Loading...
Indonesia merupakan negara yang
memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah. Hampir semua flora dan fauna dapat
ditemukan di Indonesia. Selain itu Indonesia juga memiliki hutan tropis yang
sangat luas, sehingga pantas jika Indonesia disebut sebagai salah satu negara
paru-paru dunia. Selain itu, dari berbagai flora dan fauna di Indonesia juga
memiliki banyak manfaat, baik di bidang ekonomi, budaya, maupun kesehatan.
Indonesia sebagai negara yang
kaya Sumber Daya Alam seharusnya memiliki penduduk yang hidup secara makmur.
Karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sudah terjamin oleh Sumber Daya Alam
yang melimpah. Akan tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang hidupnya belum
layak. Bahkan karena desakan ekonomi banyak penduduk Indonesia yang tidak
memperhatikan kesehatannya. Sehingga sangat mudah untuk terserang penyakit.
Bahkan karena SDM yang masih rendah, maka sebagian besar penduduk Indonesia
belum mau untuk melakukan penelitian terhadap tanaman di lingkungan sekitarnya.
Peningkatan produksi tanaman juga merupakan salah tujuan
dalam program pertanian. Agar tanaman tidak dirusak oleh hama dan penyakit
salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan pestisida. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan sandang, pangan, dan
papan, petani semakin dituntut memaksimalkan potensi lahannya dengan
meningkatkan penggunaan input usaha tani. Salah satu input penting adalah
pestisida yang berguna untuk menekan serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT). Penggunaan pestisida sintetis di Indonesia berkembang sangat pesat. Pada
tahun 2002 tercatat ada 813 nama dagang pestisida yang terdaftar untuk
dipasarkan, namun pada tahun 2013 meningkat tajam menjadi 2.810 nama dagang
(Direktorat Pupuk dan Pestisida 2002; 2013).
Masalah pangan yang mencukupi
dan bebas dari penyakit sudah menjadi pemikiran manusia sejak dahulu. Sebab,
peningkatan derajat kesehatan tidak terlepas kaitannya dengan konsumsi bahan
pangan yang berkualitas, bernilai gizi tinggi dan aman, yakni tidak terdapatnya
benda asing yang dapat merusak kesehatan. Semakin meningkatnya kesadaran
konsumen terhadap keamanan pangan mendorong konsumen untuk selektif memilih
bahan pangan (Naria, 1994).
Pemakaian pestisida sintesis berawal dari pelaksanaan
program intensifikasi pertanian yang berorientasi pada peningkatan hasil panen
yang sebesar- besarnya. Berkembangnya penggunaan pestisida sintesis yang
dinilai praktis oleh para petani dan pecinta tanaman untuk mencegah tanamannya
dari serangan hama, ternyata membawa dampak negatif yang cukup besar bagi
manusia dan lingkungan. Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) tercatat bahwa
di seluruh dunia terjadi keracunan pestisida antara 44.000 - 2.000.000 orang
setiap tahunnya. Adanya dampak negatif dari penggunaan pestisida sintetis termasuk
juga dapat meningkatkan daya tahan hama terhadap pestisida (resistansi hama itu
sendiri), membengkaknya biaya perawatan akibat tingginya harga pestisida dan
penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan keracunan bagi manusia dan
ekosistem lingkungan menjadi tidak stabil / tidak seimbang. Bahkan wadah bekas
pestisida sering dibuang disembarang tempat. Pemakaian pestisida sering tidak
bijaksana, dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang- kadang ditingkatkan
hingga melampaui batas yang disarankan, dengan asumsi dosis yang rendah sudah
tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Pestisida merupakan bahan
kimia, campuran bahan kimia, atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada
dasarnya pestisida itu bersifata racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun
itulah pestisida dibuat, dijual, dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman). Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena
itu, ketidak-bijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan
dampak negatif.
Menurut Munarso et al., (2006), Penggunaan pestisida pada
tanaman sayuran di dataran tinggi tergolong sangat intensif, hal ini terutama
disebabkan kondisi iklim yang sejuk dengan kelembaban udara dan curah hujan
yang tinggi menciptakan kondisi yang baik untuk perkembangbiakan hama dan
penyakit tanaman. Namun apabila penggunaan pestisida yang tidak tepat baik
secara jenis, waktu, dosis, cara, dan sasaran akan menimbulkan pencemaran dan
berdampak pada kesehatan.
Kendala yang sering dihadapi oleh petani adalah keberadaan
hama yang menyerang tanaman holtikultura. Organisme pengganggu tanaman
holtikultura adalah semua jenis organisme yang dapat menurunkan atau merusak
hasil tanaman holtikultura. Organisme pengganggu tanaman ini umumnya dibedakan
menjadi gulma, hama dan mikroorganisme patogenik yang menyebabkan penyakit
tanaman. Hama pada prinsipnya adalah herbivora yang memangsa tanaman budidaya
sehingga menyebabkan penurunan hasil atau mengurangi nilai estetika tanaman
tersebut. Tidak semua herbivora tergolong hama, karena tidak semua herbivora
memangsa tanaman budidaya. Hama kadangkala merupakan jenis serangga yang pada
kondisi normal hanya menimbulkan kerusakan yang tidak serius pada tanaman
budidaya, tetapi jika terjadi ledakan populasinya baru akan menyebabkan
penurunan secara nyata. Ledakan populasi hama ini dapat terjadi karena keadaan
iklim atau kesalahan pengelolaan oleh manusia.
Petani benar-benar dirangsang untuk menggunakan pestisida
secara besar-besaran. Pada saat pelaksanaan program intensifikasi pertanian
digiatkan, subsidi pemerintah terhadap pestisida mencapai 80%, sehingga harga
pestisida menjadi sangat murah, terlebih lagi dengan adanya kemudahan
memperoleh kredit. Program penyuluhan pertanian pun selalu merekomendasikan
penyemprotan pestisida secara berkala tanpa melihat ada tidaknya hama yang
menyerang tanaman, sehingga penyemprotan bisa dilakukan setiap minggu sepanjang
musim tanam.
Pestisida yang terdapat pada tanaman dapat terserap bersama
hasil panen berupa residu yang dapat terkonsumsi oleh konsumen. Residu
pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian bahan
pangan atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung
dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup juga senyawa turunan pestisida,
seperti senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi dan zat
pengotor yang dapat bersifat toksik (Sakung, 2004). Residu pestisida sintesis
sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida,
residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun.
Serangan merupakan bentuk aktifitas Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) untuk menimbulkan kerusakan pada tanaman, sedangkan kerusakan
adalah efek dari aktifitas OPT pada tanaman dan biasanya ditinjau dari segi
fisiologi dan ekonomis. Kerusakan tanaman karena serangan OPT sangat beragam
tergantung pada gejala serangannya, sehingga dikenal kerusakan mutlak dan tidak
mutlak. Kerusakan mutlak adalah kerusakan yang terjadi secara permanen/keseluruhan
pada tanaman dan bagian tanaman yang akan dipanen, misalnya kematian seluruh
jaringan tanaman dan layu, pembusukan ataupun rusaknya sebagian jaringan
tanaman sehingga tanaman atau bagian tanaman tersebut tidak produktif lagi. Sedangkan
kerusakan yang dianggap tidak mutlak, yaitu kerusakan yang terjadi pada sebagian
tanaman seperti daun, bunga, buah, ranting, cabang, dan batang.
Pestisida adalah sebutan untuk semua jenis obat (zat/bahan kimia)
pembasmi hama yang ditunjukkan untuk melindungi tanaman dari serangga-serangga,
bakteri, virus, dan hama lainnya seperti tikus, bekicot, dan nematode (cacing)
serta zat pengatur tumbuh pada tumbuhan di luar pupuk. Pestisida juga merupakan
racun untuk memberantas atau untuk mencegah fungi, ulat dan hama penghisap yang
menyerang tanaman, juga digunakan untuk memberantas tanaman pengganggu dan
sebagainya. Pestisida tersusun dan unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari
105 unsur. Namun yang sering digunakan sebagai unsur pestisida adalah 21 unsur.
Unsur atau atom yang lebih sering dipakai adalah carbon, hydrogen, oxigen,
nitrogen, phosphor, chlorine dan sulfur. Sedangkan yang berasal dari logam atau
semi logam adalah ferum, cuprum, mercury, zinc dan arsenic. Setiap pestisida
mempunyai sifat yang berbeda. Sifat pestisida yang sering ditemukan adalah
daya, toksisitas, rumus empiris, rumus bangun, formulasi, berat molekul dan
titik didih.
Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan
jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam
bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya,
dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular)
penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang
perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.
Pestisida berasal dari kata
pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata caedo berarti pembunuh.
Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Menurut
peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, pestisida adalah campuran bahan kimia
yang dapat digunakan untuk mencegah, membasmi, memusnahkan, menolak dan
mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk
serangga bentuk hewan atau tanaman dan mikroorganisme pengganggu dengan tujuan
kesejahteraan manusia. Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat
pestisida, maka pestisida dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu :
Pestisida Sintetik,
yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia.
Pestisida Nabati,
yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Pestisida Biologi,
yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia yaitu jamur,
bakteri atau virus.
Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat
diselamatkan berkat penggunaan pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan
pestisida sangat besar dan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan
dalam bidang pertanian. Usaha intensifikasi pertanian yang dilakukan dengan
menerapkan berbagai teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas unggul,
perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan perubahan ekosistem yang
sering diikuti oleh meningkatnya problema serangan jasad pengganggu. Demikian
pula usaha ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang
berarti melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya
masalah serangan jasad pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan
untuk melawan jasad pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida.
Memang tersedia cara lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang
memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang besar, hanya dapat
dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak dapat diharapkan efektifitasnya.
Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil
yang disebabkan oleh jasad pengganggu.
Pengendalian hama secara kimia
sintetis memang sering dilakukan oleh petani, karena dianggap memberikan hasil
yang cepat terlihat. Namun, tanpa disadari penggunaannya mengakibatkan efek
samping yang sangat membahyakan dalam jangka waktu yang lama.
Intensifikasi penggunaan
pestisida kimia sintetis pada kenyataannya mengakibatkan berbagai dampak yang
tidak diinginkan, antara lain terjadinya kerusakan ekosistem lahan pertanian
akibat terganggunya populasi flora dan fauna (Regnault-Roger 2005).
Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan
pestisida kimia, maka telah dibuat kesepakatan internasional untuk
memberlakukan pembatasan penggunaan bahan-bahan kimia pada proses produksi
pestisida kimia sintetik. Berdasarkan kebijakan internasional, pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan ditingkat nasional dalam perlindungan tanaman
dengan menggalakkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Penggunaan insektisida yang beraneka ragam dengan konsentrasi
tinggi serta interval penyemprotan yang terlalu dekat dapat menimbulkan efek
residu pestisida sehingga dapat mengurangi harga saing ekspor. Dampak negatif
yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana antara lain
adalah terjadinya resistensi hama, resurgensi hama sasaran dan residu
pestisida. Penggunaan insektisida secara terus menerus juga akan merusak lingkungan
atau agroekosistem. Selain itu juga kandungan pestisida pada sayuran menjadi sangat
tinggi sehingga sangat cukup membahayakan para konsumen.
Penggunaan insektisida sintetis
yang tidak sesuai dengan fungsi dan ukurannya menimbulkan masalah berupa
kandungan residu insektisida pada komoditi bahan pangan, yang pada akhir dapat
membahayakan kesehatan masyarakat (Naria, 1994). Residu insektisida yang
terdapat dalam rantai makanan dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia
yakni menyebabkan keracunan bahkan kematian. Selain itu, berbagai penelitian
menunjukkan bahwa pestisida dapat memberikan efek jangka panjang yakni
menyebabkan kanker, gangguan kesehatan reproduksi pria dan wanita, kelainan
syaraf, merusak sistem kekebalan tubuh, dan Parkinson (Emmy L.S, 1995).
Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida sintesis
ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan
produksi pertanian, tersembunyi bahaya yang mengerikan. Para ilmuwan telah
menyadari bahwa dibalik kemudahan dan keunggulan pestisida sintesis,
tersembunyi biaya mahal yang harus ditanggung oleh manusia di berbagai belahan
bumi. Bahaya yang dimaksud adalah pencemaran lingkungan dan keracunan. Menurut
WHO sekitar 5.000-10.000 orang per-tahun mengalami dampak yang sangat fatal,
seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan, dan penyakit liver. Berbagai jenis
pestisida terakumulasi di tanah dan air yang berdampak buruk terhadap
keseluruhan ekosistem, beberapa spesies katak jantan di Amerika Serikat
dilaporkan mengalami perubahan genetic menjadi berkelamin ganda (hermaprodit)
akibat keracunan Atrazin (bahan aktif herbisida yang sangat banyak dipakai di
AS) dan telah terakumulasi pada tanah dan air (Intisari, Juli 2002). Tragedi
Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk
produksi pestisida sintesis.Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor
dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi
itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang
dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah
produksi insektisida sintesis.
Meningkatnya kesadaran
masyarakat dunia akan produk pertanian yang bebas residu pestisida mendorong
para ahli mempelajari kemungkinan substitusi penggunaan pestisida sintetis
dengan pestisida nabati. Penggunaan pestisida sintetis selain meninggalkan
residu yang berbahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan, juga menyebabkan
resistensi dan resurgensi hama, terbunuhnya musuh alami baik serangga parasit
maupun predator, dan mengakibatkan pencemaran air, tanah serta udara yang pada
akhirnya dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Awalnya, manusia menggunakan
pestisida nabati dalam pembasmian hama namun sejak ditemukannya dikloro difenil
trikloroetan (DDT) tahun 1939 yang telah memberikan hasil yang cepat dan
efektif sehingga meningkatkan kepercayaan para petani terhadap pestisida
sintetik yang akhirnya menimbulkan ketergantungan serta memberikan efek negatif
terhadap kesehatan konsumen dan kerusakan lingkungan karena dapat mengakibatkan
akumulasi bahan - bahan yang berbahaya di alam dan pada akhirnya akan berdampak
pada organisme non target.
Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih
dahulu. Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar,
kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh
formulator baru diberi nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering
dijumpai:
Cairan
Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida
yang di belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution),
WSC (water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di
depan singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase
bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90% berarti pestisida tersebut
tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen,
yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut
bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air.
Butiran
Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang
pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam
untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya
terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa
serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25%, dengan
ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila
dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama
dagang biasanya tercantum singkatan G atauWDG (waterdispersiblegranule).
Debu
Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas
bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida
formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya
berkisar 10-40% saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat
mengenai sasaran (tanaman).
Tepung
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri
atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya
50-75%). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama
dagang singkatanWP (wettablepowder) atau WSP (watersolublepowder).
Oli
Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan
SCO (solluble concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak
seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan
ULV (ultra low volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering
digunakan pada tanaman kapas.
Fumigansia
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap,
gas, bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang
penyimpanan.
Penggunaan pestisida sintetis
dilaporkan meninggalkan residu dalam tanah hingga bertahun-tahun setelah
pemakaian, sehingga mengurangi daya dukung lahan akibat menurunnya populasi
mikro-organisme pengurai bahan organik yang hidup di dalam tanah. Kondisi ini
diperparah dengan meningkatnya resistensi hama tanaman akibat penggunaan
insektisida yang berlebihan. Timbulnya resistensi hama memaksa petani menambah
dosis insektisida yang diaplikasikan sehingga semakin memperparah paparan
residu insektisida pada tubuh petani maupun konsumen. Kasus keracunan
insektisida di Indonesia pada tahun 2001–2005 cukup tinggi. Dari 4.867 kasus
keracunan, 3.789 orang dilaporkan meninggal dunia.
Penggunaan pestisida kimia
pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2500 SM) yaitu
pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Penggunaan bahan
kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai
digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17
nikotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai
insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu,
pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar
tuba Derris eliptica (Ware,1983).
Pada tahun 1874 Othmar Zeidler
adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl
Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli
kimia Swiss, Paul Hermann Muller. Kemudian pada tahun 1940 mulai dilakukan
produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas.
Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun
1950 dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya (Sudarmo,
1987).
Memilih
pestisida
Di pasaran banyak dijual formulasi pestisida yang satu sama
lain dapat berbeda nama dagangnya, walaupun mempunyai bahan aktif yang sama.
Untuk memilih pestisida, pertama yang harus diingat adalah jenis jasad
pengganggu yang akan dikendahikan. Hal tersebut penting karena masing-masing
formulasi pestisida hanya manjur untuk jenis jasad pengganggu tertentu. Maka
formulasi pestisida yang dipilih harus sesuai dengan jasad pengganggu yang akan
dikendalikan. Untuk mempermudah dalam memilih pestisida dapat dibaca pada
masing-masing label yang tercantum dalam setiap pestisida. Dalam label tersebut
tercantumjenis-jenis jasad pengganggu yang dapat dikendahikan. Juga tercantum
cara penggunaan dan bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan.
Untuk menjaga kemanjuran pestisida, maka sebaiknya belilah
pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleb Departemen Pertanian yang
dilengkapi dengan wadah atau pembungkus asli dan label resmi. Pestisida yang
tidak diwadah dan tidak berlabel tidak dijamin kemanjurannya.
Menyimpan
pestisida
Pestisida senantiasa harus disimpan dalam keadaan baik,
dengan wadah atau pembungkus asli, tertutup rapat, tidak bocor atau rusak.
Sertakan pula label asli beserta keterangan yang jelas dan lengkap. Dapat
disimpan dalam tempat yang khusus yang dapat dikunci, sehingga anak-anak tidak
mungkin menjangkaunya, demikian pula hewan piaraan atau ternak. Jauhkan dari
tempat minuman, makanan dan sumber api. Buatlah ruang yang terkunci tersebut
dengan ventilasi yang baik. Tidak terkena langsung sinar matahari dan ruangan
tidak bocor karena air hujan. Hal tersebut kesemuanya dapat menyebabkan penurunan
kemanjuran pestisida.
Untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu pestisida tumpah,
maka harus disediakan air dan sabun detergen, beserta pasir, kapur, serbuk
gergaji atau tanah sebagai penyerap pestisida. Sediakan pula wadah yang kosong,
sewaktu-waktu untuk mengganti wadah pestisida yang bocor.
Menggunakan
pestisida
Untuk menggunakan pestisida harus diingat beberapa hal yang
harus diperhatikan:
-Pestisida digunakan apabila diperlukan.
-Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan
pestisida.
-Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label.
-Anak-anak tidak diperkenankan menggunakan pestisida,
demikian pula wanita hamil dan orang yang tidak baik kesehatannya.
-Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida
dapat terserap melalui luka.
-Gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan
kaki, sarung tangan, sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan rambut dan
atribut lain yang diperlukan.
-Hati-hati bekerja dengan pestisida, lebih-lebih pestisida
yang konsentrasinya pekat. Tidak boleh sambil makan dan minum.
-Jangan mencium pestisida, karena pestisida sangat berbahaya
apabila tercium.
-Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida
dilakukan di tempat terbuka. Gunakan selalu alat-alat yang bersih dan alat
khusus.
-Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang
dianjurkan. Jangan berlebih atau kurang.
-Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu
macam, kecuali dianjurkan.
-Jangan menyemprot atau menabur pestisida pada waktu akan
turun hujan, cuaca panas, angin kencang dan arah semprotan atau sebaran
berlawanan arah angin. Bila tidak enak badan berhentilah bekerja dan istirahat
secukupnya.
-Wadah bekas pestisida harus dirusak atau dibenamkan, dibakar
supaya tidak digunakan oleh orang lain untuk tempat makanan maupun minuman.
-Pasanglah tanda peringatan di tempat yang baru diperlakukan
dengan pestisida.
-Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus
dibersihkan, demikian pula pakaian-pakaian, dan mandilah dengan sabun sebersih
mungkin.
Petani selama ini tergantung
pada pengendalian secara kimiawi untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Untung (1996) mengemukakan bahwa aplikasi insektisida kimia sintetik yang
kurang bijaksana dan tidak sesuai dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat
memberikan berbagai dampak negatif seperti terjadinya resistensi hama,
resurjensi, munculnya hama sekunder, terbunuhnya organisme bukan sasaran,
adanya residu insektisida pada bahan makanan, pencemaran lingkungan, dan bahaya
pada pemakai (Gapoktan, 2009). Untuk mengoptimalkan dampak tersebut dapat
dilakukan dengan memanfaatkan bahan alam yang ramah lingkungan sebagai
alternatif, salah satunya penggunaan insektisida alami sebagai altrnatif
(Listiyati dkk., 2012).
Pestisida nabati merupakan
pestisida yang memiliki bahan aktif yang dihasilkan dari tanaman dan memiliki
fungsi sebagai pengendali hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Bahan aktif
pestisida nabati berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun,
batang atau buah. Bahan-bahan tersebut diolah menjadi berbagai bentuk, antara
lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak yang merupakan hasil pengambilan
cairan dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan
digunakan sebagai pestisida. Karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis
pestisida ini mudah terurai di alam sehingga residunya mudah hilang, maka
relatif aman bagi manusia (Samsudin, 2008). Pestisida nabati memiliki beberapa
fungsi, antara lain:
Repelant,
yaitu menolak kehadiran serangga, misalnya dengan bau yang menyengat.
Antifidant,
mencegah serangga makan tanaman yang disemprot, merusak perkembangan telur,
larva, pupa, menghambat reproduksi serangga betina, racun syaraf, mengacaukan
sistem syaraf di dalam tubuh serangga.
Atraktan,
yaitu pemikat serangga, yang dapat dipakai sebagai perangkap serangga,
mengendalian jamur atau bakteri (Gapoktan, 2009).
Cara kerja pestisida:
-Pestisida
kontak, berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasran.
-Pestisida
fumigan, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena
uap atau gas.
-Pestisida
sistemik, berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman
melalui jaringan. Hama akan mati jika mengisap cairan tanaman.
-Pestisida
lambung, berarti mempunyai daya
bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.
Pestisida nabati juga memiliki berbagai
macam jenis berdasarkan fungsi mengendalikan hama seperti insektisisda,
bakterisida, akarisida dan lain-lain. Penggunaan insektisida nabati dilakukan
sebagai alternatif untuk mengendalikan hama tanaman sehingga tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan seperti penggunaan pestisida kimia (Tohir, 2010).
Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995 menyatakan bahwa
pemanfaatan agens pengendali hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati
sebagai komponen utama dalam sistem PHT. Pestisida nabati merupakan pestisida
yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Tumbuhan banyak mengandung bahan
kimia yang dapat digunakan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme
pengganggu.
Penggunaan rodentisida,
moluskisida, akarisida, dan nematisida sintetis yang kurang bijaksana disinyalir
mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan bagi lingkungan. Oleh karena itu,
sudah saatnya dicari bahan pengendali hama yang efektivitasnya setara dengan
pestisida sintetis namun lebih aman bagi organisme hidup maupun lingkungan. Dengan
demikian secara perlahan akan tercipta keseimbangan ekologi yang
berkesinambungan. Selanjutnya, petani maupun pengusaha diharapkan mampu
mengembangkan pestisida yang ramah lingkungan, antara lain dengan memanfaatkan
senyawa sekunder tanaman sebagai bahan aktif pestisida. Pestisida dengan bahan
aktif yang bersumber dari tanaman dikenal sebagai pestisida nabati
(Regnault-Roger 2005).
Kasumbogo untung menyatakan bahwa pengguanaan pestisida
sintetis dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan
alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus di tekan seminimal
mungkin. Indiyani dan Gothama melanjutakan untuk mengatasi hal tersebut telah
dianjurkan untuk menggunakan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) dengan
salah satu komponen adalah pengendalian hayati.
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah penggunaan pestisida nabati. Penggunaan pestisida nabati selain dapat
mengurangi pencemaran lingkungan, harganya lebih murah dibandingkan penggunaan
pestisida sintetis atau kimia (Murtidjo, 2003).
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak
essensial bagi pertumbuhan organisme, yang ditemukan dalam bentuk unik atau
berbeda-beda antara spesies satu dengan spesies lainnya. Berbagai senyawa
metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau bahan untuk membuat obat,
pestisida dan insektisida. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi
pencemaran lingkungan, harganya relatif murah.
Menurut Kardinan (2002), pada
pertanian organik saat ini mulai banyak dikembangkan pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) dengan menggunakan pestisida nabati yang berasal dari
tumbuhan yang banyak terdapat di alam. Teknik pengendalian ini merupakan
alternatif pemecahan terhadap permasalahan
pestisida sintetis yang telah mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem
lingkungan. Selain relatif mudah dibuat dan tidak mahal, pestisida nabati
merupakan salah satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan karena
selain bahan dasarnya berasal dari tumbuh-tumbuhan, pestisida nabati juga
memiliki sifat mudah terurai di alam.
Pemanfaatan pestisida nabati
diyakini mampu menjawab permasalahan tersebut karena tersusun dari senyawa
tanaman yang mudah terurai. Hasil penelitian mengindikasikan spesies-spesies
tanaman yang tumbuh di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama
dan penyakit tanaman.
Selama ini kenikir sering
dipandang sebagai semi tanaman liar. Pertumbuhannya yang cepat dan cenderung
rimbun, membuat banyak yang menganggapnya mengganggu keindahan. Padahal jika
dirawat dengan benar, kenikir sebagai tanaman hias akan menambah estetika
pekarangan rumah karena warna bunganya yang kuning terang. Selain itu, kenikir
ternyata juga bisa dimanfaatkan sebagai pengendali hama tanaman.
Kenikir (Tagesta erecta)
merupakan anggota dari Asteraceae. Tanaman ini termasuk tumbuhan perdu yang
tingginya bisa mencapai 1 meter. Selain kuning, bunganya ada pula yang berwarna
ungu, putih, oranye dan merah. Sementara daunnya majemuk dan bertangkai
panjang, sekilas mirip daun seledri. Ketika diremas, daun kenikir mengeluarkan
bau menyengat.
Di Pulau Jawa kenikir sangat
mudah ditemui karena ditanam mulai dari dataran rendah hingga pegunungan. Bisa
jadi ini berkaitan dengan budaya makan masyarakat Jawa yang doyan lalap. Kenikir
sering dijadikan tambahan sayur untuk pecel atau dikonsumsi mentah sebagai lauk
pendamping. Banyak yang beranggapan bahwa daun kenikir berkhasiat untuk
kesehatan serta mendorong nafsu makan.
Kenikir, dalam tataran Sunda
tanaman ini kerap dimanfaatkan sebagai lalapan. Daun tanaman ini punya aroma
harum yang khas. Tanaman yang dalam bahasa latin juga disebut Cosmos caudatus
ini kaya akan kandungan kimia yang bermanfaat, seperti saponin, flavonoid
polifenol dan minyak atsiri. Manfaat kandungan kenikir tersebut bisa menambah
nafsu makan, memperkuat lambung, dan kandungan minyak atsirinya mampu mengusir
nyamuk dan serangga lainya.
Bunga kenikir memiliki bau
khas.Tanaman ini tumbuh liar dan ada juga yang rutin ditanam petani. Kenikir
juga dimanfaatkan sebagai refugia yang dalam bahasa Spanyol (bentuk feminin
dari refugio) dan jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris berarti shelter.
Refugia berada di kawasan dengan vegetasi di dalam atau sekitar lahan pertanian
yang berfungsi sebagai sumber kehidupan musuh alami. Pembentukan refugia
berpotensi menjadi mikrohabitat bagi musuh alami. Ia menjadi rumah, tempat
transit, tempat perlindungan, sumber pakan bagi musuh alami, seperti predator
dan parasitoid.
Tanaman refugia akan bermanfaat
pula pada kenaikan jumlah panen petani karena mampu mengurangi serangan hama,
”Dahulu sekali terkena hama, bisa 80% kena serangan hama, sekarang tinggal
26,6% saja sejak ada bunga (refugia kenikir),” kata Sucipto, petani dari
Kabupaten Banyumas, ada kenaikan produksi walau sedikit, sekitar dua sampai
empat kuintal dalam satu kali panen. Persisnya, dari 6,3 ton jadi 6,5 ton.
”Kalau kenaikan produksi gak menyolok, ya gak papa, tapi biaya produksi bisa
sangat ditekan.” Tambahnya.
Melihat perannya yang mampu
mengusir nyamuk dan serangga, daun kenikir pun telah terbukti mampu
mengendalikan hama yang menyerang tanaman sayuran, terutama untuk mengendalikan
ulat daun. Karenanya, tidak sedikit petani yang memanfaatkan daun kenikir
sebagai bahan pestisida nabati. Bunga kenikir efektif dalam pencegahan nematoda
pengganggu tanaman (Meloidogyne sp., Pratylenchus sp., dan lain-lain) sehingga
digunakan sebagai tanaman tumpang sari, penangkal serangga, herbisida, dan anti
jamur. Minyak atsiri dari bunga kenikir efektif menghambat pertumbuhan bakteri, anti jamur pada
Saprolegnia ferax, dan sebagai larvasida. (Martosupono et al., 2009).
Sebenarnya bukan hal baru.
Sejak dahulu masyarakat di sejumlah daerah bahkan sengaja menanam kenikir di
sela tanaman inti, atau sebagai tanaman pagar, dengan maksud untuk mengusir
serangga (hama) pengganggu. Cara sederhana ini diakui terbukti mampu menghalau
hama, termasuk yang menyerang padi maupun tanaman kebun, seperti jagung dan
umbi-umbian.
Cara pembuatan pestisida nabati kenikir:
Bahan :
500 gram daun kenikir.
Deterjen.
1 liter air.
Cara Membuat:
Haluskan daun kenikir
menggunakan blender.
Rendam campuran keduanya dalam
1 liter air selama semalam, aduk secara berkala. Kemudian peras dan saring.
Campurkan hasil perasan dengan
sedikit detergen. Gunakan perbandingan 1 sendok teh detergen setiap 1 liter
larutan.
Aplikasi :
Encerkan 500 ml campuran
larutan dengan 10 liter air. Aplikasikan pada tanaman yang ditanam di lahan
seluas 100-200 m2.
Komposisi tersebut dapat
disesuaikan dengan OPT sasaran dan berdasarkan pengalaman petani di lapangan.
Makin kecil OPT sasaran, porsi minyak nabati dapat dikurangi. Hal penting
lainnya yang perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan efektivitas formula dalam
mengendalikan OPT adalah komposisi detergen di dalam formula harus sedemikian
rupa, sehingga formula dapat teremulsi sempurna di dalam air.
Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan
untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Detergen
merupakan garam Natrium dari asam sulfonat, yang mengandung surfaktan dan
linier alkil benzene sulfonate yang bersifat karsinogenik yang dapat membunuh
hama. Detergen bermanfaat
mengemulsikan komponen minyak dalam formula sehingga saat pestisida dicampur dengan
air, seluruh bahan yang terkandung dalam formula dapat teremulsi dengan
sempurna dan saat diaplikasikan dapat menyebar merata ke seluruh permukaan
tanaman. Detergen juga dapat mencuci lapisan lilin yang menyelimuti kulit
serangga, sehingga meningkatkan efektivitas formula karena bahan aktif
pestisida nabati lebih mudah menembus tubuh OPT sasaran.
Minyak atsiri dan alkaloid yang
terkandung dalam daun kenikir bersifat toksin pada larva ulat penggulung daun (L.
indica). Martosupono, (2009) menyatakan bahwa daun kenikir mengandung minyak
atsiri sebanyak 8,7 % serta kandungan alkaloid berkisar 80 %.
Senyawa alkaloid yang terkandung dalam cairan perasan tersebut diduga dapat
mengganggu proses makan, menghambat pertumbuhan larva menjadi pupa,
mempengaruhi syaraf dan otot (Departemen
Pertanian, 1994 dalam Kardinan, 1994) sehingga gerakan larva menjadi lamban dan
aktivitas makannya menjadi menurun. Gejala yang nampak pada larva L. indica
yang terkena pestisida daun kenikir memperlihatkan cairan berwarna hijau yang dikeluarkan
dari tubuhnya. Selanjutnya terjadi perubahan warna pada tubuh larva yaitu
menjadi kuning kecoklatan, kemudian coklat kehitaman, lalu menjadi hitam
mengkerut dan akhirnya mati. Dengan demikian, segala aktivitas larva telah
berakhir. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya bau tajam dari pestisida daun
kenikir serta racun yang telah bekerja didalam tubuh larva sehingga dengan bau
tersebut akan menyebabkan larva tidak mengkonsumsi daun inang.
Daun kenikir (Tagetes erecta
L.) menurut Syamsuhidayat (1991) dalam buku Inventaris Tanaman Obat Indonesia
dapat digunakan sebagai penangkal serangga dengan cara daun kenikir dijemur
terlebih dahulu sampai kering yang kemudian selanjutnya dibakar. Bunga kenikir
(Tagetes erecta) merupakan salah satu jenis tanaman insektisida hidup pengusir
nyamuk. Tanaman ini memiliki bau yang menyengat dan daun kenikir mengandung
saponin, flavonoid, tagetiin, terthienyl,
helenial, dan flavoxanthin. Karena khasiat itu pula, kini daun kenikir
dikembangkan pula menjadi produk lotion pengusir nyamuk. Berdasarkan hasil
pengamatan suatu penelitian, daya proteksi lotion dengan konsentrasi 5%
ternyata mampu menolak keberadaan nyamuk sampai 100%, semakin besar konsentrasi
yang diberikan akan semakin besar juga kemampuannya untuk bekerja menolak
nyamuk.
Seiring maraknya pertanian
organik, kenikir pun mulai banyak diburu, untuk diekstrak menjadi cairan
pembasmi hama tanaman. Sebagai pestisida nabati, kenikir mempunyai kelebihan.
Daun kenikir (untuk jenis tertentu, terdapat pula yang memiliki bunga berwarna
putih dan keunguan) bisa dimakan langsung sebagai lalapan atau direbus untuk
campuran pecel dan urap. Di masa kejayaan Kerajaan Melayu, daun kenikir bahkan
dikenal dengan sebutan ulam raja, karena wajib dihidangkan saat raja menjamu
tamu kehormatan.
Jenis pestisida nabati
berkaitan erat dengan perannya dalam mengendalikan OPT. Beberapa jenis
pestisida nabati yang mulai dikenal luas adalah insektisida, nematisida,
fungisida (Wiratno et al. 2008), bakterisida (Sumastuti dan Pramono 2002),
moluskisida (Wiratno et al. 2011), dan leismanisida nabati (Chan Bacab dan Pena
Rodriguez 2001). Saat ini Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro)
sedang mengembangkan herbisida nabati untuk mengendalikan gulma yang banyak
mengganggu tanaman budi daya.
Pestisida nabati memiliki
spektrum pengendalian yang luas dan dapat mengendalikan hama yang telah
resisten terhadap insektisida sintetis. Karena tingkat toksisitasnya terhadap
mamalia relatif rendah, pestisida nabati aman bagi kehidupan.
Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu
faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendalian hama. Walaupun
jenis obatnya manjur, namun karena penggunaannya tidak benar, maka menyebabkan
sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
pestisida, di antaranya adalah keadaan angin, suhu udara, kelembapan dan curah
hujan. Angin yang tenang dan stabil akan mengurangi pelayangan partikel
pestisida di udara. Apabila suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida akan
naik bergerak ke atas. Demikian pula kelembapan yang tinggi akan mempermudah
terjadinya hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun.
Sedang curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya daya
kerja pestisida berkurang. Hal-hal teknis yang juga perlu diperhatikan dalam
penggunaan pestisida adalah ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu
tinggi akan menyebabkan pemborosan pestisida, di samping merusak lingkungan.
Dosis yang terlalu rendah menyebabkan hama sasaran tidak mati. Di samping
berakibat mempercepat timbulnya resistensi.
Insektisida nabati kembali
mendapat perhatian menggantikan insektisida kimia sintetik karena relatif aman,
murah, mudah aplikasinya di tingkat petani, selektif, tidak mencemari
lingkungan, residunya relatif pendek (Oka, 1994), aman terhadap hewan bukan
sasaran, dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping
(Kardinan 2002).
Cara yang tepat dalam aplikasi pestisida harus disesuaikan
dengan bentuk atau formulasi suatu pestisida. Dalam mengaplikasikan pestisida
haruslah ada penyesuaian terhadap hama/penyakit sasaran, yaitu dengan
mengetahui bagaimana cara hidupnya, apa kelemahan hama /penyakit tersebut serta
cara kerja pestisida tersebut (kontak atau sistemik). Sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Djojosumarto bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pengendalian OPT adalah hubungan antara jenis pestisida yang
digunakan dengan OPT, karena tidak ada satu jenis pestisida untuk semua jenis
OPT serta teknik aplikasi yang meliputi kepekaan sasaran dan waktu aplikasi. Pengguanaan
dosis dibawah anjuran juga dapat mengakibatkan hama/ penyakit tidak mati serta
mengakibatkan hama menjadi resisten, sedangkan waktu penyemprotan yang baik hendaknya
dilakukan pada pagi hari sebelum jam 10 dan sore hari setelah jam 3, karena disaat-saat
tersebut dipastikan belum banyak angin serta sinar matahari belum terik sehingga
hama masih enggan bergerak.
Kelebihan maupun keunggulan pestisida
nabati dibandingkan dengan pestisida sintetik menyebabkan minat terhadap
pencarian dan pemanfaatan sumber senyawa pestisida dari tumbuhan semakin besar.
Hal ini dimungkinkan selain karena tumbuhan merupakan gudang bahan kimia yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif pestisida nabati, studi biokimia juga
telah semakin berkembang serta didukung oleh sarana dan prasarana yang semakin
canggih. Oleh karena itu, pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida tidak hanya
sekedar meracik secara sederhana tetapi berkembang ke arah teknologi yang lebih
maju.
Kelebihan pestisida alami :
-Bahan baku murah,
ekonomis dan mudah didapat serta dibuat sendiri oleh petani.
-Relatif aman terhadap
lingkungan, manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
-Mudah terurai di alam dan ramah lingkungan.
-Tidak menyebabkan keracunan
pada tanaman.
-Dapat membunuh hama/penyakit tanaman.
-Sebagai pengumpul/perangkap hama tanaman.
-Dosis yang digunakan tidak mengikat dan beresiko
dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintetis.
-Sulit menimbulkan kekebalan
terhadap hama.
-Kompatibel digabung dengan
cara pengendalian yang lain.
-Menghasilkan produk pertanian
yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
-Merupakan pemecahan masalah hama jangka pendek/cepat.
Pestisida alami dapat membunuh atau mencegah serangan hama
dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan
berbagai cara atau secara tunggal.
Cara
kerja pestisida alami sangat spesifik, yaitu :
-Merusak perkembangan telur, larva dan pupa.
-Menghambat pergantian kulit.
-Mengganggu komunikasi serangga.
-Menyebabkan serangga menolak makan.
-Menghambat reproduksi serangga betina.
-Mengurangi nafsu makan.
-Memblokir kemampuan makan serangga.
-Mengusir serangga.
-Menghambat perkembangan patogen penyakit.
Pestisida nabati juga memiliki
beberapa kekurangan, antara lain yaitu bahan aktif yang dimilikinya mudah
terurai sehingga pestisida jenis ini tidak tahan untuk disimpan dalam jangka
waktu lama. Selain itu, daya kerja pestisida nabati relatif lambat sehingga
aplikasinya harus lebih sering dibanding pestisida sintetis. Umumnya pestisida
nabati mempunyai tingkat toksisitas rendah sehingga tidak langsung mematikan
hama sasaran.
Pemanfaatan pestisida nabati di
Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan, karena selain bahan bakunya melimpah
di alam, proses pembuatannya tidak membutuhkan teknologi tinggi, cukup dengan
kemampuan dan pengetahuan yang ada. Di lain pihak, karena bahan aktifnya
berasal dari alam, pestisida nabati mudah terurai (bio-degradable) sehingga
relatif aman bagi kehidupan.
Cara pengendalian OPT yang
ramah lingkungan memang sudah mendesak diperlukan, sehingga strategi percepatan
pemanfaatan pestisida nabati dalam jangka pendek maupun jangka panjang perlu
mendapat perhatian serius dari semua pihak.
Upaya jangka pendek dilakukan
dengan memberikan pemahaman kepada petani mengenai:
-Keunggulan dan kekurangan
pestisida nabati sehingga petani menyadari sepenuhnya bahwa penggunaan
pestisida nabati tidak memberikan efek langsung, namun mengendalikan OPT secara
perlahan.
-Jenis-jenis tanaman di sekitar
kebun yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pestisida nabati.
-Cara menyiapkan dan mengolah
bahan tanaman sehingga siap diekstrak menjadi bahan aktif pestisida nabati.
-Cara memformulasi pestisida
nabati yang murah dan mudah sehingga secara ekonomis terjangkau oleh petani.
-Cara memanfaatkan pestisida
nabati yang benar sesuai dengan arahan para ahli demi tercapainya tingkat
keberhasilan pengendalian OPT yang optimal.
Upaya jangka panjang memerlukan
dukungan serius dari pemangku kebijakan untuk menekan pestisida kimia sintetis
yang beredar di pasaran. Secara bertahap perizinan pendaftaran pestisida baru
perlu dibatasi dan semua pestisida yang beredar di pasaran dievaluasi ulang
terkait dengan resistensinya terhadap hama sasaran. Insektisida yang
menunjukkan tingkat resistensi tinggi sebaiknya izin edarnya dipertimbangkan
kembali untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat efek domino dari
penggunaan pestisida sintetis yang diaplikasikan pada konsentrasi yang lebih
tinggi.
Pemberlakuan ekolabeling dan ISO 14000 dalam era perdagangan
bebas membuat produk pertanian di Indonesia belum mampu bersaing di pasar
global, jika masih mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali
hama. Indonesia masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara
lain, seperti India dan Sri Lanka yang telah mulai memasuki pasaran Negara
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dengan produk pertanian yang bebas residu
pestisida (Sutanto, 2000).
Para praktisi pertanian Indonesia mau tidak mau harus
mempelajari dan mencoba alternative pestisida alami, jika tidak ingin tergilas
oleh kecenderungan global yang menginginkan bahan-bahan hasil pertanian yang
bebas dari residu pestisida.
Upaya yang tidak kalah penting
adalah membantu penyuluh pertanian dalam mendampingi petani memproduksi dan
memanfaatkan pestisida nabati. Peran penyuluh dalam memperkenalkan dan
menyebarluaskan pemanfaatan pestisida nabati kepada petani menjadi sangat
penting mengingat penyuluh adalah ujung tombak percepatan adopsi teknologi oleh
petani. Melalui pendampingan terhadap penyuluh, diharapkan budi daya pertanian
ramah lingkungan dapat segera menyebar luas kepada petani.
Dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan pengendalian hama
dapat dievaluasi dengan dua cara yaitu evaluasi biologis dan evaluasi fisik.
Evaluasi dikatakan berhasil bila sesudah pengaplikasian pestisida populasi OPT
menurun, serangan OPT terhenti (tidak meluas) atau tanaman tidak lagi diserang
OPT sama sekali dibandingkan dengan tanaman yang tidak diaplikasi, sedangkan
evaluasi fisik yaitu untuk menilai tingkat keberhasilan penyemprotan yang telah
dilakukan misalnya evaluasi parameter penyemprotan seperti penutupan
(coverage), ukuran droplet, dan volume aplikasi.
Pestisida memang bukan pilihan
utama dalam upaya mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Namun, jika
pestisida terpaksa digunakan, pestisida harus dilakukan secara legal, benar,
dan bijaksana. Jika ketentuan ini dilanggar, pestisida akan menjadi pedang
bermata dua. Bagaimanapun pestisida merupakan racun yang bisa membahayakan
pengguna dan lingkungan. Oleh karena itu, petani pengguna, petugas staf
argokimia, siswa dan mahasiswa pertanian, serta masyarakat harus mendapat
informasi yang jujur dan seimbang.
Saat ini teknik atau cara
pengujian juga telah disesuaikan dengan daya kerja bahan aktif pestisida nabati
dan OPT sasaran. Penelitian dan pengujian pestisida nabati yang dilakukan
terhadap isolasi dan formulasi bahan aktif, uji toksisitas terhadap OPT
sasaran. Toksisitas menurut Durham (1975) dalam Tandjung (1995) adalah
kemampuan suatu molekul atau senyawa kimia menimbulkan perusakan pada bagian
yang peka didalam maupun diluar mahluk hidup. Organisme tersebut dapat
mengalami berbagai tingkat kerusakan alat dan sistem organ. Tingkat racun (toksin)
suatu bahan kimia diukur dengan besarnya kadar atau konsentrasi bahan yang
dapat menimbulkan efek pada organisme. Uji toksisitas dipakai untuk menentukan
tingkat racun tersebut. Setiap toksikan dalam tubuh dapat menimbulkan suatu
efek toksik. Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran maupun
mekanisme kerjanya. Tidak terjadinya respon toksik tergantung pada sifat kimia
dan fisik dari bahan tersebut, situasi pemaparan dan kerentanan sistem biologis
dari subyek. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan
situasi pemaparan tehadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk kedalam
tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan (Ahmad 2004).
Efek toksik sangat bervariasi
dalam sifat, organ sasaran dan mekanisme kerjanya karena adanya beberapa faktor
yang mempengaruhinya. Antara lain yaitu:
Fisiologis dari organismenya
Proses fisiologis yag terjadi
pada setiap organisme turut berpengaruh terhadap daya toksik pestisida dalam
tubuh organisme. Ada organisme yang mempunyai kemampuan menetralisir pestisida
sampai pada konsentrasi tertentu. Sementara itu, ada pula organisme lain yang
tidak memiliki kemampuan untuk menetralisir daya racun dari pestisida yang
masuk kedalam tubuhnya. Adanya perbedaan kemampuan dalam menetralisir daya toksik
tersebut, disebabkan masing- masing spesies memiliki batas kisaran toleransi
yang berbeda-beda antara satu spesies dengan lainnya.
Kondisi organismenya
Masing-masing individu memiliki
daya tahan individu yang ditentukan antara lain oleh umur, jenis kelamin,
status nutrient dan ada tidaknya stress. Faktor-faktor tersebut berpengaruh
terhadap daya toksik pestisida tergantung dari kondisi organisme yang
bersangkutan.
Kemampuan beraklimasi terhadap bahan
Kemampuan setiap organisme
dalam beraklimasi terhadap adanya perubahan lingkungan berbeda satu dengan
lainya. Ada organisme yang mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan
sehingga mampu bertahan hidup. Dan, organisme yang tidak mampu beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan akan mengalami kematian.
Uji persintensi formula aktif
pestisida nabati juga perlu dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan
keefektifannya terhadap OPT sasaran, ekonomis, mempunyai nilai tambah, dan
ketersediaan teknologi. Hasil penelitian dan pengujian tersebut, menghasilkan
beberapa produk formulasi pestisida nabati yang dilisensi. Produk ini akan
memudahkan petani dalam memilih, mendapatkan dan menggunakan pestisida nabati
sesuai dengan OPT sasaran. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang optimal
maka penggunaan pestisida nabati sebaiknya ditujukan untuk mencegah terjadinya
serangan OPT bukan untuk tindakan pengendalian.
Penggunaan pestisida nabati harus
merupakan bagian terintegrasi dari usaha pengendalian hama untuk meminimalisir
dampak negatif terhadap kesehatan manusia, serangga yang menguntungkan seperti
musuh alami, penyerbuk, organisme bukan sasaran dan lingkungan.
Penggunaan pestisida nabati harus
merupakan bagian terintegrasi dari usaha pengendalian hama untuk meminimalisir
dampak negatif terhadap kesehatan manusia, serangga yang menguntungkan seperti
musuh alami, penyerbuk, organisme bukan sasaran dan lingkungan.
Potensi pestisida nabati
apabila dikembangkan akan memperoleh hasil pengendalian OPT yang murah dan
tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan baik bagi pekerja,
hewan, maupun lingkungan. Oleh karena itu, dalam pengembangan potensi pestisida
nabati tersebut diperlukan usaha keras dari semua pihak antara lain lembaga
penelitian dan perguruan tinggi yang berkewajiban untuk melakukan penelitian
dasar mulai aspek kimia sampai formulasinya dan komitmen dari industri bahan
perlindungan tanaman dalam membantu mengembangkan pestisida nabati.
Ketergantungan kita terhadap
bahan-bahan kimia (pupuk kimia) apalagi bahan yang bersifat sebagai racun (insektisida,
fungisida dan bakterisida) harus segera kita tinggalkan. Kita harus menggali
bahan-bahan disekitar kita yang bisa kita manfaatkan untuk mengganti
bahan-bahan kimia tersebut. Sudah saatnya kita kembali ke alam. Banyak mikro-organisme
yang dapat kita manfaatkan untuk proses kelestarian lingkungan kita.
Indonesia merupakan tempat yang sangat potensial bagi
pengembangan dan pemanfaatan pestisida alami. Prospek pengembangan pestisida
alami di Indonesia masih sangat terbuka lebar. Banyak hal yang dapat dihemat
dengan menggantikan pestisida sintesis dengan pestisida alami yang di produksi
sendiri. Contohnya di Thailand, International Development Research Center yang
berpusat di Kanada melaporkan bahwa pemakaian pestisida botani di Thailand
meningkat dengan mengesankan. Pada tahun 1988 dengan pestisida botani, Thailand
telah mampu mengurangi import pestisida sintesis, sehingga berhasil menghemat
devisanya sebesar 70 juta dolar AS per tahun. Pada tingkat petani produsen,
biaya produksi dapat diturunkan secara signifikan.
Selain ramah lingkungan, pestisida alami merupakan pestisida
yang relatif aman dalam penggunaannya dan ekonomis. Dalam hal ini komitmen
pemerintah untuk lebih memasyarakatkan pestisida alami sangat diperlukan.
Indonesia merupakan Negara agraris yang tidak dapat menghindari kecenderungan
global untuk secara bertahap menurunkan pemakaian pestisida sintesis. Oleh
karena itu, prospek yang sangat menjanjikan untuk pengembangan dan pemanfaatan
pestisida alami di Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang
memiliki keaneka- ragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brasil
(Hitipeuw 2011). Sebanyak 10% dari seluruh tanaman berbunga yang dikenal di
dunia dapat ditemukan di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi
menjadi salah satu negara produsen pestisida nabati terbesar di dunia.
Kesadaran dalam memanfaatkan pestisida nabati di Indonesia diharapkan dapat
menekan kasus keracunan pada petani, konsumen, dan organisme bukan sasaran
serta menghasilkan produk pertanian yang bebas residu pestisida.
*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.
loading...