,
tetapi sebagian besar adalah psikologis. Riwayat penyakit yang baik adalah
memiliki kepentingan utama dalam menentukkan penyebab disfungsi. Jika seorang
laki-laki melaporkan mengalami ereksi spontan saat ia tidak merencanakan untuk
melakukan hubungan seks, mengalami ereksi di pagi hari atau memiliki ereksi
yang baik dengan masturbasi atau dengan pasangan lain dari yang biasanya,
penyebab organik impotensinya dapat diabaikan.
Freud menggambarkan satu jenis
impotensi sebagian disebabkan oleh ketidakmampuan untuk merukunkan perasaan
kasih sayang terhadap seorang wanita dengan perasaan bernafsu terhadapnya.
Laki-laki dengan perasaan yang bertentangan tersebut dapat berfungsi hanya pada
wanita yang dipandang sebagai hina. Faktor lain yang berperan dalam impotensi
adalah superego yang penghukum, ketidakmampuan untuk mempercayai, dan perasaan
ketidakberdayaan atau perasaan tidak diingini sebagai pasangan.
Laki-laki mungkin tidak mampu
untuk mengekspresikan impuls seksualnya karena ketakutan, kecemasan, kemarahan,
dan hambatan moral. Dalam hubungan yang berkelanjutan, impotensi mungkin
mencerminkan kesulitan antara pasangan, khususnya jika laki-laki tidak dapat
mengkonsumsi kebutuhannya atau kemarahannya dalam cara yang langsung dan
konstruktif. Disamping itu, episode impotensi adalah memperkuat, dan laki- laki
menjadi semakin cemas sebelum masing-masing pertemuan seksual.
Muncul rasa nyeri
Penderita akan merasakan nyeri
saat melakukan hubungan seksual. Kondisi ini dapat disebabkan berbagai hal,
seperti vaginismus, vagina kering, serta otot vagina yang kaku.
-Gangguan nyeri seksual
dispareunia.
Gangguan nyeri seksual (dispareunia)
merupakan nyeri genital yang rekuren atau persisten yang terjadi sebelum,
selama atau setelah hubungan seks baik pada laki-laki atau perempuan. Gangguan
nyeri seksual dialami jauh lebih sering terjadi pada wanita dan berhubungan
atau lebih sering bersamaan dengan vaginismus. Episode vaginismus dapat
menyebabkan dispareunia atau sebaliknya. Diagnostik dispareunia tidak dapat
ditegakkan jika ditemukan suatu dasar organik untuk nyerinya atau jika pada
wanita keadaan ini disebabkan oleh vaginismus atau tidak adnya lubrikasi.
Nyeri pelvis kronis adalah
keluhan yang kronis pada wanita dengan riwayat perkosaan atau penyiksaan
seksual pada masa anak-anak. Koitus yang nyeri mungkin disebabkan dari
ketegangan dan kecemasan terhadap tindakan seksual yang menyebabkan wanita secara
involunter mengkontraksikan otot- otot vaginanya. Rasa sakit tersebut adalah
nyata dan menyebabkan hubungan seksual tidak menyenangkan atau tidak dapat
dilakukan. Memperkirakan terjadinya sakit dapat menyebabkan wanita menghindari
koitus sama sekali. Jika pasangan melakukan hubungan seksual terlepas kesiapan wanita,
ini lebih memperberat.
Kriteria diagnostik untuk
dispareunia :
Nyeri
genital yang menetap atau rekuren yang berhubungan dengan hubungan seksual baik
pada laki-laki maupun wanita.
Gangguan
menyebabkan penderitaan yang jelas atau
kesulitan interpersonal.
Gangguan
tidak semata-mata disebabkan oleh vaginismus atau tidak adanya lubrikasi, tidak
lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek
fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu
kondisi medis umum.
-Gangguan nyeri seksual vaginismus.
Kontraksi otot pada sepertiga
bagian luar vagina yang terjadi secara involunter yang menghalangi insersi
penis dan hubungan seks. Respon dapat terajadi selama pemeriksaan ginekologi
saat konstraksi vagina involunter menghalangi masuknya spekulum kedalam vagina.
Keadaan ini paling sering mengenai wanita yang berpendidikan tinggi dan
kelompok sosioekonomi tinggi.
Wanita yang menderita
vaginismus mungkin secara tidak sadar berharap melakukan koitus tetapi secara
tidak disadari berharap untuk menghalangi penis memasuki tubuhnya. Suatu trauma
pemerkosaan dapat menyebabkan vaginismus. Wanita dengan konflik psikoseksual
dapat menganggap penis sebagai senjata. Pada beberapa wanita, nyeri atau
memperkirakan datangnya nyeri pada pengalaman koitus pertama menyebabkan
vaginismus.
Kriteria diagnostik untuk
vaginismus :
Spasme
involunter yang menetap atau rekuren pada otot-otot sepertiga bagian bawah
vagina yang menggangu hubungan seksual.
Gangguan
menyebabkan penderitaan yang jelas
atau kesulitan interpersonal.
Gangguan
tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata
bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
Gangguan orgasme
-Gangguan orgasmik wanita.
Perempuan yang menderita disfungsi
seksual jenis ini akan mengalami kesulitan mencapai orgasme meski rangsangan
dan stimulasi dilakukan terus menerus.
Gangguan orgasmik wanita
disebut orgasme wanita terinhibisi dalam DSM edisi ke tiga yang direvisi
disebut anorgasmia adalah didenifisikan sebagai inhibisi orgasme wanita rekuren
atau persisten, dan dimanifestasikan oleh keterlambatan orgasme yang rekuren
atau tidak adanya orgasme setelah fase perangsangan seksual yang normal yang
dianggap klinisi adekuat dalam fokus, intensitas, dan durasinya. Gangguan ini
adalah ketidakmampuan wanita untuk mencapai orgasme melalui masturbasi atau
koitus.
Kriteria diagnostik untuk
gangguan orgasmik wanita :
Keterlambatan
atau tidak adanya orgasme yang menetap atau rekuren setelah fase rangsangan
seksual yang normal.
Gangguan
menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi
seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat
atau suatu kondisi medis umum.
Penelitian pada fisiologi
respon seksual wanita telah menunjukkan bahwa orgasme yang disebabkan oleh
stimulasi klitoris dan stimulasi vagina adalah identik secara fisiologis. Teori
freud menjelaskan wanita harus melepaskan kepekaan klitoris menjadi kepekaan
vagina untuk mencapai maturasi seksual sekarang dianggap menyesatkan tetapi
beberapa wanita mengatakan bahwa mereka mendapatkan perasaan kepuasan khusus
dari orgasme yang didapat melalui koitus.
Gangguan orgasmik wanita seumur
hidup ditemukan jika wanita tidak pernah mengalami orgasme oleh tiap jenis
stimulasi. Gangguan orgasmik didapat jika wanita sebelumnya pernah mencapai
sekurangnya satu kali orgasmik, terlepas dari situasi atau cara stimulasi,
apakah melalui masturbasi atau selama tidur sambil mimpi.
Gangguan orgasmik wanita seumur
hidup adalah lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak menikah dibandingkan
wanita yang menikah. Gangguan orgasmik wanita didapat adalah suatu keluhan yang
sering ditemukan pada populasi klinis. Faktor psikologis yang berhubungan
dengan gangguan orgasmik wanita adalah ketakutan akan menjadi hamil, penolakan
oleh pasangan seksual, kerusakan vagina,
permusuhan terhadap laki-laki, dan perasaan bersalah terhadap impuls seksual.
Untuk beberapa wanita orgasme
disamakan dengan kehilangan kendali atau dengan perilaku agresif, destruktif,
atau kasar, ketakutan mereka terhadap impulsnya dapat diekspresikan melalui
orgasme. Wanita non-orgasmik mungkin bebas gejala atau mungkin mengalami
frustasi dalam berbagai cara termasuk keluhan pelvis sebagai nyeri abdomen,
gatal dan sekret vagina dan meningkatnya ketegangan, mudah tersinggung, dan
kelelahan.
Kasus orgasme spontan multipel
tanpa stimulasi seksual juga telah ditemukan pada wanita yang disebabkan oleh
fokus epileptogenik di lobus temporalis.
-Gangguan orgasmik laki-laki.
Pada gangguan orgasmik
laki-laki, mencapai ejakulasi selama koitus sangat sukar atau tidak sama
sekali. Seorang laki-laki menderita gangguan orgasmik seumur hidup jika ia
tidak pernah mampu mengalami ejakulasi selama koitus. Beberapa laki-laki
mengalami ejakulasi tetapi mengeluh adanya penurunan atau tidak ada rasa
kenikmatan subjektif selama melakukan orgasmik (anhedonia orgasmik).
Pada pria masalah yang paling
umum teridentifikasi yang merujuk pada gangguan seksual adalah kegagalan ereksi
dan atau kegagalan ejakulasi pada pria (Katona dkk., 2012). Disfungsi ereksi
merupakan masalah kesehatan yang mempengaruhi setengah laki-laki yang berumur
lebih dari 40 tahun, dan memilki dampak negatif yang signifikan terhadap
kualitas hidup dan kepuasan individu maupun pasangannya. Dilaporkan bahwa
prevalensi disfungsi ereksi di indonesia sebesar 11 % dan meningkat sejalan
dengan pertambahan umur (Park dkk., 2011).
Kriteria diagnostik untuk
gangguan orgasmik laki-laki :
Keterlambatan
atau tidak adanya orgasme yang menetap atau rekuren setelah fase rangsangan
seksual yang normal.
Gangguan
menyebabkan penderitaan yang jelas atau
kesulitan interpersonal.
Disfungsi
seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan
semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi
medis umum.
Gangguan orgasmik laki-laki
seumur hidup adalah menunjukkan adanya psikopatologi yang parah. Laki-laki
biasanya berasal dari latar belakang yang kaku dan puritan, ia mungkin
memandang seks sebagai dosa dan genital sebagai hal yang kotor dan mungkin ia
secara sadar atau tidak disadari memiliki harapan dan rasa bersalah terhadap
incest. Ia biasanya mengalami kesulitan dengan keakraban yang melebihi daerah
hubungan seksual.
Gangguan ejakulasi
Kondisi ini menyebabkan
laki-laki mengalami ejakulasi terlalu cepat (ejakulasi dini) atau justru
terlalu lama saat berhubungan seksual.
Ada beberapa tipe kelainan
ejakulasi, yaitu :
-Ejakulasi premature.
Ini adalah ejakulasi yang
muncul sebelum atau segera setelah penetrasi. Ejakulasi dini dan hasrat seksual
rendah pada laki-laki dikaitkan dengan berbagai macam hubungan adversif jangka
panjang dengan orang dewasa selama masa kanak-kanak (Oltmanns dan Emery, 2013).
Perilaku seksual juga dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Laki-laki ras Asia
cenderung konservatif terhadap hubungan seksual dan kurang aktif secara seksual
apabila dibandingkan dengan laki-laki ras Eropa (Park dkk., 2011).
Pada ejakulasi prematur
laki-laki secara menetap mencapai orgasme dan ejakulasi sebelum keinginannya.
Tidak dapat kerangka waktu yang pasti untuk mendefinisikan disfungsi.
Diagnostik dibuat jika
laki-laki secara teratur berejakulasi sebelum atau segera setelah memasuki
vagina. Masters dan Johnson memandang gangguan dalam hal pasangan dan memandang
laki-laki sebagai menderita ejakulasi prematur jika ia tidak dapat
mengendalikan ejakulasi untuk jangka panjang selama hubungan intra-vagina untuk
memuaskan pasangannya sekurangnya pada setengahnya episode koitus.
Hal ini lebih sering ditemukan
diantara laki-laki dengan pendidikan perguruan tinggi dibandingkan laki-laki
dengan pendidikan rendah. Kesulitan dalam mengendalikan ejakulasi mungkin
berhubungan dengan kecemasan terhadap tindakan seksual atau ketakutan yang
tidak disadari terhadap vagina.
Kriteria diagnostik ejakulasi
prematur :
Ejakulasi
yang persisten atau rekuren pada stimulasi seksual yang minimal sebelum, pada atau segera setelah penetrasi dan sebelum
pasien menginginkannya.
Gangguan
menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Ejakulasi
prematur bukan semata-mata karna efek langsung dari suatu zat.
-Ejakulasi yang terhambat.
Ini adalah ejakulasi yang
lambat untuk muncul. Retarded Ejaculation terjadi hambatan dalam mencapai
klimaks selama aktifitas sekual (McAninch dan Lue, 2013).
-Ejakulasi retrograde.
Ejakulasi ini timbul ketika
orgasme dan mengalir kembali ke kandung kemih daripada melalui urethra dan dari
penis. Ejakulasi Retrograd (Retrograde Ejaculation) menandakan adanya aliran
balik semen ke kandung kemih selama ejakulasi karena mekanisme leher kandung
kemih yang inkompeten (McAninch dan Lue, 2013).
-Anorgasmia.
Anorgasmia adalah
ketidakmampuan untuk mencapai orgasme selama melakukan aktifitas seksual,
walaupun emisi nokturnal (ejakulasi semen secara involunter selama tidur)
terjadi (McAninch dan Lue, 2013).
Gangguan pada saat hubungan
seksual adalah hal yang normal jika hanya terjadi sesekali. Namun jika gangguan
tersebut terjadi berulang kali, segera periksakan diri ke dokter. Perlu
diketahui, pada saat konsultasi terkait disfungsi seksual, dokter dapat
berbincang dengan pasangan masing-masing, bukan hanya penderita saja.
Ada banyak faktor yang dapat
menyebabkan seseorang mengalami disfungsi seksual. Hal ini mungkin diakibatkan
dari penyebab emosional ataupun fisik.
Disfungsi seksual bisa disebabkan
oleh berbagai gangguan dan penyakit, baik fisik maupun mental. Penyakit fisik
yang menyebabkan disfungsi seksual diantaranya anemia, kurang gizi, penyakit
kelamin, penyakit otak dan sumsum tulang. Diabetes merupakan salah satu faktor
yang meningkatkan risiko seseorang mengalami disfungsi seksual. Oleh karena
itu, penderita diabetes perlu rutin kontrol ke dokter untuk mencegah
komplikasi, salah satunya disfungsi seksual. Disfungsi seksual juga rentan
terjadi pada pengguna narkoba. Oleh karena itu, jauhi narkoba dan segera
datangi fasilitas rehabilitasi bila sudah ketergantungan.
Penyebab disfungsi seksual
secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu faktor fisik dan faktor psikologis.
Disfungsi seksual yang terjadi akibat faktor fisik dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit, antara lain:
-Gangguan hormon.
-Diabetes.
-Penyakit jantung.
-Tekanan darah tinggi.
-Penyakit saraf, seperti
penyakit Parkinson dan multiple sclerosis.
-Cedera pada saraf, terutama
saraf yang mengatur ereksi.
-Efek samping dari obat-obatan
tertentu, contohnya obat antidepresan.
Baik pria maupun wanita,
gangguan hormon dapat mengakibatkan disfungsi seksual. Contohnya, penurunan
kadar hormon estrogen saat menopause ataupun kondisi setelah memiliki bayi juga
akan menurunkan hasrat seksual seorang wanita. Selain itu, penurunan hormon
testosteron pada pria juga dapat mengurangi hasrat melakukan kegiatan seksual.
Level estrogen yang lebih
rendah setelah menopause dapat menyebabkan perubahan pada organ kelamin dan
respons seksual. Penurunan estrogen menyebabkan penurunan aliran darah ke daerah
pinggul yang dapat menyebabkan penurunan sensasi pada kelamin. Dinding vagina
menjadi lebih tipis dan kurang elastis terutama jika jarang berhubungan
seksual. Hal ini penyebabkan rasa sakit saat berhubungan seksual.
Tingginya kadar prolaktin akan menghambat
pelepasan GnRH dari hipotalamus, sehingga menyababkan menurunnya Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) sehingga menurunkan
kadar hormon seks salah satunya testosteron (Gallego dkk., 2012). Testosteron
sangat penting untuk hasrat seksual laki-laki, adanya kadar hormon seks yang
tidak adekuat menunjukkan respons yang terhambat terhadap selera seksual bukan
pada kinerja seksual, hal ini dibuktikan dimana menurunnya hasrat seksual pada
laki-laki lanjut usia akibat penurunan hormon testosteron (Oltmanns dan Emery,
2013).
Sejumlah kondisi medis termasuk
kanker, gagal ginjal, sklerosis, penyakit jantung dan kandung kemih juga dapat
menyebabkan disfungsi seksual. Obat seperti antidepresan, obat penekan darah,
antihistamin (obat alergi) dan obat kemoterapi dapat menurunkan hasrat seksual
dan keinginan tubuh untuk mengalami orgasme.
Bukan hanya gangguan fisik,
disfungsi seksual juga dapat terjadi akibat gangguan psikologi. Faktor
psikologi yang dapat menimbulkan disfungsi seksual utamanya adalah:
-Stres.
-Kecemasan.
-Kekhawatiran berlebihan akan
performa seksualnya.
-Masalah dalam hubungan atau
pernikahan.
-Depresi.
-Perasaan bersalah.
-Trauma masa lalu, termasuk
pelecehan seksual.
Variabel psikologis juga
berperan penting dalam menentukan stimuli mana yang dianggap merangsang oleh
seseorang. Hasrat dan keterangan seksual ditentukan, sebagian, oleh skrip
mental yang kita pelajari selama masa kanak- kanak dan masa remaja. Kecemasan
performa dan takut gagal sebagian berkontribusi pada hendaya rangsangan seksual
(Oltmanns dan Emery, 2013). Faktor lain seperti sosiobudaya seperti pendidikan,
pendapatan, adat-istiadat serta sikap masyarakat terhadap pria dan wanita
(Maramis dan Maramis, 2009).
Disfungsi seksual sangat umum terjadi
di antara individu yang memiliki gangguan kecemasan. Kecemasan biasa dapat
menyebabkan disfungsi ereksi pada pria tanpa masalah kejiwaan, tetapi gangguan
yang dapat didiagnosis secara klinis seperti gangguan panik umumnya menyebabkan
penghindaran hubungan seksual dan ejakulasi dini. Nyeri saat berhubungan intim
sering kali merupakan komorbiditas gangguan kecemasan di kalangan wanita. Kecemasan
dan depresi yang tidak diobati dapat menyebabkan dan berkontribusi terhadap
disfungsi seksual, sementara stres yang berkepanjangan dan kekerasan seksual,
kekhawatiran dalam kehamilan dan tuntutan menjadi ibu dapat memiliki efek
serupa.
Berbagai kondisi psikologis
(ansietas, hubungan yang renggang, kurangnya rangsangan seksual, depresi,
skizofrenia) dapat menyebabkan dan memperburuk disfungsi ereksi (McAninch dan
Lue, 2013). Pengalaman menyakitkan dan traumatik sebelumnya memiliki efek
penting pada berbagai aspek minat dan keterangsangan seksual.
Disfungsi seksual juga berisiko
lebih tinggi pada orang-orang yang memiliki beberapa kondisi berikut ini:
-Lanjut usia.
-Merokok.
-Obesitas.
-Kecanduan alkohol.
-Pernah menjalani radioterapi
pada daerah selangkangan.
-Menyalahgunakan narkoba.
Gaya hidup dan pola diet yang
tidak sehat, konsumsi diet tinggi lemak akan dapat menyebabkan peningkatan
risiko disfungsi seksual.
Kelompok usia lanjut mengalami
pemanjangan periode laten antara stimulasi seksual dan ereksi, ereksi kurang
poten, penurunan volume ejakulasi dan penurunan sensitivitas penis terhadap
rangsangan taktil. Selain itu kondisi psikologis dan faktor organik
berkontribusi penting terhadap disfungsi ereksi pada beberapa kelompok usia
lanjut (McAninch dan Lue, 2013).
Menurut Emily Wentzell, budaya
Amerika memiliki sentimen anti-penuaan yang telah menyebabkan disfungsi seksual
menjadi "penyakit yang membutuhkan perawatan" dan tidak melihatnya
sebagai bagian alami dari proses penuaan tersebut. Tidak semua budaya mencari
pengobatan akan hal tersebut; misalnya, populasi pria yang tinggal di Meksiko
sering menerima disfungsi ereksi sebagai bagian normal dari seksualitas mereka
yang semakin matang.
Disfungsi seksual harus dicari
penanggulannya sebab dapat menimbulkan masalah yang lebih besar jika tidak
diatasi sejak dini. Impotensia, misalnya, dapat timbul karena berbagai penyakit
tubuh atau penyakit lokal didaerah alat vital pria, seperti diabetes yang
biasanya menyebabkan pria tidak mampu memiliki gairah seksual. Faktor organik
seperti penyakit diabetes melitus, hipotiroid, anemia, manultrisi, gangguan
medula spinalis dan narkotika dapat menurunkan libido sehingga mudah terjadi
impotensi. Penggunaan obat-obatan seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga
menyebabkan gangguan ereksi serta gangguan ejakulasi walaupun poten (Maramis
dan Maramis, 2009). Untuk mengatasinya, penyakit diabetes sebaiknya harus
diobati terlebih dahulu. Sedangkan untuk mengobati frigiditas pada wanita dapat
dilakukan dengan faktor biologik (masa birahi pada saat ovulasi dan
menstruasi), faktor psikologis (menghilangkan rasa takut atau jijik), dan
faktor psikodinamik (menghilangkan rasa kotor, takut ditolak pasangannya, dan sebagainya).
Dengan menanggulangi disfungsi seksual sejak dini, diharapkan dapat tercipta
rumah tangga yang sehat dan harmonis.
Merokok dapat menyebabkan
impotensi melalui mekanisme vasokontrisi, sedangkan alkohol dalam jumlah
sedikit meningkatkan ereksi dan meningkatkan libido karena efek vasodilatasi
dan menurunkan ansietas, tetapi dalam jumlah besar mengakibatkan penurunan
libido dan disfungsi ereksi yang transien (McAninch dan Lue, 2013).
Disfungsi seksual dapat
merupakan gejala masalah biologis atau konflik intrapsikis atau interpersonal
atau kombinasi kedua faktor tersebut. Fungsi seksual dapat dirugikan oleh stres
dalam tiap bentuknya oleh gangguan emosional, oleh ketidaktahuan fungsi dan
fisiologis seksual. Disfungsi mungkin seumur hidup atau didapat yaitu
berkembang setelah periode normal. Disfungsi mungkin umum atau situasional
yaitu terbatas pada pasangan tertentu atau situasi tertentu.
American Urologic Association
(AUA) membagi gangguan hasrat seksual menjadi gangguan hasrat subjektif
(subjective arousal disorder), gangguan hasrat genital (genital arousal
disorder) dan gabungan (mix arousal disorder) (McAninch dan Lue, 2013).
Diagnosis disfungsi seksual
dimulai dengan menanyakan aktivitas seksual penderita secara menyeluruh. Selain
menanyakan gejala, dokter akan menanyakan aktivitas serta riwayat penyakit
penderita, termasuk jika ada kejadian atau trauma di masa lalu.
Penderita mungkin malu
membicarakan masalah personal kepada dokter, tetapi seksualitas adalah bagian
dari kesejahteraan. Semakin terbuka pasien kepada dokter mengenai masalah medis
dan sejarah seksual, semakin besar kemungkinan untuk menemukan cara yang
efektif untuk mengobatinya.
Dokter juga dapat menggali
lebih lanjut gangguan lain yang mendasari disfungsi seksual. Gangguan tersebut
termasuk kecemasan, depresi, gangguan tidur, dan gangguan kejiwaan lainnya yang
mempengaruhi aktivitas seksual.
Dokter kemudian akan melakukan
pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan perubahan fisik yang dapat memengaruhi
aktivitas seksual. Selama pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa organ
kelamin. Saat pemeriksaan, dokter akan mengecek perubahan fisik yang berefek
pada kenikmatan seksual, seperti penipisan dinding kelamin, kekurangan
elastisitas kulit, luka atau sakit.
Untuk mengetahui penyebab
disfungsi seksual, dokter akan melakukan beberapa tes berikut ini:
-Tes darah, untuk memeriksa
kadar hormon atau kecurigaan penyebab lain, misalnya kadar gula dalam darah.
-USG, untuk memeriksa aliran
darah di sekitar organ.
-Tes nocturnal penile
tumescence (NPT), untuk memantau ereksi saat penderita tidur di malam hari
dengan menggunakan alat khusus.
Dalam mendiagnosis disfungsi
seskual yang dicetuskan oleh zat harus terdapat bukti intoksikasi zat atau
putus zat, melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
Dalam dosis kecil, banyak zat yang meningkatkan kinerja seksual dengan cara
menghambat ansietas namun dengan berlanjutnya penggunaan terjadi gangguan
orgasme, ereksi dan ejakulasi (Sadock dan Sadock, 2014). Disfungsi seksual pada
pasien skizofrenia lebih sering disebabkan karena penggunaan anti-psikotik
terutama golongan tipikal (Seifert dkk., 2009).
Ketika disfungsi seksual muncul
setiap saat dan kedua pasangan menjadi cemas akan keadaan masing-masing, maka
periksakan keadaan tersebut bersama pasangan ke dokter. Dokter melakukan
pemeriksaan dan merencanakan pengobatan untuk mengatasi gangguan tersebut.
Untuk melakukan pemeriksaan, Anda bisa langsung membuat janji dengan dokter
pilihan di rumah sakit sesuai domisili.
Diagnosis dan penanganan
disfungsi seksual memerlukan kerjasama dari beberapa ahli, seperti dokter
spesialis urologi, dokter kandungan, dokter endokrin, dokter andrologi, dokter
saraf, psikiater, serta terapis seksual, guna mendapatkan diagnosis dan pilihan
pengobatan yang tepat.
Pengobatan disfungsi seksual
bertujuan untuk mengatasi masalah utama yang menyebabkan disfungsi seksual.
Oleh karena itu, pengobatan disfungsi seksual akan disesuaikan dengan masing-masing
penyebabnya. Terkadang, mengobati kondisi medis khusus dapat menyelesaikan
situasi ini. Dalam beberapa kasus, mengganti obat dapat bekerja mengatasi
masalah ini. Pengobatan ejakulasi dini telah meningkat dalam beberapa tahun
ini. Banyak laki-laki yang mendapatkan hasil yang positif. Pengobatan tersebut
meliputi:
Konsumsi ‘obat kuat’
Banyak orang mengonsumsi ‘obat
kuat’ untuk mengatasi disfungsi seksual. Obat tersebut memang dapat
meningkatkan performa saat berhubungan seksual, tetapi memiliki efek samping
sakit kepala hingga gangguan penglihatan.
Konsumsi ‘obat kuat’ hanya
boleh atas persetujuan dokter karena dapat menimbulkan gangguan kerja organ
jantung, terutama pada penderita yang sudah memiliki penyakit jantung
sebelumnya.
Psikoterapi
Terapi psikologi dilakukan oleh
psikolog atau psikiater untuk membantu seseorang mengatasi gangguan psikologi
yang menyebabkan disfungsi seksual. Contohnya adalah terapi untuk mengatasi
kecemasan, rasa takut, atau perasaan bersalah yang berdampak pada fungsi seksual
penderitanya.
Selain itu, dokter atau
psikolog akan memberikan pemahaman tentang seks dan tingkah laku seksual kepada
pasien. Pemahaman tentang hubungan seksual perlu dimiliki penderita agar
kegelisahan tentang kemampuan seksualnya dapat teratasi.
Terapis dapat mengajarkan
penderita bagaimana cara untuk mengatasi stress dan kecemasan. Mengikuti
konseling ini bersama pasangan dapat membantu meningkatkan komunikasi dan
keintiman. Terkadang dukungan dan edukasi mengenai perilaku seksual adalah hal
yang dibutuhkan.
Sesi terapi juga dapat
dilakukan bersama dengan pasangan untuk mengetahui tentang kebutuhan dan
kegelisahan masing-masing sehingga dapat mengatasi hambatan dalam aktivitas
seksual.
Pengobatan untuk mengatasi gangguan hormon
Bagi wanita dengan kadar estrogen
rendah, terapi pengganti hormon estrogen dapat diberikan guna membantu
elastisitas vagina dengan meningkatkan aliran darah dan pelumas pada vagina.
Terapi ini dapat diberikan dalam bentuk cincin vagina, krim, atau tablet.
Sedangkan bagi pria dengan kadar testosteron rendah, dokter dapat memberi
terapi hormon testosteron untuk meningkatkan kadar testosteron dalam tubuh.
Pengobatan untuk menangani masalah fisik
Untuk menangani disfungsi
seksual akibat suatu penyakit adalah dengan mengobati penyakit yang
mendasarinya. Misalnya, penderita diabetes akan diberikan metformin atau
insulin untuk mengontrol kadar gula dalam darah.
Perubahan gaya hidup
Untuk mengatasi disfungsi
seksual, juga perlu diterapkan pola hidup yang sehat, seperti berolahraga rutin
dan berhenti merokok atau minum alkohol. Kegiatan ini dapat membantu
meningkatkan kualitas aktivitas seksual.
Beberapa alat bantu, seperti
alat pompa (vakum) dan vibrator, dapat membantu wanita atau pria dalam
mengatasi masalah seksual. Operasi implan penis juga terkadang dipertimbangkan
untuk membantu pria mengatasi gangguan ereksi.
Disfungsi seksual dapat
menyebabkan penderitanya mengalami komplikasi, terutama pada kondisi
psikologinya. Seseorang yang menderita disfungsi seksual dapat mengalami
beberapa kondisi berikut:
-Ketidakpuasan dengan aktivitas
seksualnya.
-Permasalahan dengan pasangan
hingga perceraian.
-Semakin stres, cemas, dan
merasa rendah diri.
Untuk mencegah munculnya
disfungsi seksual, Anda dapat mengubah perilaku dan gaya hidup menjadi lebih
sehat, yaitu dengan:
-Berhenti merokok dan minum
alkohol.
-Menjaga berat badan tetap
ideal.
-Diet gizi seimbang.
-Mengelola stres dan rasa cemas
dengan baik.
-Menjalani rehabilitasi untuk mengatasi
penyalahgunaan narkoba.
-Kontrol teratur terhadap
penyakit-penyakit kronis, seperti diabetes, penyakit jantung, dan darah tinggi.
Masalah seksual tidak dapat
dicegah, namun mengobati penyebab dari disfungsi dapat membantu mengerti dan
menghadapi masalah ini ketika terjadi. Disfungsi seksual juga merupakan salah
satu bagian dari proses penuaan, sehingga terkadang sulit untuk dihindari. Selalu
lakukan komunikasi terbuka dengan pasangan. Jujur mengenai ketidakpuasan atau
masalah yang dialami. Pertimbangkan alternatif lain untuk menjaga keintiman dan
melakukan aktivitas seksual yang membawa keuntungan pada kedua belah pihak.
loading...