Tuesday, 29 October 2019

Pemahaman Tentang Disfungsi Seksual


Kredit Motor Baru

Loading...
Loading...

Pemahaman Tentang Disfungsi Seksual

Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis setiap manusia untuk mendapatkan keturunan. Namun, masalah seksual dalam kehidupan rumah tangga seringkali mengalami hambatan atau gangguan karena salah satu pihak (suami atau isteri) atau bahkan keduanya, mengalami gangguan seksual atau disfungsi seksual. Jika tidak segera diobati, masalah tersebut dapat saja menyebabkan terjadinya keretakan dalam rumah tangga.

Hambatan dalam hasrat (desire) seksual dan interferensi respons-respons fisiologis yang menghasilkan orgasme disebut sebagai disfungsi seksual (Oltmanns dan Emery, 2013). Secara umum disfungsi seksual diartikan sebagai gangguan pada bagian-bagian tertentu dari siklus respon seksual (McAninch dan Lue, 2013). Disfungsi seksual adalah kondisi yang membuat laki-laki atau perempuan tidak terpuaskan secara seksual. Disfungsi seksual dapat terjadi kapan pun dan pada siapa saja. Meskipun demikian, kemungkinan munculnya disfungsi seksual lebih besar pada orang lanjut usia.

Disfungsi seksual merupakan kesulitan yang dialami oleh seorang individu atau pasangan selama tahap aktivitas seksual normal, termasuk kesenangan fisik, hasrat, preferensi, rangsangan atau orgasme. Disfungsi seksual merupakan kondisi di mana fungsi seksual dalam tubuh seseorang sudah mulai melemah. Kondisi ini dapat terjadi ketika kita masih muda, maupun pada usia lanjut karena kondisi fisik dan mental yang semakin berkurang. Kondisi disfungsi seksual dapat terjadi pada pria maupun wanita. Menurut sebuah sumber, disfungsi seksual mengharuskan seseorang merasakan tekanan ekstrem dan antar-pribadi minimal selama enam bulan (tidak termasuk zat atau disfungsi seksual yang disebabkan oleh obat). Disfungsi seksual dapat berdampak besar pada persepsi kualitas kehidupan seksual seseorang.

Disfungsi seksual mengacu pada masalah yang terjadi di dalam fase siklus respons seksual yang mengakibatkan individu atau pasangan tidak mengalami kepuasan dari aktivitas seksual. Menurut Kolodny, Master, Johnson, 1979, siklus respons seksual pada pria dan wanita dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu; fase perangsangan / kegembiraan, fase plateau, fase orgasmik, dan fase resolusi. Hasrat dan gairah adalah bagian dari fase kegembiraan pada fase seksual. Sementara sebagian para ahli mengatakan bahwa disfungsi seksual adalah hal yang umum pada wanita dan 31% pada laki-laki. Banyak pria tidak sadar dirinya mengalami disfungsi ereksi. Saat suami berhasil melakukan penetrasi dan berhubungan seksual dengan istrinya, mereka merasa sehat dan tidak memiliki gangguan. Menurut data The Global Study of Secual Attitudes and Behavior yang telah meneliti 29 negara termasuk Indonesia, menemukan jumlah penderita disfungsi ereksi terbanyak ada di Asia Tenggara (28,1 persen), diikuti Asia Timur (27,1 persen), dan Eropa Utara (13,3 persen). Hal ini adalah topik yang tabu untuk didiskusikan. Karena pilihan pengobatan sudah tersedia, sangat penting untuk memberitahukan mengenai penyakit ini kepada pasangan dan dokter.

Disfungsi seksual merupakan suatu gangguan yang berhubungan dengan suatu fase tertentu dari siklus respon seksual. Kegagalan untuk mencapai orgasme tidak dianggap sebagai gangguan kecuali jika persisten atau berulang-ulang kali terjadi dan menghasilkan distres atau kesulitan  interpersonal yang  nyata (Oltmanns dan  Emery, 2013). Keadaan medis tertentu dan penggunaan zat farmakologis juga bertanggung jawab dalam menimbulkan disfungsi seksual (Sadock dan Sadock, 2014). Fase siklus respon seksual menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat) dan disfungsi seksual yang menyertai adalah :
Fase hasrat atau dorongan
Mencerminkan motivasi pasien, dorongan, dan kepribadian. Ditandai oleh khayalan seksual dan hasrat untuk melakukan hubungan seks.
Disfungsi: gangguan dorongan seksual hipoaktif, gangguan keengganan seksual, gangguan dorongan seksual hipoaktif karena kondisi medis umum (laki-laki atau perempuan), disfungsi seksual karena zat dengan gangguan dorongan.
Fase rangsangan
Terdiri dari perasaan subjektif tentang kenikmatan seksual dan perubahan fisiologis yang menyertai. Semua respon fisiologis yang ditemukan dalam fase ini dan plateau dari masters dan johnson adalah disatukan dan terjadi pada fase ini.
Disfungsi: gangguan rangsangan seksual wanita, gangguan erektil laki-laki, gangguan erektil laki-laki karena kondisi medis umum, disfungsi seksual akibat zat dengan gangguan rangsangan.
Fase orgasme
Terdiri  dari  puncak  kenikmatan  seksual  dengan  pelepasan  ketegangan seksual dan kontraksi ritmik otot perineum dan organ reproduktif pelvik.
Terdapat perbedaan yang sangat besar antara laki-laki dan perempuan dalam hal pengalaman orgasme (Sadock dan Sadock, 2014). Orgasme perempuan kadang-kadang kurang jelas didefinisikan dibandingkan orgasme laki-laki, atau laki-laki mungkin keliru menginterpretasikan beberapa kejadian sebagai tanda bahwa pasangannya juga telah mengalami orgasme, dapat pula perempuan menyesatkan partnernya untuk berpikir bahwa mereka telah mencapai orgasme agar partnernya sendiri merasa lebih baik tentang keahlian seksual mereka sendiri (Oltmanns dan Emery, 2013).
Disfungsi : gangguan orgasmik perempuan dan laki-laki, ejakulasi prematur, disfungsi seksual lain karena kondisi medis umum, disfungsi seksual akibat zat dengan gangguan orgasme.
Fase resolusi
Merupakan perasaan relaksasi umum, sehat dan kekenduran otot. Selama fase ini laki-laki adalah refrakter terhadap orgasme selama  periodewaktu yang semakin panjang dengan bertambahnya usia, sedangkan perempuan mampu mengalami orgasme multipel tanpa periode refrakter.
Disfungsi : disforia pasca-sanggama, nyeri kepala pasca-sanggama.

Terdapat berbagai jenis disfungsi seksual yang dapat terjadi pada laki-laki ataupun perempuan. Disfungsi seksual bisa berupa hilangnya hasrat untuk berhubungan seksual, bisa juga berupa ketidakmampuan merasakan rangsangan seksual meski ada hasrat untuk berhubungan seksual. Pada jenis disfungsi seksual lainnya, seseorang memiliki hasrat berhubungan seksual dan dapat merasakan rangsangan seksual, tetapi tidak bisa mencapai klimaks (orgasme). Penderita disfungsi seksual juga dapat merasakan sakit atau nyeri selama berhubungan seksual. Secara umum gangguan disfungsi seksual dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori; gangguan hasrat seksual, gangguan gairah, gangguan orgasme dan gangguan nyeri. Disfungsi seksual di antara pria dan wanita yang secara khusus dipelajari di bidang andrologi dan ginekologi.

Pada pria disfungsi seksual dapat berupa hiposeksualitas (hasrat seks yang berkurang), impotensia (kemampuan ereksi berkurang atau tidak mampu sama sekali), ejakulasi dini, dan anorgosmia (tidak dapat orgasme). Sedangkan pada wanita, disfungsi seksual dapat berupa hiposeksualitas (hasrat seks berkurang), frigiditas (dingin terhadap seks atau tidak bergairah sama sekali), fobio seksualis (takut dan muak pada hubungan seksual), vaginismus, disparuenia (nyeri saat berhubungan), dan anorgasmia (tidak dapat organsme).


Gejala Disfungsi Seksual

Sejarah seksual yang menyeluruh dan penilaian kesehatan umum dan masalah seksual lainnya sangatlah penting. Menilai kinerja kecemasan, rasa bersalah, stres dan khawatir merupakan bagian yang terintegrasi dari manajemen optimal disfungsi seksual. Banyak disfungsi seksual yang didefinisikan didasarkan pada siklus respons seksual manusia.

Gejala disfungsi seksual yang muncul pada penderita akan berbeda-beda, tergantung jenisnya. Selain itu, laki-laki dan perempuan memiliki gejala yang berbeda. Dan, berikut ini adalah beberapa gejala disfungsi seksual yang dapat terjadi :
Hilang atau turunnya hasrat seksual
Disfungsi seksual jenis ini merupakan yang paling umum diderita perempuan. Disfungsi seksual ini ditandai dengan hilangnya hasrat atau keinginan untuk berhubungan seksual.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat ( DSM-IV ) gangguan hasrat seksual dibagi menjadi dua kelas yaitu :
-Gangguan hasrat seksual hipoaktif.
Gangguan ini ditandai oleh defisiensi atau tidak adanya fantasi seksual dan hasrat untuk aktivitas seksual. Gangguan ini lebih sering ditemukan. Diperkirakan 20 persen populasi total menderita gangguan hasrat seksual hipoaktif. Keluhan dapat lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan laki-laki.
Pasien dengan gangguan hasrat seringkali menggunakan inhibisi hasratnya dalam cara defentif untuk melindungi terhadap ketakutan bawah sadar terhadap seks. Kriteria diagnostik untuk gangguan dorongan seksual hipoaktif :
Kekurangan khayalan seksual dan keinginan untuk aktivitas  seksual yang persisten atau rekuren. Pertimbangan kekurangan atau tudak adanya hal tersebut dilakukan oleh klinisi dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi seksual seperti usia dan konteks kehidupan pasien.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
-Gangguan keengganan seksual.
Ditandai oleh oleh suatu keengganan terhadap atau menghindari kontak seksual genital dengan pasangan seksual. Kriteria diagnostik untuk gangguan keengganan seksual :
Keengganan ekstrim yang persisten atau rekuran dan menghindari semua kontak seksual dengan pasangan seksual.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya.
Sigmund freud memandang hasrat seksual yang terendah sebagia suatu akibat inhibisi selama fase psikoseksual falik dan konflik oedipal yang tidak terselesaikan. Beberapa laki-laki, terfiksasi pada stadium falik dari perkembangan, mereka ketakutan terhadap vagina, percaya bahwa mereka akan terkastrasi jika mereka mendekatinya, suatu konsep yang dinamakan freud sebagai vagina dentata karena mereka yakin secara tidak disadari bahwa vagina mempunyai gigi. Dengan demikian mereka menghindari kontak dengan keseluruhan genital wanita. Tidak adanya hasrat seksual dapat juga disebabkan oleh stres kronis, kecemasan dan depresi.
Abstinensi dari seks untuk jangka waktu yang lama kadang-kadang menyebabkan penekanan impuls seksual. Tidak adanya hasrat seksual juga merupakan ekspresi permusuhan atau tanda pemburukan hubungan. Dalam satu penelitian terhadap pasangan muda yang menikah yang tidak melakukan hubungan seksual selama periode dua bulan, percekcokan perkawinan merupakan alasan yang paling sering diberikan untuk terhentinya atau inhibisi aktivitas seksual.
Adanya gairah tergantung pada beberapa faktor yaitu; dorongan biologis, harga diri yang kuat, pengalaman yang baik dengan seks, tersedianya pasangan yang layak, hubungan yang baik dalam bidang non-seksual dengan pasangannya. Kerusakan pada salah satu faktor tersebut dapat menyebabkan menurunnya hasrat.
Gangguan rangsangan seksual
Penderita disfungsi seksual jenis ini masih memiliki hasrat berhubungan seksual. Namun, penderitanya sulit untuk terangsang atau mempertahankan rangsangan selama berhubungan seksual.
Gangguan rangsangan seksual dibagi oleh DSM-IV menjadi:
-Gangguan rangsangan seksual wanita.
Ditandai oleh kegagalan parsial atau komplit yang persisten atau rekuren untuk mencapai atau mempertahankan respon lubrikasi-pembengkakan dari perangsangan seksual sampai selesainya tindakan seksual. Prevalensi gangguan rangsangan seksual wanita biasanya diperkirakan lebih rendah. Wanita yang menderita disfungsi fase perangsangan seringkali memiliki masalah orgasme.
Kriteria diagnostik untuk gangguan rangsangan seksual wanita :
Ketidakmampuan rekuren atau menetap untuk mencapai atau mempertahankan respon lubrikasi-pembengkakan yang adekuat dari rangsangan seksual sampai selesainya aktivitas seksual.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
Banyak faktor psikologis seperti cemas, rasa bersalah dan ketakutan adalah berhubungan dengan gangguan rangsangan seksual wanita. Pada beberapa wanita, gangguan fase perangsangan adalah disertai dengan dispareunia dan dengan tidak adanya hasrat seksual. Penelitian psikologis terhadap disfungsi seksual menyatakan bahwa suatu pola hormonal yang normal mungkin berperan terhadap responsivitas pada wanita yang mengalami disfungsi fase perangsangan.
William masters dan Virginia Johnson menemukan bahwa wanita terutama mengalami perangsangan seksual sebelum onset menstruasi. Tetapi beberapa wanita melaporkan bahwa mereka merasakan perangsangan seksual yang terbesar segera setelah menstruasi atau ovulasi. Perubahan kadar testosteron, estrogen, prolaktin dan tiroksin telah dilibatkan dalam gangguan rangsangan seksual wanita. Juga, medikasi dengan obat yang memiliki sifat antihistamin atau antikolinergik menyebabkan penurunan lubrikasi vagina. Beberapa bukti menyatakan bahwa wanita disfungsional adalah kurang menyadari respon fisiologis dari tubuhnya, seperti vasokongesti, selama perangsangan seksual dibandingkan wanita lain.
-Gangguan erektil laki-laki.
Gangguan ereksi ini ditandai oleh kegagalan parsial atau komplit yang rekuren dan persisten untuk mencapai atau mempertahankan ereksi sampai selesainya tindakan seksual. Disfungsi ereksi atau impotensi akan mengakibatkan laki-laki sulit untuk menjaga penisnya tetap ereksi saat berhubungan seksual.
dr. Nugroho Setiawan seorang ahli andrologi dari RSU Fatmawati, Jakarta, mengungkap ada empat tingkatan ereksi pada penis. Pria disebut tidak mengalami disfungsi ereksi bila berada di tingkat keempat. “(Tingkat) Empat itu keras sekali, seperti timun muda. Pada tingkat ini (pria) tidak mengalami disfungsi ereksi," kata Dr. Nugroho ditemui dalam acara Sadari Penyebab dan Faktor Risiko Disfungsi Ereksi, di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
Kriteria diagnostik untuk gangguan erektil laki-laki :
Ketidakmampuan rekuren atau menetap untuk mencapai, atau untuk mempertahankan ereksi yang adekuat, sampai selesainya aktivitas seksual.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
Seorang laki-laki dengan gangguan erektil laki-laki yang dialami seumur hidup tidak mampu mendapatkan ereksi yang cukup untuk insersi vagina. Pada gangguan erektil laki-laki didapat laki-laki pernah berhasil mencapai penetrasi vagina pada suatu waktu dalam kehidupan seksualnya tetapi selanjutnya tidak mampu untuk melakukan hal tersebut. Pada gangguan erektil laki-laki situasional laki-laki mampu untuk melakukan koitus dalam situasi tertentu tetapi tidak dalam situasi lainnya.
Alfred kinsey melaporkan bahwa 75 % dari semua laki-laki adalah impoten pada usia 80 tahun.Penyebab gangguan erektil laki-laki mungkin organik atau psikologis atau kombinasi keduanya, tetapi sebagian besar adalah psikologis. Riwayat penyakit yang baik adalah memiliki kepentingan utama dalam menentukkan penyebab disfungsi. Jika seorang laki-laki melaporkan mengalami ereksi spontan saat ia tidak merencanakan untuk melakukan hubungan seks, mengalami ereksi di pagi hari atau memiliki ereksi yang baik dengan masturbasi atau dengan pasangan lain dari yang biasanya, penyebab organik impotensinya dapat diabaikan.
Freud menggambarkan satu jenis impotensi sebagian disebabkan oleh ketidakmampuan untuk merukunkan perasaan kasih sayang terhadap seorang wanita dengan perasaan bernafsu terhadapnya. Laki-laki dengan perasaan yang bertentangan tersebut dapat berfungsi hanya pada wanita yang dipandang sebagai hina. Faktor lain yang berperan dalam impotensi adalah superego yang penghukum, ketidakmampuan untuk mempercayai, dan perasaan ketidakberdayaan atau perasaan tidak diingini sebagai pasangan.
Laki-laki mungkin tidak mampu untuk mengekspresikan impuls seksualnya karena ketakutan, kecemasan, kemarahan, dan hambatan moral. Dalam hubungan yang berkelanjutan, impotensi mungkin mencerminkan kesulitan antara pasangan, khususnya jika laki-laki tidak dapat mengkonsumsi kebutuhannya atau kemarahannya dalam cara yang langsung dan konstruktif. Disamping itu, episode impotensi adalah memperkuat, dan laki- laki menjadi semakin cemas sebelum masing-masing pertemuan seksual.
Muncul rasa nyeri
Penderita akan merasakan nyeri saat melakukan hubungan seksual. Kondisi ini dapat disebabkan berbagai hal, seperti vaginismus, vagina kering, serta otot vagina yang kaku.
-Gangguan nyeri seksual dispareunia.
Gangguan nyeri seksual (dispareunia) merupakan nyeri genital yang rekuren atau persisten yang terjadi sebelum, selama atau setelah hubungan seks baik pada laki-laki atau perempuan. Gangguan nyeri seksual dialami jauh lebih sering terjadi pada wanita dan berhubungan atau lebih sering bersamaan dengan vaginismus. Episode vaginismus dapat menyebabkan dispareunia atau sebaliknya. Diagnostik dispareunia tidak dapat ditegakkan jika ditemukan suatu dasar organik untuk nyerinya atau jika pada wanita keadaan ini disebabkan oleh vaginismus atau tidak adnya lubrikasi.
Nyeri pelvis kronis adalah keluhan yang kronis pada wanita dengan riwayat perkosaan atau penyiksaan seksual pada masa anak-anak. Koitus yang nyeri mungkin disebabkan dari ketegangan dan kecemasan terhadap tindakan seksual yang menyebabkan wanita secara involunter mengkontraksikan otot- otot vaginanya. Rasa sakit tersebut adalah nyata dan menyebabkan hubungan seksual tidak menyenangkan atau tidak dapat dilakukan. Memperkirakan terjadinya sakit dapat menyebabkan wanita menghindari koitus sama sekali. Jika pasangan melakukan hubungan seksual terlepas kesiapan wanita, ini lebih memperberat.
Kriteria diagnostik untuk dispareunia :
Nyeri genital yang menetap atau rekuren yang berhubungan dengan hubungan seksual baik pada laki-laki maupun wanita.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Gangguan tidak semata-mata disebabkan oleh vaginismus atau tidak adanya lubrikasi, tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
-Gangguan nyeri seksual vaginismus.
Kontraksi otot pada sepertiga bagian luar vagina yang terjadi secara involunter yang menghalangi insersi penis dan hubungan seks. Respon dapat terajadi selama pemeriksaan ginekologi saat konstraksi vagina involunter menghalangi masuknya spekulum kedalam vagina. Keadaan ini paling sering mengenai wanita yang berpendidikan tinggi dan kelompok sosioekonomi tinggi.
Wanita yang menderita vaginismus mungkin secara tidak sadar berharap melakukan koitus tetapi secara tidak disadari berharap untuk menghalangi penis memasuki tubuhnya. Suatu trauma pemerkosaan dapat menyebabkan vaginismus. Wanita dengan konflik psikoseksual dapat menganggap penis sebagai senjata. Pada beberapa wanita, nyeri atau memperkirakan datangnya nyeri pada pengalaman koitus pertama menyebabkan vaginismus.
Kriteria diagnostik untuk vaginismus :
Spasme involunter yang menetap atau rekuren pada otot-otot sepertiga bagian bawah vagina yang menggangu hubungan seksual.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
Gangguan orgasme
-Gangguan orgasmik wanita.
Perempuan yang menderita disfungsi seksual jenis ini akan mengalami kesulitan mencapai orgasme meski rangsangan dan stimulasi dilakukan terus menerus.
Gangguan orgasmik wanita disebut orgasme wanita terinhibisi dalam DSM edisi ke tiga yang direvisi disebut anorgasmia adalah didenifisikan sebagai inhibisi orgasme wanita rekuren atau persisten, dan dimanifestasikan oleh keterlambatan orgasme yang rekuren atau tidak adanya orgasme setelah fase perangsangan seksual yang normal yang dianggap klinisi adekuat dalam fokus, intensitas, dan durasinya. Gangguan ini adalah ketidakmampuan wanita untuk mencapai orgasme melalui masturbasi atau koitus.
Kriteria diagnostik untuk gangguan orgasmik wanita :
Keterlambatan atau tidak adanya orgasme yang menetap atau rekuren setelah fase rangsangan seksual yang normal.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
Penelitian pada fisiologi respon seksual wanita telah menunjukkan bahwa orgasme yang disebabkan oleh stimulasi klitoris dan stimulasi vagina adalah identik secara fisiologis. Teori freud menjelaskan wanita harus melepaskan kepekaan klitoris menjadi kepekaan vagina untuk mencapai maturasi seksual sekarang dianggap menyesatkan tetapi beberapa wanita mengatakan bahwa mereka mendapatkan perasaan kepuasan khusus dari orgasme yang didapat melalui koitus.
Gangguan orgasmik wanita seumur hidup ditemukan jika wanita tidak pernah mengalami orgasme oleh tiap jenis stimulasi. Gangguan orgasmik didapat jika wanita sebelumnya pernah mencapai sekurangnya satu kali orgasmik, terlepas dari situasi atau cara stimulasi, apakah melalui masturbasi atau selama tidur sambil mimpi.
Gangguan orgasmik wanita seumur hidup adalah lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak menikah dibandingkan wanita yang menikah. Gangguan orgasmik wanita didapat adalah suatu keluhan yang sering ditemukan pada populasi klinis. Faktor psikologis yang berhubungan dengan gangguan orgasmik wanita adalah ketakutan akan menjadi hamil, penolakan oleh pasangan seksual,  kerusakan vagina, permusuhan terhadap laki-laki, dan perasaan bersalah terhadap impuls seksual.
Untuk beberapa wanita orgasme disamakan dengan kehilangan kendali atau dengan perilaku agresif, destruktif, atau kasar, ketakutan mereka terhadap impulsnya dapat diekspresikan melalui orgasme. Wanita non-orgasmik mungkin bebas gejala atau mungkin mengalami frustasi dalam berbagai cara termasuk keluhan pelvis sebagai nyeri abdomen, gatal dan sekret vagina dan meningkatnya ketegangan, mudah tersinggung, dan kelelahan.
Kasus orgasme spontan multipel tanpa stimulasi seksual juga telah ditemukan pada wanita yang disebabkan oleh fokus epileptogenik di lobus temporalis.
-Gangguan orgasmik laki-laki.
Pada gangguan orgasmik laki-laki, mencapai ejakulasi selama koitus sangat sukar atau tidak sama sekali. Seorang laki-laki menderita gangguan orgasmik seumur hidup jika ia tidak pernah mampu mengalami ejakulasi selama koitus. Beberapa laki-laki mengalami ejakulasi tetapi mengeluh adanya penurunan atau tidak ada rasa kenikmatan subjektif selama melakukan orgasmik (anhedonia orgasmik).
Pada pria masalah yang paling umum teridentifikasi yang merujuk pada gangguan seksual adalah kegagalan ereksi dan atau kegagalan ejakulasi pada pria (Katona dkk., 2012). Disfungsi ereksi merupakan masalah kesehatan yang mempengaruhi setengah laki-laki yang berumur lebih dari 40 tahun, dan memilki dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup dan kepuasan individu maupun pasangannya. Dilaporkan bahwa prevalensi disfungsi ereksi di indonesia sebesar 11 % dan meningkat sejalan dengan pertambahan umur (Park dkk., 2011).
Kriteria diagnostik untuk gangguan orgasmik laki-laki :
Keterlambatan atau tidak adanya orgasme yang menetap atau rekuren setelah fase rangsangan seksual yang normal.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya dan semata-mata bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.
Gangguan orgasmik laki-laki seumur hidup adalah menunjukkan adanya psikopatologi yang parah. Laki-laki biasanya berasal dari latar belakang yang kaku dan puritan, ia mungkin memandang seks sebagai dosa dan genital sebagai hal yang kotor dan mungkin ia secara sadar atau tidak disadari memiliki harapan dan rasa bersalah terhadap incest. Ia biasanya mengalami kesulitan dengan keakraban yang melebihi daerah hubungan seksual.
Gangguan ejakulasi
Kondisi ini menyebabkan laki-laki mengalami ejakulasi terlalu cepat (ejakulasi dini) atau justru terlalu lama saat berhubungan seksual.
Ada beberapa tipe kelainan ejakulasi, yaitu :
-Ejakulasi premature.
Ini adalah ejakulasi yang muncul sebelum atau segera setelah penetrasi. Ejakulasi dini dan hasrat seksual rendah pada laki-laki dikaitkan dengan berbagai macam hubungan adversif jangka panjang dengan orang dewasa selama masa kanak-kanak (Oltmanns dan Emery, 2013). Perilaku seksual juga dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Laki-laki ras Asia cenderung konservatif terhadap hubungan seksual dan kurang aktif secara seksual apabila dibandingkan dengan laki-laki ras Eropa (Park dkk., 2011).
Pada ejakulasi prematur laki-laki secara menetap mencapai orgasme dan ejakulasi sebelum keinginannya. Tidak dapat kerangka waktu yang pasti untuk mendefinisikan disfungsi.
Diagnostik dibuat jika laki-laki secara teratur berejakulasi sebelum atau segera setelah memasuki vagina. Masters dan Johnson memandang gangguan dalam hal pasangan dan memandang laki-laki sebagai menderita ejakulasi prematur jika ia tidak dapat mengendalikan ejakulasi untuk jangka panjang selama hubungan intra-vagina untuk memuaskan pasangannya sekurangnya pada setengahnya episode koitus.
Hal ini lebih sering ditemukan diantara laki-laki dengan pendidikan perguruan tinggi dibandingkan laki-laki dengan pendidikan rendah. Kesulitan dalam mengendalikan ejakulasi mungkin berhubungan dengan kecemasan terhadap tindakan seksual atau ketakutan yang tidak disadari terhadap vagina.
Kriteria diagnostik ejakulasi prematur :
Ejakulasi yang persisten atau rekuren pada stimulasi seksual yang minimal sebelum, pada atau segera setelah penetrasi dan sebelum pasien menginginkannya.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan interpersonal.
Ejakulasi prematur bukan semata-mata karna efek langsung dari suatu zat.
-Ejakulasi yang terhambat.
Ini adalah ejakulasi yang lambat untuk muncul. Retarded Ejaculation terjadi hambatan dalam mencapai klimaks selama aktifitas sekual (McAninch dan Lue, 2013).
-Ejakulasi retrograde.
Ejakulasi ini timbul ketika orgasme dan mengalir kembali ke kandung kemih daripada melalui urethra dan dari penis. Ejakulasi Retrograd (Retrograde Ejaculation) menandakan adanya aliran balik semen ke kandung kemih selama ejakulasi karena mekanisme leher kandung kemih yang inkompeten (McAninch dan Lue, 2013).
-Anorgasmia.
Anorgasmia adalah ketidakmampuan untuk mencapai orgasme selama melakukan aktifitas seksual, walaupun emisi nokturnal (ejakulasi semen secara involunter selama tidur) terjadi (McAninch dan Lue, 2013).

Gangguan pada saat hubungan seksual adalah hal yang normal jika hanya terjadi sesekali. Namun jika gangguan tersebut terjadi berulang kali, segera periksakan diri ke dokter. Perlu diketahui, pada saat konsultasi terkait disfungsi seksual, dokter dapat berbincang dengan pasangan masing-masing, bukan hanya penderita saja.


Penyebab Disfungsi Seksual

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami disfungsi seksual. Hal ini mungkin diakibatkan dari penyebab emosional ataupun fisik.

Disfungsi seksual bisa disebabkan oleh berbagai gangguan dan penyakit, baik fisik maupun mental. Penyakit fisik yang menyebabkan disfungsi seksual diantaranya anemia, kurang gizi, penyakit kelamin, penyakit otak dan sumsum tulang. Diabetes merupakan salah satu faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami disfungsi seksual. Oleh karena itu, penderita diabetes perlu rutin kontrol ke dokter untuk mencegah komplikasi, salah satunya disfungsi seksual. Disfungsi seksual juga rentan terjadi pada pengguna narkoba. Oleh karena itu, jauhi narkoba dan segera datangi fasilitas rehabilitasi bila sudah ketergantungan.

Penyebab disfungsi seksual secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu faktor fisik dan faktor psikologis. Disfungsi seksual yang terjadi akibat faktor fisik dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, antara lain:
-Gangguan hormon.
-Diabetes.
-Penyakit jantung.
-Tekanan darah tinggi.
-Penyakit saraf, seperti penyakit Parkinson dan multiple sclerosis.
-Cedera pada saraf, terutama saraf yang mengatur ereksi.
-Efek samping dari obat-obatan tertentu, contohnya obat antidepresan.
Baik pria maupun wanita, gangguan hormon dapat mengakibatkan disfungsi seksual. Contohnya, penurunan kadar hormon estrogen saat menopause ataupun kondisi setelah memiliki bayi juga akan menurunkan hasrat seksual seorang wanita. Selain itu, penurunan hormon testosteron pada pria juga dapat mengurangi hasrat melakukan kegiatan seksual.
Level estrogen yang lebih rendah setelah menopause dapat menyebabkan perubahan pada organ kelamin dan respons seksual. Penurunan estrogen menyebabkan penurunan aliran darah ke daerah pinggul yang dapat menyebabkan penurunan sensasi pada kelamin. Dinding vagina menjadi lebih tipis dan kurang elastis terutama jika jarang berhubungan seksual. Hal ini penyebabkan rasa sakit saat berhubungan seksual.
Tingginya kadar prolaktin akan menghambat pelepasan GnRH dari hipotalamus, sehingga menyababkan menurunnya Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) sehingga menurunkan kadar hormon seks salah satunya testosteron (Gallego dkk., 2012). Testosteron sangat penting untuk hasrat seksual laki-laki, adanya kadar hormon seks yang tidak adekuat menunjukkan respons yang terhambat terhadap selera seksual bukan pada kinerja seksual, hal ini dibuktikan dimana menurunnya hasrat seksual pada laki-laki lanjut usia akibat  penurunan hormon  testosteron (Oltmanns  dan Emery,  2013).
Sejumlah kondisi medis termasuk kanker, gagal ginjal, sklerosis, penyakit jantung dan kandung kemih juga dapat menyebabkan disfungsi seksual. Obat seperti antidepresan, obat penekan darah, antihistamin (obat alergi) dan obat kemoterapi dapat menurunkan hasrat seksual dan keinginan tubuh untuk mengalami orgasme.

Bukan hanya gangguan fisik, disfungsi seksual juga dapat terjadi akibat gangguan psikologi. Faktor psikologi yang dapat menimbulkan disfungsi seksual utamanya adalah:
-Stres.
-Kecemasan.
-Kekhawatiran berlebihan akan performa seksualnya.
-Masalah dalam hubungan atau pernikahan.
-Depresi.
-Perasaan bersalah.
-Trauma masa lalu, termasuk pelecehan seksual.
Variabel psikologis juga berperan penting dalam menentukan stimuli mana yang dianggap merangsang oleh seseorang. Hasrat dan keterangan seksual ditentukan, sebagian, oleh skrip mental yang kita pelajari selama masa kanak- kanak dan masa remaja. Kecemasan performa dan takut gagal sebagian berkontribusi pada hendaya rangsangan seksual (Oltmanns dan Emery, 2013). Faktor lain seperti sosiobudaya seperti pendidikan, pendapatan, adat-istiadat serta sikap masyarakat terhadap pria dan wanita (Maramis dan Maramis, 2009).
Disfungsi seksual sangat umum terjadi di antara individu yang memiliki gangguan kecemasan. Kecemasan biasa dapat menyebabkan disfungsi ereksi pada pria tanpa masalah kejiwaan, tetapi gangguan yang dapat didiagnosis secara klinis seperti gangguan panik umumnya menyebabkan penghindaran hubungan seksual dan ejakulasi dini. Nyeri saat berhubungan intim sering kali merupakan komorbiditas gangguan kecemasan di kalangan wanita. Kecemasan dan depresi yang tidak diobati dapat menyebabkan dan berkontribusi terhadap disfungsi seksual, sementara stres yang berkepanjangan dan kekerasan seksual, kekhawatiran dalam kehamilan dan tuntutan menjadi ibu dapat memiliki efek serupa.
Berbagai kondisi psikologis (ansietas, hubungan yang renggang, kurangnya rangsangan seksual, depresi, skizofrenia) dapat menyebabkan dan memperburuk disfungsi ereksi (McAninch dan Lue, 2013). Pengalaman menyakitkan dan traumatik sebelumnya memiliki efek penting pada berbagai aspek minat dan keterangsangan seksual.

Disfungsi seksual juga berisiko lebih tinggi pada orang-orang yang memiliki beberapa kondisi berikut ini:
-Lanjut usia.
-Merokok.
-Obesitas.
-Kecanduan alkohol.
-Pernah menjalani radioterapi pada daerah selangkangan.
-Menyalahgunakan narkoba.
Gaya hidup dan pola diet yang tidak sehat, konsumsi diet tinggi lemak akan dapat menyebabkan peningkatan risiko disfungsi seksual.
Kelompok usia lanjut mengalami pemanjangan periode laten antara stimulasi seksual dan ereksi, ereksi kurang poten, penurunan volume ejakulasi dan penurunan sensitivitas penis terhadap rangsangan taktil. Selain itu kondisi psikologis dan faktor organik berkontribusi penting terhadap disfungsi ereksi pada beberapa kelompok usia lanjut (McAninch dan Lue, 2013).
Menurut Emily Wentzell, budaya Amerika memiliki sentimen anti-penuaan yang telah menyebabkan disfungsi seksual menjadi "penyakit yang membutuhkan perawatan" dan tidak melihatnya sebagai bagian alami dari proses penuaan tersebut. Tidak semua budaya mencari pengobatan akan hal tersebut; misalnya, populasi pria yang tinggal di Meksiko sering menerima disfungsi ereksi sebagai bagian normal dari seksualitas mereka yang semakin matang.
Disfungsi seksual harus dicari penanggulannya sebab dapat menimbulkan masalah yang lebih besar jika tidak diatasi sejak dini. Impotensia, misalnya, dapat timbul karena berbagai penyakit tubuh atau penyakit lokal didaerah alat vital pria, seperti diabetes yang biasanya menyebabkan pria tidak mampu memiliki gairah seksual. Faktor organik seperti penyakit diabetes melitus, hipotiroid, anemia, manultrisi, gangguan medula spinalis dan narkotika dapat menurunkan libido sehingga mudah terjadi impotensi. Penggunaan obat-obatan seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga menyebabkan gangguan ereksi serta gangguan ejakulasi walaupun poten (Maramis dan Maramis, 2009). Untuk mengatasinya, penyakit diabetes sebaiknya harus diobati terlebih dahulu. Sedangkan untuk mengobati frigiditas pada wanita dapat dilakukan dengan faktor biologik (masa birahi pada saat ovulasi dan menstruasi), faktor psikologis (menghilangkan rasa takut atau jijik), dan faktor psikodinamik (menghilangkan rasa kotor, takut ditolak pasangannya, dan sebagainya). Dengan menanggulangi disfungsi seksual sejak dini, diharapkan dapat tercipta rumah tangga yang sehat dan harmonis.
Merokok dapat menyebabkan impotensi melalui mekanisme vasokontrisi, sedangkan alkohol dalam jumlah sedikit meningkatkan ereksi dan meningkatkan libido karena efek vasodilatasi dan menurunkan ansietas, tetapi dalam jumlah besar mengakibatkan penurunan libido dan disfungsi ereksi yang transien (McAninch dan Lue, 2013).


Diagnosis Disfungsi Seksual

Disfungsi seksual dapat merupakan gejala masalah biologis atau konflik intrapsikis atau interpersonal atau kombinasi kedua faktor tersebut. Fungsi seksual dapat dirugikan oleh stres dalam tiap bentuknya oleh gangguan emosional, oleh ketidaktahuan fungsi dan fisiologis seksual. Disfungsi mungkin seumur hidup atau didapat yaitu berkembang setelah periode normal. Disfungsi mungkin umum atau situasional yaitu terbatas pada pasangan tertentu atau situasi tertentu.

American Urologic Association (AUA) membagi gangguan hasrat seksual menjadi gangguan hasrat subjektif (subjective arousal disorder), gangguan hasrat genital (genital arousal disorder) dan gabungan (mix arousal disorder) (McAninch dan Lue, 2013).

Diagnosis disfungsi seksual dimulai dengan menanyakan aktivitas seksual penderita secara menyeluruh. Selain menanyakan gejala, dokter akan menanyakan aktivitas serta riwayat penyakit penderita, termasuk jika ada kejadian atau trauma di masa lalu.

Penderita mungkin malu membicarakan masalah personal kepada dokter, tetapi seksualitas adalah bagian dari kesejahteraan. Semakin terbuka pasien kepada dokter mengenai masalah medis dan sejarah seksual, semakin besar kemungkinan untuk menemukan cara yang efektif untuk mengobatinya.

Dokter juga dapat menggali lebih lanjut gangguan lain yang mendasari disfungsi seksual. Gangguan tersebut termasuk kecemasan, depresi, gangguan tidur, dan gangguan kejiwaan lainnya yang mempengaruhi aktivitas seksual.

Dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan perubahan fisik yang dapat memengaruhi aktivitas seksual. Selama pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa organ kelamin. Saat pemeriksaan, dokter akan mengecek perubahan fisik yang berefek pada kenikmatan seksual, seperti penipisan dinding kelamin, kekurangan elastisitas kulit, luka atau sakit.

Untuk mengetahui penyebab disfungsi seksual, dokter akan melakukan beberapa tes berikut ini:
-Tes darah, untuk memeriksa kadar hormon atau kecurigaan penyebab lain, misalnya kadar gula dalam darah.
-USG, untuk memeriksa aliran darah di sekitar organ.
-Tes nocturnal penile tumescence (NPT), untuk memantau ereksi saat penderita tidur di malam hari dengan menggunakan alat khusus.
Dalam mendiagnosis disfungsi seskual yang dicetuskan oleh zat harus terdapat bukti intoksikasi zat atau putus zat, melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium. Dalam dosis kecil, banyak zat yang meningkatkan kinerja seksual dengan cara menghambat ansietas namun dengan berlanjutnya penggunaan terjadi gangguan orgasme, ereksi dan ejakulasi (Sadock dan Sadock, 2014). Disfungsi seksual pada pasien skizofrenia lebih sering disebabkan karena penggunaan anti-psikotik terutama golongan tipikal (Seifert dkk., 2009).
Ketika disfungsi seksual muncul setiap saat dan kedua pasangan menjadi cemas akan keadaan masing-masing, maka periksakan keadaan tersebut bersama pasangan ke dokter. Dokter melakukan pemeriksaan dan merencanakan pengobatan untuk mengatasi gangguan tersebut. Untuk melakukan pemeriksaan, Anda bisa langsung membuat janji dengan dokter pilihan di rumah sakit sesuai domisili.


Pengobatan Disfungsi Seksual

Diagnosis dan penanganan disfungsi seksual memerlukan kerjasama dari beberapa ahli, seperti dokter spesialis urologi, dokter kandungan, dokter endokrin, dokter andrologi, dokter saraf, psikiater, serta terapis seksual, guna mendapatkan diagnosis dan pilihan pengobatan yang tepat.

Pengobatan disfungsi seksual bertujuan untuk mengatasi masalah utama yang menyebabkan disfungsi seksual. Oleh karena itu, pengobatan disfungsi seksual akan disesuaikan dengan masing-masing penyebabnya. Terkadang, mengobati kondisi medis khusus dapat menyelesaikan situasi ini. Dalam beberapa kasus, mengganti obat dapat bekerja mengatasi masalah ini. Pengobatan ejakulasi dini telah meningkat dalam beberapa tahun ini. Banyak laki-laki yang mendapatkan hasil yang positif. Pengobatan tersebut meliputi:

Konsumsi ‘obat kuat’
Banyak orang mengonsumsi ‘obat kuat’ untuk mengatasi disfungsi seksual. Obat tersebut memang dapat meningkatkan performa saat berhubungan seksual, tetapi memiliki efek samping sakit kepala hingga gangguan penglihatan.
Konsumsi ‘obat kuat’ hanya boleh atas persetujuan dokter karena dapat menimbulkan gangguan kerja organ jantung, terutama pada penderita yang sudah memiliki penyakit jantung sebelumnya.

Psikoterapi
Terapi psikologi dilakukan oleh psikolog atau psikiater untuk membantu seseorang mengatasi gangguan psikologi yang menyebabkan disfungsi seksual. Contohnya adalah terapi untuk mengatasi kecemasan, rasa takut, atau perasaan bersalah yang berdampak pada fungsi seksual penderitanya.
Selain itu, dokter atau psikolog akan memberikan pemahaman tentang seks dan tingkah laku seksual kepada pasien. Pemahaman tentang hubungan seksual perlu dimiliki penderita agar kegelisahan tentang kemampuan seksualnya dapat teratasi.
Terapis dapat mengajarkan penderita bagaimana cara untuk mengatasi stress dan kecemasan. Mengikuti konseling ini bersama pasangan dapat membantu meningkatkan komunikasi dan keintiman. Terkadang dukungan dan edukasi mengenai perilaku seksual adalah hal yang dibutuhkan.
Sesi terapi juga dapat dilakukan bersama dengan pasangan untuk mengetahui tentang kebutuhan dan kegelisahan masing-masing sehingga dapat mengatasi hambatan dalam aktivitas seksual.

Pengobatan untuk mengatasi gangguan hormon
Bagi wanita dengan kadar estrogen rendah, terapi pengganti hormon estrogen dapat diberikan guna membantu elastisitas vagina dengan meningkatkan aliran darah dan pelumas pada vagina. Terapi ini dapat diberikan dalam bentuk cincin vagina, krim, atau tablet. Sedangkan bagi pria dengan kadar testosteron rendah, dokter dapat memberi terapi hormon testosteron untuk meningkatkan kadar testosteron dalam tubuh.

Pengobatan untuk menangani masalah fisik
Untuk menangani disfungsi seksual akibat suatu penyakit adalah dengan mengobati penyakit yang mendasarinya. Misalnya, penderita diabetes akan diberikan metformin atau insulin untuk mengontrol kadar gula dalam darah.

Perubahan gaya hidup
Untuk mengatasi disfungsi seksual, juga perlu diterapkan pola hidup yang sehat, seperti berolahraga rutin dan berhenti merokok atau minum alkohol. Kegiatan ini dapat membantu meningkatkan kualitas aktivitas seksual.
Beberapa alat bantu, seperti alat pompa (vakum) dan vibrator, dapat membantu wanita atau pria dalam mengatasi masalah seksual. Operasi implan penis juga terkadang dipertimbangkan untuk membantu pria mengatasi gangguan ereksi.


Komplikasi Disfungsi Seksual

Disfungsi seksual dapat menyebabkan penderitanya mengalami komplikasi, terutama pada kondisi psikologinya. Seseorang yang menderita disfungsi seksual dapat mengalami beberapa kondisi berikut:
-Ketidakpuasan dengan aktivitas seksualnya.
-Permasalahan dengan pasangan hingga perceraian.
-Semakin stres, cemas, dan merasa rendah diri.


Pencegahan Disfungsi Seksual

Untuk mencegah munculnya disfungsi seksual, Anda dapat mengubah perilaku dan gaya hidup menjadi lebih sehat, yaitu dengan:
-Berhenti merokok dan minum alkohol.
-Menjaga berat badan tetap ideal.
-Diet gizi seimbang.
-Mengelola stres dan rasa cemas dengan baik.
-Menjalani rehabilitasi untuk mengatasi penyalahgunaan narkoba.
-Kontrol teratur terhadap penyakit-penyakit kronis, seperti diabetes, penyakit jantung, dan darah tinggi.


Masalah seksual tidak dapat dicegah, namun mengobati penyebab dari disfungsi dapat membantu mengerti dan menghadapi masalah ini ketika terjadi. Disfungsi seksual juga merupakan salah satu bagian dari proses penuaan, sehingga terkadang sulit untuk dihindari. Selalu lakukan komunikasi terbuka dengan pasangan. Jujur mengenai ketidakpuasan atau masalah yang dialami. Pertimbangkan alternatif lain untuk menjaga keintiman dan melakukan aktivitas seksual yang membawa keuntungan pada kedua belah pihak.



pasang iklan disini




loading...