Loading...
Kulit yang cantik itu tidak harus putih namun kulit cantik
juga harus bersih. Menjaga kulit agar tetap sehat sama halnya dengan menjaga
kecantikan kulit karena jika kulit kotor dapat terlihat gelap dan kusam.
Jangan pernah mencoba cara yang instan untuk mendapatkan
kecantikan kulit yang cantik karena cara instan bukan cara yang tepat untuk
mendapatkan kulit bersih dan sehat.
Kulit sendiri merupakan salah satu cermin yang penting dari
kondisi kesehatan kulit seseorang. Kulit yang terlihat kering, keriput,
berjerawat, berminyak dan juga mengalami peradangan merupakan tanda-tanda
kesehatan di dalam tubuh yang sangat buruk. Penuaan dini dan Psoriasis
jerawatan merupakan manifestasi dari kebutuhan nutrisi dalam tubuh yang tidak
terpenuhi dengan baik.
Hal tersebut sering disebabkan karena mengkonsumsi makanan
yang tidak sehat, sehingga kulit kekurangan nutrisi. Asupan nutrisi yang tidak
baik, paparan racun, baik oleh bahan kimia dalam produk perawatan, polutan dan
dari makanan merupakan penyebab semua masalah kulit.
Untuk mengatasi masalah kulit, kebanyakan orang memilih
menggunakan berbagai macam kosmetik luar, termasuk sabun, lotion, toner, krim
dan juga scrub.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia berinteraksi dengan
radikal bebas yang dapat membahayakan kesehatan tubuh. Radikal bebas dapat
berasal dari udara yang banyak mengandung polutan, zat aditif yang ditambahkan
dalam bahan makanan, dan penyinaran ultraviolet (Lingga, 2012). Radikal bebas
juga dihasilkan dalam metabolisme sel normal manusia, yang disebut sebagai
radikal bebas endogen. Proses oksidasi penting bagi beberapa makhluk hidup
untuk menghasilkan energi dalam proses pembakaran secara biologi. Akan tetapi,
produksi radikal bebas yang tidak terkendali dapat memicu bermacam-macam
penyakit. Senyawa kimia eksogen dan proses metabolit endogen dalam tubuh
manusia atau dalam sistem pencernaan dapat menghasilkan radikal bebas yang
sangat reaktif, khususnya senyawa turunan radikal oksigen (Saleh et al., 2010).
Radikal bebas seperti singlet oksigen (¹O2) dan hidrogen peroksida (H2O2) yang
terbentuk melalui proses oksidasi dapat mendorong kerusakan sel tubuh dengan
cepat (Zargar et al., 2011).
Stres oksidatif yang disebabkan oleh reactive oxygen species
(ROS), adalah ketidakseimbangan dinamis antara jumlah radikal bebas yang
terbentuk dalam tubuh dengan tingkat antioksidan untuk meredam atau menangkap
radikal bebas dan melindungi tubuh dari efek yang disebabkan oleh radikal
tersebut. Kelebihan jumlah ROS dapat membahayakan karena akan menginisiasi
oksidasi biomolekul yang mengakibatkan sel terluka dan mati. Selain itu, jumlah
ROS yang terlalu banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat
menghasilkan sejumlah penyakit seperti penuaan dini, sirosis, katarak, dan
memberikan peranan penting dalam patogenesis kanker, aterosklerosis, penyakit
Alzheimer serta diabetes (El-Baroty et al., 2010; Zargar et al., 2011).
Hampir semua organisme memiliki sistem pertahanan dari
bahaya radikal bebas, yaitu berupa enzim oksidatif seperti superoxide dismutase
(SOD) dan katalase (CAT), atau oleh senyawa kimia seperti α-tokoferol, asam askorbat,
karotenoid, polifenol, dan glutathion (Saleh et al., 2010). Selain itu,
terdapat pula enzim selenoprotein yang merupakan enzim seperti glutathion
peroksidase (GPx), thioredoksin reduktase (TrxR), dan iodotironin deiodinase
(ID). Dalam selenoprotein terdapat unsur esensial selenium (Se) yang merupakan
kofaktor katalitik dari sistem antioksidan endogen dalam tubuh manusia.
Sebagian besar unsur Se terlibat dalam sistem pertahanan antioksidan dan
pencegahan kanker. Dalam beberapa tahun terakhir, senyawa sintetik
organoselenium juga telah diketahui mempunyai kemampuan sebagai antioksidan dan
beberapa senyawa turunannya menunjukkan aktivitas anti-tumor. Senyawa
diselenida diketahui memiliki sifat antioksidan dengan mekanisme antioksidan
yang mirip dengan glutathion peroksidase (Plano et al., 2010). Akan tetapi,
seringkali antioksidan endogen masih kurang akibat pengaruh buruk lingkungan
dan diet yang buruk. Suplemen makanan yang mengandung antioksidan dapat
digunakan untuk membantu tubuh manusia dalam mengurangi kerusakan oksidatif
(Saleh et al., 2010; Umayah, et al., 2007).
Butylated Hydroxytoluene (2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol)
atau yang disingkat dengan BHT adalah antioksidan yang paling umum digunakan
diakui sebagai aman untuk digunakan dalam makanan yang mengandung lemak,
obat-obatan, produk minyak bumi, karet dan industri minyak. Butylated Hydroxytoluene
(BHT) memiliki potensi yang sangat besar sebagai salah satu alternatif
antioksidan yang digunakan untuk proses pengolahan bahan pangan.
Salah satu alasan utama deteriorasi makanan selama proses
atau penyimpanan adalah oksidasi lipid, yang berubah melalui langkah-langkah
berbeda dan menyebabkan formasi komposisi yang reaktif. Perlu diketahui bahwa
proses degradasi ini terjadi tidak hanya pada lipid makanan, tetapi juga pada
keberadaannya dalam sel dan sistem biologi. Antioksidan pada Butylated Hydroxytoluene
(BHT) didasarkan pada konfigurasi molekul, karena seperti antioksidan sintetik
fenolik lainnya, Butylated Hydroxytoluene (2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol)
atau yang disingkat dengan BHT memiliki atom hidrogen labil dalam grup hidroksi
yang dapat didonasikan dan mengurangi radikal bebas yang ada saat dimulainya
oksidasi lipid. Maka, Butylated Hydroxytoluene (BHT) itu sendiri akan
teroksidasi dan subsequent derivat radikal terstabilisasi oleh delokasi
eletronik dalam cincin benzen. Dengan demikian, Butylated Hydroxytoluene (BHT)
dapat memberhentikan proses ROS (Reactive Oxygen Spesies), karena memperlambat
oksidasi lipid dan meningkatkan umur cadangan makanan. Butylated Hydroxytoluene
(BHT) telah dilaporkan memiliki reaksi yang melawan ROS seperti singlet oxygen,
radikal hidroksil, dan radikal peroksi bergantung dari ROS yang terlibat dan
lingkungan sekitarnya. Aktivitas antioksidan dari molekul dapat terjadi pada
saat temperatur tinggi, seperti kondisi pemanasan, yang dapat menjadi berbeda
antara yang berkembang pada suhu rendah atau sedang, selama penyimpanan.
Butylated Hydroxytoluene (BHT) secara luas digunakan dalam
pembuatan plastik dan industri pengolahan, fermentasi dan industri biokimia.
Selain itu, Butylated Hydroxytoluene (BHT) juga dapat digunakan sebagai aditif
dalam minyak esensial dan kosmetik.
Butylated Hydroxytoluene (BHT) adalah stabilisator yang juga
dapat dijumpai dalam kosmetik dan pelembap. Zat ini berperan sebagai
antioksidan. Beberapa orang menerapkan Butylated Hydroxytoluene (BHT) langsung
ke kulit untuk luka dingin. Butylated Hydroxytoluene (BHT) adalah senyawa
sintetis yang larut dalam lemak yang biasa digunakan untuk mengawetkan kosmetik
dan makanan. Bahan ini bermanfaat pula untuk memperlambat laju autoksidasi dari
bahan dalam produk yang dapat menyebabkan perubahan dalam rasa atau warna.
Dengan demikian, Butylated Hydroxytoluene (BHT) ini terutama digunakan untuk
mencegah lemak dalam makanan menjadi tengik. Namun bahan ini juga digunakan
dalam kosmetik, obat-obatan, bahan bakar jet, karet, produk minyak bumi, minyak
transformator listrik, dan cairan pembalseman. Badan pengatur di Eropa dan A.S.
menyetujui penggunaan BHT dalam makanan, meskipun sejumlah kekhawatiran
mengenai penggunaanya sebagai aditif makanan telah diungkapkan, namun banyak
produsen yang menganggap penggunaannya diperbolehkan.
Butylated Hydroxytoluene (BHT) adalah bahan kimia
laboratorium buatan yang umum ditambahkan ke makanan sebagai pengawet. Sejumlah
orang juga menggunakannya sebagai obat. Butylated Hydroxytoluene (BHT) juga
digunakan untuk mengobati herpes genital dan acquired immunodeficiency syndrome
( AIDS ). Bahan ini juga dikenal sebagai butilhidroksitoluena, yang merupakan
senyawa organik lipofilik, kimia turunan fenol, yang berguna untuk sifat antioksidan.
Butylated Hydroxytoluene (BHT) dibuat memalaui reaksi
p-kresol (4-metilfenol) dengan isobutilena (2-metilpropena) yang dikatalisis
oleh asam sulfat:
CH3(C6H4)OH + 2 CH2=C(CH3)2 → ((CH3)3C)2CH3C6H2OH
Alternatifnya,
Butylated Hydroxytoluene (2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol) atau yang
disingkat dengan BHT dibuat dari 2,6-di-tert-butilfenol melalui
hidroksimetilasi atau aminometilasi yang diikuti dengan hidrogenolisis.
Antioksidan fenolik BHT (CAS 128-37-0; NCI C03598) telah
dipatenkan pada tahun 1947. Sejauh ini,
ada lebih dari belasan ribu publikasi tentang Butylated Hydroxytoluene (BHT)
dan penggunaannya. Bahan ini telah didokumentasikan dalam ribuan jurnal, ulasan
umum dan konferensi terutama membahas tentang peran Butylated Hydroxytoluene (BHT)
sebagai substrat utama dalam makanan dan bahan kimia, farmasi dan farmakologi. Butylated
Hydroxytoluene (BHT) telah disetujui untuk digunakan dalam makanan dan kemasan
makanan dalam konsentrasi rendah oleh FDA AS sejak tahun 1954.
Butylated Hydroxytoluene (BHT) memiliki rumus kimia C15H24O
dengan berat molekul 220, 35 gr/mol. Berpenampilan sebagai serbuk putih dengan
densitas 1,048 gr/cm3 (padat). Titik lelehnya sekitar 70–73 °C dan titik
didihnya 265 °C. Di dalam air Butylated Hydroxytoluene (2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol)
atau yang disingkat dengan BHT hanya larut sekiar 1,1 mg/L pada suhu 20 °C.
Mengenai bahaya, Butylated Hydroxytoluene (BHT) termasuk MSDS eksternal, dengan
bahaya utama dapat terbakar, dengan titik nyala 127 °C. Butylated Hydroxytoluene
(BHT) berkerabat dengan Butilat hidroksianisol.
Di Amerika Serikat, Butylated Hydroxytoluene (BHT)
diklasifikasikan sebagai umumnya diakui sebagai aman (GRAS) berdasarkan studi
National Cancer Institute dari tahun 1979 pada tikus dan mice.It disetujui
untuk digunakan di AS oleh Food and Drug (FDA). Butylated Hydroxytoluene (BHT)
diakui sebagai aman untuk digunakan dalam makanan dan merupakan salah satu
antioksidan yang paling umum digunakan dalam makanan yang mengandung lemak,
produk minyak bumi dan karet. Sifat biokimia dari Butylated Hydroxytoluene
(BHT) menyebabkan bahan ini digunakan secara luas sebagai pengawet makanan.
Butylated Hydroxytoluene (BHT) merupakan zat antioksidan
(anti oksidasi) yang ditambahkan pada minyak atau lemak supaya tidak menjadi
tengik. Zat antioksidan merupakan zat yang akan mencegah asam lemak tak jenuh
yang terdapat pada minyak ataupun lemak supaya tidak teroksidasi oleh cahaya,
udara, dan bakteri.
Peraturan Eropa dan AS memungkinkan penggunaan Butylated Hydroxytoluene
(BHT) dalam jumlah kecil untuk digunakan sebagai aditif makanan. Selain
penggunaan tersebut, BHT banyak digunakan untuk mencegah oksidasi dalam cairan
(misalnya; bahan bakar, minyak) dan bahan lainnya di mana radikal bebas harus
dikendalikan.
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau
mencegah proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau
menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi
rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang
melindungi sel dari efek berbahaya radkal bebas oksigen reaktif jika berkaitan
dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun
faktor eksternal lainnya. Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena
memiliki elektron yang tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam
makromolekul biologi. Protein lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat
merupakan sumber pasangan elektron yang baik. Kondisi oksidasi dapat
menyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker,
penuaan, dan penyakit lainnya. Komponen kimia yang berperan sebagai
antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa
golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan
memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan banyak ditemukan
pada bahan pangan, antara lain vit C, vit E, dan karotenoid. Antioksidan alami
dapat diperoleh dari buah buahan dan sayuran. Buah-buahan yang mengandung
antioksidan diantaranya yaitu apel, tomat, jeruk, anggur, blueberry,
blackberry, strawberry, dan cherry. Sedangkan sayuran yang mengandung
antioksidan diantaranya yaitu brokoli, kol, brussel sprout, kembang kol,
kecambah, bawang putih, dan kentang. Telah diketahui sejak lama bahwa
tumbuh-tumbuhan mengandung zat-zat yang terjadi secara alami dan memiliki
aktivitas antioksidan. Tumbuh-tumbuhan juga merupakan sumber alami senyawa
bioaktif yang dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti bahan tambahan
makanan dan obat-obatan (Gopalakrishnan et al., 2012). Berbagai tanaman telah
dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan dan sebagian besar aktivitas
antioksidan berkaitan dengan adanya senyawa flavon, flavonoid, isoflavon,
antosianin, lignan, dan kumarin (Riaz et al., 2011).
Butylated Hydroxytoluene (BHT) merupakan antioksidan
sintetis, yang artinya tidak terjadi secara alamiah, namun disintetsis
pembuatannya. Meski Butylated Hydroxytoluene (BHT) masih perlu penelitian yang
mendalam, karena ada dampak negatif yang ditimbulkan, tapi penggunakan zat aditif
(tambahan) antioksidan tersebut telah diakui untuk diizinkan penggunaanya.
Tentu dengan kadar yang diizinkan. Butylated Hydroxytoluene (BHT) juga
merupakan salah satu jenis dari bahan pengawet makanan. Menurut BPOM, bahan
tersebut aman digunakan pada jenis produk pangan namun dalam dosis yang telah
ditentukan. Antioksidan sintetik dapat bersifat toksik apabila melebihi batas
penggunaan yang dianjurkan sehingga dapat berpotensi membahayakan kesehatan
tubuh (Bajpai et al., 2012). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak
merekomendasikan penggunaan antioksidan sintetik baik dalam makanan, minuman
maupun kosmetik dalam jumlah yang melebihi batas maksimal penggunaan yang
dianjurkan.
Pada beberapa orang penggunaan kosmetik yang mengandung
bahan Butylated Hydroxytoluene (BHT) tersebut dapat menimbulkan iritasi. Namun
selama produk perawatan wajah atau kosmetik tersebut sudah memiliki sertifikasi
dari BPOM maka kemungkinan besar aman untuk digunakan, karena sudah melalui uji
penelitian sebelumnya dan dengan jumlah dosis yang aman digunakan pada produk
tersebut.
Komposisi antioksidan fenolik seperti Butylated Hydroxytoluene
(BHT), telah digunakan bertahun- tahun sebagai antioksidan untuk menjaga dan
mempertahankan kesegaran, nilai gizi, rasa, dan warna produk makanan. Stabilitas
Butylated Hydroxytoluene (BHT) dipengaruhi oleh paparan cahaya, kelembapan, dan
panas yang dapat menyebabkan perubahan warna.
Aktivitas Butylated Hydroxytoluene (BHT) sebagai antioksidan
juga banyak didukung oleh berbagai penelitian terbaru, disebutkan penambahaan Butylated
Hydroxytoluene (BHT) sebesar 0,08 (b/v) dapat menghambat terjadinya ketengikan
minyak.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian Butylated
Hydroxytoluene (2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol) atau yang disingkat dengan
BHT sangat berpengaruh nyata pada penyimpanan bungkil kelapa. Penelitian lain
juga menyebutkan bahwa penggunaan Butylated Hydroxytoluene (BHT) dapat meningkatkan
stabilitas minyak makan. Selain itu, aktivitas antioksidan sintetik seperti Butylated
Hydroxytoluene (BHT) juga dapat diambil dari bahan alami seperti buah pome
dengan aktivitas antioksidan yang mirip.
Butylated Hydroxytoluene (BHT) adalah antioksidan kimia yang
paling sering digunakan. Antara 2011 dan 2012, European food safety authority
(EFSA) mengevaluasi ulang informasi dari bahan antioksidan ini, termasuk data
kontraindikasi yang telah dipublikasikan. EFSA merevisi Butylated Hydroxytoluene
(BHT) menjadi 0,25 mg/kg BB/hari dan
dicatat bahwa paparan Butylated Hydroxytoluene (BHT) untuk dewasa dan anak-anak
tidak boleh melewati batas tersebut.
*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.
loading...