Loading...
Peran Penicillium Sebagai Faktor Kesuburan
Tanah
Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam
takson Kingdom Fungi berdasarkan system Whittaker. Kingdom fungi mempunyai ciri
khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrient dan memiliki kitin
pada dinding selnya. Jamur dapat bersifat saprotrop dengan mendapatkan nutrisi
dari organisme lain yang mati, bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari
organisme hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu organisme.
Produksi kitin, sejenis polisakarida, adalah synapomorphy (sifat yang serupa)
antara fungi, choanoflagellata dan hewan. Hal ini menjadi bukti bahwa secara
evolusioner, fungi lebih dekat ke hewan dibandingkan tumbuhan. Tetapi fungi
mempunya penggunaan kitin yang berbeda dengan hewan. Hewan hanya memproduksi
kitin pada bagian tertentu, misalnya sebagai rangka luar, rambut atau kuku,
sementara fungi memiliki kitin sebagai pembentuk dinding pada seluruh selnya.
Adanya kitin juga membantu membedakan antara fungi dan eukariota lain, seperti
protista. Kingdom Fungi dapat dibagi menjadi 4 filum, yaitu Chytridiomycota,
Zygomycota, Ascomycota, and Basidiomycota. Masing-masing filum ini memiliki
anggota baik uniseluler maupun multiseluler.
(Purves dan Sadava, 2003).
Fungi dapat berkembang biak baik secara seksual maupun
aseksual. Perkembangbiakan secara seksual terjadi ketika hifa dengan tipe
perkawinan (mating type) yang berbeda bersentuhan, kemudian melebur mebentuk
zigot. Hifa fungi tidak dapat dibedakan secara visual maupun morfologis menjadi
jantan ataupun betina, hanya dapat dibedakan menjadi tipe perkawinan
berdasarkan struktur genetiknya. Perkembangbiakan secara aseksual terjadi
dengan cara membelah diri atau terbelahnya hifa, atau dengan menyebarkan spora
haploid (Schooley, 1997).
Dalam dunia pertanian, pestisida kimia menjadi bahan yang
ampuh untuk meningkatkan produktivitas suatu komoditi. Pestisida kimia
merupakan senyawa kimia buatan bersifat racun baik bagi hewan, mikroba maupun
manusia. Bahan ini sering dipakai untuk membasmi hama, salah satu contoh adalah
Deltametrin. Deltametrin adalah pestisida pyrethroid buatan yang dapat membunuh
serangga melalui kontak kulit dan pencernaan (Bhanu et al., 2011). Deltametrin
mempunyai nama kimia (IUPAC) (S)-α-cyano-3-phenoxybenzyl (1R,
3R)-3-(2,2-dibromovinyl)-2,2 dimethylcyclopropane carboxylate dan memiliki
rumus kimia: C22H19Br2NO3. Bahan ini digunakan untuk melindungi tanaman di luar
ruangan maupun di dalam ruangan untuk membasmi hama Lepidoptera, Hemiptera,
Coleoptera, dan Diptera. Deltametrin biasanya digunakan untuk melindungi
tanaman ka- pas, jagung, sereal, kedelai dan sayur-sayuran (Johnson et al,
2010).
Pestisida bersifat racun terhadap mikroorganisme. Aplikasi
pestisida dilapangan akan menghambat aktivitas mikroba tanah. Hal ini terlihat
terjadinya penurunan aktivitas respirasi dan penurunan pembentukan biomassa
pada aplikasi endosulfan di lapang (Nare et al., 2010).
Penggunaan pestisida secara berlebihan akan menimbulkan
permasalahan bagi kesehatan manusia dan ekosistem. Penggunaan pestisida
deltamethrin akan meninggalkan residu pada tanaman. Ruzo dan Casida (1979)
melaporkan bahwa [14C] deltametrin dalam percobaan di Green house mempunyai
waktu paruh (half life) 1,1 minggu pada tanaman kapas dan berkurang 90% setelah
4,6 minggu. Khan et al., (1984) meneliti pembentukan ikatan residu deltametrin
pada tanaman buncis. Sepuluh hari setelah penyemprotan [14C] deltametrin, 3-10%
deltametrin berada dalam bentuk residu terikat. Matsumura (1985) melaporkan bahwa pyrethroid
(deltamethrin) yang digunakan sebagai insektisida tanah termasuk insektisida
yang tidak selektif, karena dapat membunuh mikroba tanah yang menguntungkan.
Oleh karena itu penggunaan deltametrin di bidang pertanian harus disertai
langkah untuk biodegradasinya agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan ekosistem.
Beberapa jenis jamur tanah mampu menguraikan pestisida
deltametrin sehingga jamur ini dapat digunakan sebagai pupuk dalam pertanian
organik. Sebagai pupuk, jamur juga harus dapat menyediakan hara bagi tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat jamur yang mempunyai
kemampuan menguraikan pestisida
deltametrin, senyawa lignoselulosa, melarutkan
senyawa Posfat anorganik
dan menghasilkan hormon pertumbuhan IAA (Indole Acetic Acid). Isolat
jamur ini nantinya akan digunakan dalam pembuatan pupuk hayati.
Teknik bioremediasi merupakan suatu aplikasi proses biologi
untuk mengolah tanah, lumpur dan air tanah yang terkontaminasi bahan-bahan
kimia yang berbahaya menggunakan makhluk hidup diantaranya tumbuhan dan
mikroba.
Penicillium sp. PN6 adalah jamur indigenus Riau yang diisolasi
dari tanah gambut dan memiliki kemampuan
menguraikan lignin dan selulosa serta bersifat termotoleran (Martina dan Roza,
2012).
Penicillium sp. adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes,
filum Askomycota. Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk
badan spora yang disebut konidium. Konidium berbeda dengan sporangim, karena
tidak memiliki selubung pelindung seperti sporangium. Tangkai konidium disebut
konidiofor, dan spora yang dihasilkannya disebut konidia. Konidium ini memiliki
cabang-cabang yang disebut phialides sehingga tampak membentuk gerumbul.
Lapisan dari phialides yang merupakan tempat pembentukan dan pematangan spora
disebut sterigma. Beberapa jenis Penicillium sp. yang terkenal antara lain P.
notatum yang digunakan sebagai produsen antibiotik dan P. camembertii yang
digunakan untuk membuat keju biru (Purves dan Sadava, 2003).
Karakteristik Penicillium yaitu pada bagian Para Thallus
(miselium) biasanya terdiri dari sebuah jaringan yang sangat bercabang
multinukleat, septate, hifa biasanya tidak berwarna. Banyak bercabang
konidiofor tumbuh pada miselia tersebut, bantalan conidiospores individual
terbatas. Para conidiospores adalah rute penyebaran utama dari jamur, dan
sering hijau. Reproduksi seksual melibatkan produksi ascospores, dimulai dengan
fusi dari archegonium dan antheridium, dengan berbagi inti. Para ASCI teratur
didistribusikan mengandung delapan ascospores uniseluler masing-masing.
Beberapa tumbuhan mampu tumbuh pada lingkungan yang
terkontaminasi bahan pencemar, namun kurang mampu meminimalisir bahan pencemar
karenanya tumbuhan ini tidak efektif digunakan untuk teknik fitoremediasi.
Penggunaan tumbuhan yang toleran terhadap kontaminan hidrokarbon ataupun kombinasinya
dengan mikroba, ternyata lebih efektif digunakan untuk bioremediasi kontaminan
hidrokarbon di lingkungan (Qixing et al., 2011). Mengingat potensi jamur
indigenus Riau Penicillium sp. PN6 beserta legum tanah mampu menurunkan
konsentrasi PAH.
Penicillium adalah genus dari jamur ascomycetous major
pentingnya dalam lingkungan alam serta produksi makanan dan obat. Ini
menghasilkan penisilin, sebuah molekul yang digunakan sebagai antibiotik, yang
membunuh atau menghentikan pertumbuhan beberapa jenis bakteri di dalam tubuh.
Menurut Kamus dari Jamur (edisi 10, 2008),
Penicillium diklasifikasikan sebagai genus jamur anamorphic
di Ascomycota divisi (urutan Eurotiales, Eurotiomycetes kelas, keluarga
Trichocomaceae) . Nama genus ini berasal dari Penicillium akar bahasa Latin,
yang berarti "sikat pelukis" dan mengacu pada rantai konidia
menyerupai sapu.
Jamur tanah di mana-mana lebih memilih iklim dingin dan
moderat, biasa hadir dimanapun bahan organik tersedia. mereka adalah salah satu
penyebab utama pembusukan makanan, terutama spesies Penicillium. Memproduksi
mikotoksin yang sangat beracun. Kemampuan spesies ini Penicillium tumbuh di
biji-bijian dan makanan yang tersimpan lain tergantung pada kecenderungan
mereka untuk berkembang dalam kelembaban rendah dan untuk menjajah cepat dengan
dispersi udara.
Mikroba tertentu dapat mencerna dan memecah kontaminan
organik berbahaya menjadi produk terutama CO2 dan H2O. Beberapa bahan kimia dimineralisasi
oleh tanaman dengan bantuan air dan CO2. Hasil fotosintesis dikeluarkan melalui
akar sebanyak 10-20%. Hal ini dapat membantu proses pertumbuhan dan metabolisme
mikroba yang hidup disekitar rizosfer. Beberapa senyawa organik yang
dikeluarkan melalui akar seperti fenolik, asam organik dan protein dapat
menjadi sumber karbon dan nitrogen yang akan digunakan untuk pertumbuhan
mikroba (Salt et al., 1998).
Komponen yang rendah konsentrasinya lebih mudah terdegradasi
karena dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan populasi mikroba. Namun
jika terlalu rendah konsentrasinya, mikroba tidak cukup mendapatkan energi.
Sebaliknya jika komponen yang konsentrasinya terlalu tinggi kemungkinan dapat
bersifat toksik bagi mikroba. Bioremediasi berlangsung akibat aktivitas enzim
yang di suplai oleh mikroba untuk mengkatalis pemusnahan bahan-bahan
kontaminan. Reaksi kimia tersebut merupakan reaksi oksidasi-reduksi yang
penting untuk menghasilkan energi bagi mikroba. Bioremediasi membutuhkan
kehadiran sumber energi yang sesuai, sistem donor-akseptor elektron dan nutrien
(Priyanto, 2010). Efisiensi bioremediasi dipengaruhi oleh lingkungan, fisik dan
kimia. Lingkungan memberikan pengaruh yang besar dalam proses bioremediasi.
Kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan mikroba sebagai pelaku utama
pendegradasi pencemar sangat diperlukan. Mikroba sangat sensitif terhadap
perubahan temperatur, pH, ketersediaan nutrien, oksigen dan kelembaban. Faktor
fisik yang penting bagi mikroba adalah ketersediaan zat pencemar sebagai sumber
energi, air dan akseptor elektron. Air dibutuhkan karena mikroba mendapatkan
karbon organik, nutrien inorganik dan akseptor elektron untuk partum- buhannya
dalam kondisi terlarut. Akseptor elektron terakhir yang paling banyak diguna-
kan oleh mikroba dalam sistem respirasinya adalah oksigen. Ketersediaan oksigen
terbatas, mikroba dapat menggunakan akseptor elektron yang lain diantaranya
NO3-, NO2-, SO42- dan CO2. Sedangkan faktor kimia yang penting dalam
bioremediasi adalah struktur molekul zat pencemar. Pada rantai alkana
bercabang, sulit didegradasi oleh mikroba. Percabangan juga mempengaruhi
tingkat degradasi pada isomer (Priyanto, 2010).
Dalam sistim pertanian organik, penggunaan pupuk kimia,
pestisida kimia maupun hormon pertumbuhan yang terbuat dari senyawa kimia
sangat dibatasi dan digantikan dengan bahan organik. Pupuk organik yang
digunakan salah satunya adalah pupuk yang berisi mikroba penyubur tanah atau
dikenal dengan pupuk hayati. Dalam pembuatan pupuk hayati dibutuhkan
mikroba-mikroba yang mempunyai beberapa kemampuan sekaligus baik sebagai pupuk
yang menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman maupun sebagai
mikroba pengurai yang akan menguraikan residu pestisida maupun pupuk kimia yang
ada di tanah, sehingga akan dihasilkan produk pertanian dengan jumlah yang
lebih banyak dan bebas dari residu kimia. Dalam penelitian ini dilakukan
isolasi dan seleksi jamur tanah yang mampu mendegradasi deltametrin 500
ppm, mampu menguraikan lignoselulosa,
mampu melarutkan Posfat anorganik serta mampu menghasilkan hormon Indole Acetic
Acid (IAA). Sampai saat ini penelitian penguraian pestisida deltametrin
menggunakan jamur tanah pada konsentrasi tinggi belum banyak dilakukan.
*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.
loading...