Tuesday, 26 February 2019

Kreasi Usaha: Manfaat Tanaman Sirkaya (Annona squamosa) sebagai Pestisida Nabati


Kredit Motor Baru

Loading...
Loading...

Manfaat Tanaman Sirkaya (Annona squamosa) sebagai Pestisida Nabati

Indonesia merupakan negara yang memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah. Hampir semua flora dan fauna dapat ditemukan di Indonesia. Selain itu Indonesia juga memiliki hutan tropis yang sangat luas, sehingga pantas jika Indonesia disebut sebagai salah satu negara paru-paru dunia. Selain itu, dari berbagai flora dan fauna di Indonesia juga memiliki banyak manfaat, baik di bidang ekonomi, budaya, maupun kesehatan.

Indonesia sebagai negara yang kaya Sumber Daya Alam seharusnya memiliki penduduk yang hidup secara makmur. Karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sudah terjamin oleh Sumber Daya Alam yang melimpah. Akan tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang hidupnya belum layak. Bahkan karena desakan ekonomi banyak penduduk Indonesia yang tidak memperhatikan kesehatannya. Sehingga sangat mudah untuk terserang penyakit. Bahkan karena SDM yang masih rendah, maka sebagian besar penduduk Indonesia belum mau untuk melakukan penelitian terhadap tanaman di lingkungan sekitarnya.

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan sandang, pangan, dan papan, petani semakin dituntut memaksimalkan potensi lahannya dengan meningkatkan penggunaan input usaha tani. Salah satu input penting adalah pestisida yang berguna untuk menekan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Penggunaan pestisida sintetis di Indonesia berkembang sangat pesat. Pada tahun 2002 tercatat ada 813 nama dagang pestisida yang terdaftar untuk dipasarkan, namun pada tahun 2013 meningkat tajam menjadi 2.810 nama dagang (Direktorat Pupuk dan Pestisida 2002; 2013).

Masalah pangan yang mencukupi dan bebas dari penyakit sudah menjadi pemikiran manusia sejak dahulu. Sebab, peningkatan derajat kesehatan tidak terlepas kaitannya dengan konsumsi bahan pangan yang berkualitas, bernilai gizi tinggi dan aman, yakni tidak terdapatnya benda asing yang dapat merusak kesehatan. Semakin meningkatnya kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan mendorong konsumen untuk selektif memilih bahan pangan (Naria, 1994).


Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia, atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya pestisida itu bersifata racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun itulah pestisida dibuat, dijual, dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidak-bijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif.

Kendala yang sering dihadapi oleh petani adalah keberadaan hama yang menyerang tanaman holtikultura. Organisme pengganggu tanaman holtikultura adalah semua jenis organisme yang dapat menurunkan atau merusak hasil tanaman holtikultura. Organisme pengganggu tanaman ini umumnya dibedakan menjadi gulma, hama dan mikroorganisme patogenik yang menyebabkan penyakit tanaman. Hama pada prinsipnya adalah herbivora yang memangsa tanaman budidaya sehingga menyebabkan penurunan hasil atau mengurangi nilai estetika tanaman tersebut. Tidak semua herbivora tergolong hama, karena tidak semua herbivora memangsa tanaman budidaya. Hama kadangkala merupakan jenis serangga yang pada kondisi normal hanya menimbulkan kerusakan yang tidak serius pada tanaman budidaya, tetapi jika terjadi ledakan populasinya baru akan menyebabkan penurunan secara nyata. Ledakan populasi hama ini dapat terjadi karena keadaan iklim atau kesalahan pengelolaan oleh manusia.

Serangan merupakan bentuk aktifitas Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) untuk menimbulkan kerusakan pada tanaman, sedangkan kerusakan adalah efek dari aktifitas OPT pada tanaman dan biasanya ditinjau dari segi fisiologi dan ekonomis. Kerusakan tanaman karena serangan OPT sangat beragam tergantung pada gejala serangannya, sehingga dikenal kerusakan mutlak dan tidak mutlak. Kerusakan mutlak adalah kerusakan yang terjadi secara permanen/keseluruhan pada tanaman dan bagian tanaman yang akan dipanen, misalnya kematian seluruh jaringan tanaman dan layu, pembusukan ataupun rusaknya sebagian jaringan tanaman sehingga tanaman atau bagian tanaman tersebut tidak produktif lagi. Sedangkan kerusakan yang dianggap tidak mutlak, yaitu kerusakan yang terjadi pada sebagian tanaman seperti daun, bunga, buah, ranting, cabang, dan batang.


Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Menurut peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, pestisida adalah campuran bahan kimia yang dapat digunakan untuk mencegah, membasmi, memusnahkan, menolak dan mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga bentuk hewan atau tanaman dan mikroorganisme pengganggu dengan tujuan kesejahteraan manusia. Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu :
Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia.
Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia yaitu jamur, bakteri atau virus.

Pengendalian hama secara kimia sintetis memang sering dilakukan oleh petani, karena dianggap memberikan hasil yang cepat terlihat. Namun, tanpa disadari penggunaannya mengakibatkan efek samping yang sangat membahyakan dalam jangka waktu yang lama.

Intensifikasi penggunaan pestisida kimia sintetis pada kenyataannya mengakibatkan berbagai dampak yang tidak diinginkan, antara lain terjadinya kerusakan ekosistem lahan pertanian akibat terganggunya populasi flora dan fauna (Regnault-Roger 2005).

Penggunaan insektisida yang beraneka ragam dengan konsentrasi tinggi serta interval penyemprotan yang terlalu dekat dapat menimbulkan efek residu pestisida sehingga dapat mengurangi harga saing ekspor. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana antara lain adalah terjadinya resistensi hama, resurgensi hama sasaran dan residu pestisida. Penggunaan insektisida secara terus menerus juga akan merusak lingkungan atau agroekosistem. Selain itu juga kandungan pestisida pada sayuran menjadi sangat tinggi sehingga sangat cukup membahayakan para konsumen.

Penggunaan insektisida sintetis yang tidak sesuai dengan fungsi dan ukurannya menimbulkan masalah berupa kandungan residu insektisida pada komoditi bahan pangan, yang pada akhir dapat membahayakan kesehatan masyarakat (Naria, 1994). Residu insektisida yang terdapat dalam rantai makanan dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia yakni menyebabkan keracunan bahkan kematian. Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan bahwa pestisida dapat memberikan efek jangka panjang yakni menyebabkan kanker, gangguan kesehatan reproduksi pria dan wanita, kelainan syaraf, merusak sistem kekebalan tubuh, dan Parkinson (Emmy L.S, 1995).

Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan produk pertanian yang bebas residu pestisida mendorong para ahli mempelajari kemungkinan substitusi penggunaan pestisida sintetis dengan pestisida nabati. Penggunaan pestisida sintetis selain meninggalkan residu yang berbahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan, juga menyebabkan resistensi dan resurgensi hama, terbunuhnya musuh alami baik serangga parasit maupun predator, dan mengakibatkan pencemaran air, tanah serta udara yang pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.


Awalnya, manusia menggunakan pestisida nabati dalam pembasmian hama namun sejak ditemukannya dikloro difenil trikloroetan (DDT) tahun 1939 yang telah memberikan hasil yang cepat dan efektif sehingga meningkatkan kepercayaan para petani terhadap pestisida sintetik yang akhirnya menimbulkan ketergantungan serta memberikan efek negatif terhadap kesehatan konsumen dan kerusakan lingkungan karena dapat mengakibatkan akumulasi bahan - bahan yang berbahaya di alam dan pada akhirnya akan berdampak pada organisme non target.

Penggunaan pestisida sintetis dilaporkan meninggalkan residu dalam tanah hingga bertahun-tahun setelah pemakaian, sehingga mengurangi daya dukung lahan akibat menurunnya populasi mikro-organisme pengurai bahan organik yang hidup di dalam tanah. Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya resistensi hama tanaman akibat penggunaan insektisida yang berlebihan. Timbulnya resistensi hama memaksa petani menambah dosis insektisida yang diaplikasikan sehingga semakin memperparah paparan residu insektisida pada tubuh petani maupun konsumen. Kasus keracunan insektisida di Indonesia pada tahun 2001–2005 cukup tinggi. Dari 4.867 kasus keracunan, 3.789 orang dilaporkan meninggal dunia.

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Ware,1983).

Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller. Kemudian pada tahun 1940 mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas. Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950 dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya (Sudarmo, 1987).

Petani selama ini tergantung pada pengendalian secara kimiawi untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Untung (1996) mengemukakan bahwa aplikasi insektisida kimia sintetik yang kurang bijaksana dan tidak sesuai dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat memberikan berbagai dampak negatif seperti terjadinya resistensi hama, resurjensi, munculnya hama sekunder, terbunuhnya organisme bukan sasaran, adanya residu insektisida pada bahan makanan, pencemaran lingkungan, dan bahaya pada pemakai (Gapoktan, 2009).

Pestisida nabati merupakan pestisida yang memiliki bahan aktif yang dihasilkan dari tanaman dan memiliki fungsi sebagai pengendali hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Bahan aktif pestisida nabati berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan tersebut diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak yang merupakan hasil pengambilan cairan dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga residunya mudah hilang, maka relatif aman bagi manusia (Samsudin, 2008). Pestisida nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:
Repelant, yaitu menolak kehadiran serangga, misalnya dengan bau yang menyengat.
Antifidant, mencegah serangga makan tanaman yang disemprot, merusak perkembangan telur, larva, pupa, menghambat reproduksi serangga betina, racun syaraf, mengacaukan sistem syaraf di dalam tubuh serangga.
Atraktan, yaitu pemikat serangga, yang dapat dipakai sebagai perangkap serangga, mengendalian jamur atau bakteri (Gapoktan, 2009).

Pestisida nabati juga memiliki berbagai macam jenis berdasarkan fungsi mengendalikan hama seperti insektisisda, bakterisida, akarisida dan lain-lain. Penggunaan insektisida nabati dilakukan sebagai alternatif untuk mengendalikan hama tanaman sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan seperti penggunaan pestisida kimia (Tohir, 2010).

Penggunaan rodentisida, moluskisida, akarisida, dan nematisida sintetis yang kurang bijaksana disinyalir mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan bagi lingkungan. Oleh karena itu, sudah saatnya dicari bahan pengendali hama yang efektivitasnya setara dengan pestisida sintetis namun lebih aman bagi organisme hidup maupun lingkungan. Dengan demikian secara perlahan akan tercipta keseimbangan ekologi yang berkesinambungan. Selanjutnya, petani maupun pengusaha diharapkan mampu mengembangkan pestisida yang ramah lingkungan, antara lain dengan memanfaatkan senyawa sekunder tanaman sebagai bahan aktif pestisida. Pestisida dengan bahan aktif yang bersumber dari tanaman dikenal sebagai pestisida nabati (Regnault-Roger 2005).

Kasumbogo untung menyatakan bahwa pengguanaan pestisida sintetis dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus di tekan seminimal mungkin. Indiyani dan Gothama melanjutakan untuk mengatasi hal tersebut telah dianjurkan untuk menggunakan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) dengan salah satu komponen adalah pengendalian hayati.

Pemanfaatan pestisida nabati diyakini mampu menjawab permasalahan tersebut karena tersusun dari senyawa tanaman yang mudah terurai. Hasil penelitian mengindikasikan spesies-spesies tanaman yang tumbuh di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman.


Srikaya (Annona squamosa ) merupakan salah satu jenis tanaman yang mempunyai peluang untuk digunakan sebagai insektisida nabati. Menurut Kardinan (2002), biji A. squamosa mengandung senyawa kimia annonain yang terdiri atas squamosin dan asimisin yang bersifat racun terhadap serangga. Maryani (1995) mengemukakan bahwa biji A. squamosa mengandung bioaktif  asetogenin yang bersifat insektisidal dan penghambat makan (anti-feedant). Buah mentah, biji, daun, dan akar A. squamosa mengandung senyawa kimia annonain yang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan anti-feedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut (Kardinan 2002).

Akar tanaman sirkaya memiliki rasa pahit serta sifat dingin. Berkhasiat sebagai antiradang ataupun antidepresi. Daun sirkaya juga memiliki rasa pahit, kelat, serta dengan sifat sedikit dingin. Berkhasiat juga sebagai astringen, antiradang, peluruh cacing usus (antheimintik), serta mempercepat pemasakan bisul dan abses. Biji tanaman sirkaya berkhasiat memacu enzim pencernaan, abortivum, anthelmintik, dan pembunuh serangga (insektisida). Kulit kayu berkhasiat sebagai astringen dan tonikum. Buah muda dan biji juga berkhasiat sebagai antiparasit. Bagian-bagian tumbuhan srikaya (Annona squamosa L.) telah teruji berkhasiat untuk obat-obatan, bahkan bisa bersifat pembunuh serangga (Dalimartha 2003).

Srikaya atau buah nona (Annona squamosa), adalah tanaman yang tergolong ke dalam genus Annanonatropis yang berasal dari daerah tropis. Srikaya merupakan perdu tahunan atau berupa pohon kecil dengan tinggi 2-7 meter. Tanaman ini akan tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis di tanah berbatu, kering dan terkena cahaya sinar matahari langsung. Srikaya dapat tumbuh pada ketinggian 1- 800 meter dpl. Daun tunggal, kaku, bertangkai, letak berselingan, bentuk elips memanjang, ujung tumpul, tepi rata, panjang 6-17 cm, lebar 2,5-7,5 cm, dan berwarna hijau. Buah majemuk berbentuk bola dengan garis tengah 5-10 cm, permukaannya berbenjol-benjol, berwarna hijau, dan daging buahnya berwarna putih. Diantara daging buahnya terdapat biji berwarna hitam mengkilap jika sudah masak. Akar tunggang, perbanyakannya dengan biji. Termasuk semak semi-hijau abadi atau pohon yang meranggas mencapai 8 m tingginya. Bagian tumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan OPT  adalah biji buah sirkaya.


Biji sirkaya memiliki sifat antifeedan serta insektisida terhadap OPT karena mengandung asimisin. Sirkaya (Annona squamosa L) adalah tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi insektisida botanis. Senyawa aktif utama dalam biji srikaya adalah annonain dan skuamosin yang tergolong sebagai senyawa asetogenin ( Leatemia dan Isman 2001). Tumbuhan sirkaya merupakan golongan dari keluarga annonaceae ini mengandung alkaloid, karbohidrat, lemak (42-45%), asam amino, protein, polifenol, minyak atsiri, terpen, dan senyawa-senyawa aromatik seperti tumbuhan lain pada umumnya. Senyawa-senyawa yang bersifat bioaktif dari kelompok tumbuhan annonaceae dikenal dengan nama acetogenin. Selain bijinya, bagian tanaman sirkaya yang mengandung bahan aktif serta efektif sebagai pestisida nabati adalah buah mentah, daun, dan akar. Senyawa aktif bekerja sebagai racun kontak, racun perut, repellent, dan antifeedan.

Secara umum biji dan buah srikaya mengandung senyawa golongan asetogenin termasuk squamosin, yang bersifat sebagai racun perut, racun kontak, serta antifeedant. Senyawa asetogenin bekerja sebagai racun metabolisme respirasi di dalam sel. Ekstrak srikaya aktif terhadap berbagai jenis serangga penggigit- pengunyah dan penusuk-pengisap (Prijono, 2005).

Penggunaan pestisida nabati berbahan dasar Annona squamosa merupakan suatu alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan, dengan metode ektraksi yang cukup sederhana sampai kompleks mampu memberikan hasil pengendalian yang memuaskan.

Cara pembuatan pestisida nabati dari tanaman sirkaya:
Anda dapat melakukan ekstraksi kompleks dengan mengikuti langkah dibawah ini:
-Biji dikeringkan, dikupas/dikuliti kemudian ditumbuk. Dan, untuk memudahkan pengupasan kulit biji srikarya, masukkan biji srikaya ke dalam blender dan aktifkan blender dengan singkat pada putaran kejut.
-Pisahkan bagian dalam biji dari kulitnya lalu giling hingga menjadi serbuk dengan menggunakan blender.
-Serbuk biji diayak dengan menggunakna ayakan bermata 1 mm, kemudian serbuk ayakan diekstrak dengan menggunakan pelarut metanol dengan perbandingan bahan: pelarut 1:10 (bobot atau volume) dalam botol penakar 100 ml.
-Aduk campuran bahan pestisida dan pelarut tersebut dengan pengaduk magnetik ( magnetic stirrer) ataupun dilakukan secara manual dan biarkan selama 24 jam.
-Saring akstrak dan bilas ampas yang diperoleh dengan pelarut baru. Ulangi langkah ini sampai cairan hasil saringan tidak berwarna.
-Anda dapat memisahkan ekstrak biji sirkaya dari pelarut metanol dengan menggunakan vacuum rotary evaporator (rotavapor) pada suhu 50O C dan tekanan 0,7 mmHg (untuk proses ekstrasi yang lebih kompleks).
-Untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih sempurna, larutkan kembali ekstrak yang diperoleh ke dalam metanol dengan perbandingan 1:20 (bobot atau volume), aduk secara merata, saring larutan ekstrak dan uapkan pelarutnya dengan rotavapor seperti langkah sebelumnya. ekstrak yang diperoleh pada penguapan terakhir ini digunakan sebagai bahan aktif formulasi srikaya.

Pembuatan insektisida nabati tanaman sirkaya dari bahan mentah selain biji:
-Pembuatan ekstrak A. squamosa dengan pelarut metanol. Bagian A. squamosa segar sebanyak 25 g dicincang kemudian diekstrak dengan pelarut metanol p.a sebanyak 100 ml selama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menit dengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan menggunakan freezer dryer hingga volume ± 1 ml. Larutan tersebut kemudian diencerkan menggunakan akuades menjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siap digunakan untuk perlakuan.

Pembuatan insektisida nabati tanaman sirkaya dengan pelarut air:
-Bagian A. squamosa segar sebanyak 100 g dicincang kemudian diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/ blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama 24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan selanjutnya larutan siap digunakan (Tohir, 2010). Ekstraksi dengan metode ini merupakan cara yang banyak diterapkan karena dianggap sangat efisien.
-Secara konvensional, untuk memperoleh ekstrak 4,5 liter diperlukan 7,5 kg biji.
-Ekstrak biji srikaya yang dibuat dengan eter atau petroleum eter akan dapat meningkatkan tingkat toksisitas pestisida sampai 50-100 kali lipat.


Serbuk daun srikaya diketahui dapat digunakan untuk mengendalikan hama gudang. Di Cina dan Filipina, tepung biji srikaya digunakan sebagai bahan insektisida. Laporan lain menyatakan bahwa 1% tepung srikaya yang dicampurkan dalam biji kacang hijau dapat mengendalikan hama gudang Callosobruchus analis dan dapat menghambat proses peletakan telur serangga hama pada biji kacang hijau.

Extrak biji sirkaya mampu mengendalikan OPT antara lain Ulat daun kubis, Aphis gosypii, Epilachna varivestris, Aedes aegypti, Acalimma vittatum, dan Drosophila melanogaster. Khasiat ekstrak heksan biji srikaya juga telah dilaporkan mempunyai efek racun perut pada larva C. bezziana (Wardhana et al, 2004). Efek racun kontaknya juga telah diteliti pada larva caplak Boophilus microplus (Wardhana et al ; 2005). Menurut Rukmana dan Yuyun (2002) biji srikaya mengandung zat annonain yang berperan sebagai pestisida nabati racun kontak terhadap serangga hama, misalnya Aphis fabal, Macrosiphoniella zanborry, M. Satonifolli, Sitophilus zeamais, S. Orizal, dan Tribolium costanum.


Hasil penelitian Sujanto et al. (1999) menunjukkan bahwa ekstrak biji A. squamosa cukup efektif mengendalikan hama kumbang kedelai Phaedonia inclusa. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Herminanto, et al (2004) yang menyatakan bahwa Ekstrak biji A. squamosa (Konsentrasi 15 cc/l) sangat nyata mempengaruhi pembentukan pupa dan imago hama krop kubis Crocidolomia Pavonana F. Peningkatan konsentrasi ekstrak menyebabkan berkurangnya pembentukan pupa dan imago, Perlakuan terhadap larva menyebabkan larva yang hidup menjadi lemah pada instar akhir dan fase prapupa sehingga ada yang gagal mengalami pupasi, demikian juga dengan imagonya. Larva yang mendapat perlakuan ekstrak biji A. squamosa menunjukkan gerakan lamban, tubuh berubah warna dari hijau menjadi kekuningan. Akibat lanjut, ukuran tubuh semakin menyusut, warna berubah menjadi coklat kehitaman dan akhirnya mati, dan menurut Sinaga (2010) kematian Callosobruchus chinensis dapat mencapai 100 % pada hari kedua pada konsentrasi 0,5 ml/100 g bahan uji. Ini berarti bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan kondisi tubuh larva semakin lemah dan berakibat turunnya nafsu makan sampai 97, 87 %. Londer dan Shanshen (1991) dalam Manuwoto et al., 1994) juga mengemukakan bahwa biji A. squamosa mengandung squamosin yang mempengaruhi perilaku serangga dan dapat menghambat aktivitas makan serangga pada konsentrasi tinggi. Mekanisme kerja annonain dan skuamosin yang terkandung dalam biji sirkaya telah dideteksi sampai taraf molekuler dan terbukti bersifat sitotoksik sehingga menimbulkan kematian sel. Kedua senyawa tersebut mampu menghambat transfer electron dengan cara menghalangi ikatan enzim NADH dengan ubiquinon dalam rantai transfer elektron pada proses respirasi sel. Penemuan ilmiah tersebut didukung juga dengan adanya laporan Chaves et al (2001) yang menyatakan bahwa golongan asetogenin mampu menghambat sintesis ATP di dalam mitokondria. Penyerapan insektisida yang mempunyai efek racun perut sebagian besar berlangsung dalam mesenteron (saluran pencernaan bagian tengah). Dinding mesenteron tersusun dari selsel epitelium yang terdiri dari dua lapis, yaitu senyawa lipida dan protein yang tersebar pada bagian-bagian tertentu dari lapisan lipida tersebut. Secara keseluruhan, selaput sel ini bersifat lipofilik (Prijono 1988).

Hasil penelitian yang lain melaporkan bahwa penggunaan eksrtak biji A. squamosa pada metode pencelupan dan pemberian pakan dapat membunuh 50 % Tribolium castaneum dengan LC 50nya 724 mL/L (Un, 2007). Berdasarkan hasil sebuah penelitian juga menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak biji sirkaya berpengaruh terhadap viabilitas rayap kayu kering(Cryptotermes cyanochepalus). Secara khusus ekstrak biji sirkaya (Annona squamosa L.) kaya dengan senyawa poliketida yang merupakan turunan dari anonain. Kelompok anonain ini diduga berperan aktif sebagai toksik terhadap rayap (Sartono 2003). Efek toksik terbagi menjadi 2 yaitu efek lokal dan efek sistemik. Efek lokal biasanya menyebabkan cedera pada tempat dimana bahan tersebut menempel dengan tubuh rayap seperti gangguan kerusakan pada sel-sel hidup, sedangkan efek sistemiknya yaitu setelah toksikan diserap dan tersebar ketubuh akan mempengaruhi beberapa organ sasaran seperti hati dan ginjal (Tandjung 1995). Untung (1996 dalam Titisari, 2000) menjelaskan, bahwa dalam sistem syaraf serangga antara sel syaraf dan sel otot terdapat synaps. Asetilkolin yang dibentuk oleh sistem syaraf pusat untuk menghantarkan impuls dari sel syaraf ke sel otot. Setelah impuls dihantarkan, proses dihentikan oleh enzim asetilkolinesterase yang memecah asetilkolin menjadi asetil ko-A dan kolin. Terhambatnya kerja dari enzim asetilkolinesterase sehingga terjadi penumpukan asetilkolin yang akan menyebabkan terjadinya kekacauan pada sistem penghantar impuls ke otot yang dapat berakibat otot kejang, terjadi kelumpuhan dan berakhir kematian.


Jenis pestisida nabati berkaitan erat dengan perannya dalam mengendalikan OPT. Beberapa jenis pestisida nabati yang mulai dikenal luas adalah insektisida, nematisida, fungisida (Wiratno et al. 2008), bakterisida (Sumastuti dan Pramono 2002), moluskisida (Wiratno et al. 2011), dan leismanisida nabati (Chan Bacab dan Pena Rodriguez 2001). Saat ini Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) sedang mengembangkan herbisida nabati untuk mengendalikan gulma yang banyak mengganggu tanaman budi daya.

Daun Annona squamosa juga berpotensi sebagai insektisida botani, ekstrak daun sirkaya terbukti efektif terhadap Tenebrio molitor stadium dewasa. Tenebrio molitor adalah sejenis kumbang yang banyak ditemui di bahan- bahan makanan berkarbohidrat tinggi, seperti tepung, beras, jagung, gaplek dan lain-lain. Serangga ini dianggap hama penting tidak hanya di dunia pertanian namun juga di dunia kesehatan. Selain merusak bahan- bahan makanan berkarbohidrat, serangga ini berlaku sebagai hospes perantara dalam siklus hidup Hymenolepis diminuta, sehingga serangga ini berperan dalam penularan cacing pita pada manusia. Menurut laporan Jeebhay et al. pada tahun 2005 serangga ini juga sebagai penyebab alergi pada pekerja gudang yang menunjukkan gejala asma. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun srikaya, semakin cepat juga daya bunuhnya terhadap T. molitor. Hal ini dimungkinkan karena semakin tingginya konsentrasi ekstrak daun A. Squamosa semakin tinggi pula kadar zat aktif squamosin dan asetogenin.

Penelitian terhadap A. squamosa pernah dilakukan oleh Amrita dan Singh pada tahun 2001 yang menguji efek molluscidal sirkaya terhadap Lymnaea acuminata. Dalam penelitiannya, bagian tumbuhan srikaya yang diuji yaitu bagian kulit kayu, biji, dan daun untuk mengetahui keefektifannya  sebagai  moluscidal. Hasilnya adalah bahwa biji srikaya lebih efektif dibandingkan daunnya, dan kulit kayu adalah yang paling tidak efektif.


Ekstrak etanolik baik dari daun maupun biji golongan Annonaceae telah banyak diteliti efikasinya terhadap beberapa serangga yang penting dalam kedokteran, termasuk nyamuk vektor. Berdasarkan laporan penelitian Leatemia and Isman pada tahun 2004, diantara ekstrak etanolik spesies golongan Annonaceae, A. squamosa mempunyai efek insektisida paling baik terhadap ulat dan larva nyamuk.

Pestisida nabati memiliki spektrum pengendalian yang luas dan dapat mengendalikan hama yang telah resisten terhadap insektisida sintetis. Karena tingkat toksisitasnya terhadap mamalia relatif rendah, pestisida nabati aman bagi kehidupan.

Insektisida nabati kembali mendapat perhatian menggantikan insektisida kimia sintetik karena relatif aman, murah, mudah aplikasinya di tingkat petani, selektif, tidak mencemari lingkungan, residunya relatif pendek (Oka, 1994), aman terhadap hewan bukan sasaran, dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping (Kardinan 2002).

Cara yang tepat dalam aplikasi pestisida harus disesuaikan dengan bentuk atau formulasi suatu pestisida. Dalam mengaplikasikan pestisida haruslah ada penyesuaian terhadap hama/penyakit sasaran, yaitu dengan mengetahui bagaimana cara hidupnya, apa kelemahan hama /penyakit tersebut serta cara kerja pestisida tersebut (kontak atau sistemik). Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Djojosumarto bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian OPT adalah hubungan antara jenis pestisida yang digunakan dengan OPT, karena tidak ada satu jenis pestisida untuk semua jenis OPT serta teknik aplikasi yang meliputi kepekaan sasaran dan waktu aplikasi. Pengguanaan dosis dibawah anjuran juga dapat mengakibatkan hama/ penyakit tidak mati serta mengakibatkan hama menjadi resisten, sedangkan waktu penyemprotan yang baik hendaknya dilakukan pada pagi hari sebelum jam 10 dan sore hari setelah jam 3, karena disaat-saat tersebut dipastikan belum banyak angin serta sinar matahari belum terik sehingga hama masih enggan bergerak.


Kelebihan maupun keunggulan pestisida nabati dibandingkan dengan pestisida sintetik menyebabkan minat terhadap pencarian dan pemanfaatan sumber senyawa pestisida dari tumbuhan semakin besar. Hal ini dimungkinkan selain karena tumbuhan merupakan gudang bahan kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif pestisida nabati, studi biokimia juga telah semakin berkembang serta didukung oleh sarana dan prasarana yang semakin canggih. Oleh karena itu, pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida tidak hanya sekedar meracik secara sederhana tetapi berkembang ke arah teknologi yang lebih maju.

Kelebihan pestisida alami :
-Murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani.
-Relatif aman terhadap lingkungan.
-Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman.
-Sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama.
-Kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain.
-Menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.

Pestisida nabati juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain yaitu bahan aktif yang dimilikinya mudah terurai sehingga pestisida jenis ini tidak tahan untuk disimpan dalam jangka waktu lama. Selain itu, daya kerja pestisida nabati relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering dibanding pestisida sintetis. Umumnya pestisida nabati mempunyai tingkat toksisitas rendah sehingga tidak langsung mematikan hama sasaran.

Pemanfaatan pestisida nabati di Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan, karena selain bahan bakunya melimpah di alam, proses pembuatannya tidak membutuhkan teknologi tinggi, cukup dengan kemampuan dan pengetahuan yang ada. Di lain pihak, karena bahan aktifnya berasal dari alam, pestisida nabati mudah terurai (bio-degradable) sehingga relatif aman bagi kehidupan.

Cara pengendalian OPT yang ramah lingkungan memang sudah mendesak diperlukan, sehingga strategi percepatan pemanfaatan pestisida nabati dalam jangka pendek maupun jangka panjang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Upaya jangka pendek dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada petani mengenai:
-Keunggulan dan kekurangan pestisida nabati sehingga petani menyadari sepenuhnya bahwa penggunaan pestisida nabati tidak memberikan efek langsung, namun mengendalikan OPT secara perlahan.
-Jenis-jenis tanaman di sekitar kebun yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pestisida nabati.
-Cara menyiapkan dan mengolah bahan tanaman sehingga siap diekstrak menjadi bahan aktif pestisida nabati.
-Cara memformulasi pestisida nabati yang murah dan mudah sehingga secara ekonomis terjangkau oleh petani.
-Cara memanfaatkan pestisida nabati yang benar sesuai dengan arahan para ahli demi tercapainya tingkat keberhasilan pengendalian OPT yang optimal.

Upaya jangka panjang memerlukan dukungan serius dari pemangku kebijakan untuk menekan pestisida kimia sintetis yang beredar di pasaran. Secara bertahap perizinan pendaftaran pestisida baru perlu dibatasi dan semua pestisida yang beredar di pasaran dievaluasi ulang terkait dengan resistensinya terhadap hama sasaran. Insektisida yang menunjukkan tingkat resistensi tinggi sebaiknya izin edarnya dipertimbangkan kembali untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat efek domino dari penggunaan pestisida sintetis yang diaplikasikan pada konsentrasi yang lebih tinggi.

Upaya yang tidak kalah penting adalah membantu penyuluh pertanian dalam mendampingi petani memproduksi dan memanfaatkan pestisida nabati. Peran penyuluh dalam memperkenalkan dan menyebarluaskan pemanfaatan pestisida nabati kepada petani menjadi sangat penting mengingat penyuluh adalah ujung tombak percepatan adopsi teknologi oleh petani. Melalui pendampingan terhadap penyuluh, diharapkan budi daya pertanian ramah lingkungan dapat segera menyebar luas kepada petani.

Dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan pengendalian hama dapat dievaluasi dengan dua cara yaitu evaluasi biologis dan evaluasi fisik. Evaluasi dikatakan berhasil bila sesudah pengaplikasian pestisida populasi OPT menurun, serangan OPT terhenti (tidak meluas) atau tanaman tidak lagi diserang OPT sama sekali dibandingkan dengan tanaman yang tidak diaplikasi, sedangkan evaluasi fisik yaitu untuk menilai tingkat keberhasilan penyemprotan yang telah dilakukan misalnya evaluasi parameter penyemprotan seperti penutupan (coverage), ukuran droplet, dan volume aplikasi.

Pestisida memang bukan pilihan utama dalam upaya mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Namun, jika pestisida terpaksa digunakan, pestisida harus dilakukan secara legal, benar, dan bijaksana. Jika ketentuan ini dilanggar, pestisida akan menjadi pedang bermata dua. Bagaimanapun pestisida merupakan racun yang bisa membahayakan pengguna dan lingkungan. Oleh karena itu, petani pengguna, petugas staf argokimia, siswa dan mahasiswa pertanian, serta masyarakat harus mendapat informasi yang jujur dan seimbang.


Saat ini teknik atau cara pengujian juga telah disesuaikan dengan daya kerja bahan aktif pestisida nabati dan OPT sasaran. Penelitian dan pengujian pestisida nabati yang dilakukan terhadap isolasi dan formulasi bahan aktif, uji toksisitas terhadap OPT sasaran. Toksisitas menurut Durham (1975) dalam Tandjung (1995) adalah kemampuan suatu molekul atau senyawa kimia menimbulkan perusakan pada bagian yang peka didalam maupun diluar mahluk hidup. Organisme tersebut dapat mengalami berbagai tingkat kerusakan alat dan sistem organ. Tingkat racun (toksin) suatu bahan kimia diukur dengan besarnya kadar atau konsentrasi bahan yang dapat menimbulkan efek pada organisme. Uji toksisitas dipakai untuk menentukan tingkat racun tersebut. Setiap toksikan dalam tubuh dapat menimbulkan suatu efek toksik. Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran maupun mekanisme kerjanya. Tidak terjadinya respon toksik tergantung pada sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut, situasi pemaparan dan kerentanan sistem biologis dari subyek. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan tehadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk kedalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan (Ahmad 2004).

Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran dan mekanisme kerjanya karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya. Antara lain yaitu:
Fisiologis dari organismenya
Proses fisiologis yag terjadi pada setiap organisme turut berpengaruh terhadap daya toksik pestisida dalam tubuh organisme. Ada organisme yang mempunyai kemampuan menetralisir pestisida sampai pada konsentrasi tertentu. Sementara itu, ada pula organisme lain yang tidak memiliki kemampuan untuk menetralisir daya racun dari pestisida yang masuk kedalam tubuhnya. Adanya perbedaan kemampuan dalam menetralisir daya toksik tersebut, disebabkan masing- masing spesies memiliki batas kisaran toleransi yang berbeda-beda antara satu spesies dengan lainnya.

Kondisi organismenya
Masing-masing individu memiliki daya tahan individu yang ditentukan antara lain oleh umur, jenis kelamin, status nutrient dan ada tidaknya stress. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap daya toksik pestisida tergantung dari kondisi organisme yang bersangkutan.

Kemampuan beraklimasi terhadap bahan
Kemampuan setiap organisme dalam beraklimasi terhadap adanya perubahan lingkungan berbeda satu dengan lainya. Ada organisme yang mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan sehingga mampu bertahan hidup. Dan, organisme yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan akan mengalami kematian.

Uji persintensi formula aktif pestisida nabati juga perlu dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan keefektifannya terhadap OPT sasaran, ekonomis, mempunyai nilai tambah, dan ketersediaan teknologi. Hasil penelitian dan pengujian tersebut, menghasilkan beberapa produk formulasi pestisida nabati yang dilisensi. Produk ini akan memudahkan petani dalam memilih, mendapatkan dan menggunakan pestisida nabati sesuai dengan OPT sasaran. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang optimal maka penggunaan pestisida nabati sebaiknya ditujukan untuk mencegah terjadinya serangan OPT bukan untuk tindakan pengendalian.

Penggunaan pestisida nabati harus merupakan bagian terintegrasi dari usaha pengendalian hama untuk meminimalisir dampak negatif terhadap kesehatan manusia, serangga yang menguntungkan seperti musuh alami, penyerbuk, organisme bukan sasaran dan lingkungan.

Potensi pestisida nabati apabila dikembangkan akan memperoleh hasil pengendalian OPT yang murah dan tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan baik bagi pekerja, hewan, maupun lingkungan. Oleh karena itu, dalam pengembangan potensi pestisida nabati tersebut diperlukan usaha keras dari semua pihak antara lain lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang berkewajiban untuk melakukan penelitian dasar mulai aspek kimia sampai formulasinya dan komitmen dari industri bahan perlindungan tanaman dalam membantu mengembangkan. Pestisida nabati bisa dibuat secara sederhana/tidak memerlukan teknologi tinggi yaitu dengan menggunakan hasil perasan, ekstrak atau rendaman atau rebusan bagian tanaman atau tumbuhan baik berupa daun, batang, akar, umbi, ataupun buah. Pestisida nabati ini dapat dibuat secara besar-besaran jika dikerjakan dengan teknologi tinggi atau skala industri. Apabila dibandingkan dengan pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relatif lebih murah dan aman (Sartono 2003).

Indonesia merupakan negara yang memiliki keaneka- ragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brasil (Hitipeuw 2011). Sebanyak 10% dari seluruh tanaman berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi menjadi salah satu negara produsen pestisida nabati terbesar di dunia. Kesadaran dalam memanfaatkan pestisida nabati di Indonesia diharapkan dapat menekan kasus keracunan pada petani, konsumen, dan organisme bukan sasaran serta menghasilkan produk pertanian yang bebas residu pestisida.



*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.

pasang iklan disini




loading...