Tuesday 15 January 2019

Kreasi Usaha: Pengendalian Hama Tungau Pada Tanaman Jeruk


Kredit Motor Baru

Loading...
Loading...

Pengendalian Hama Tungau Pada Tanaman Jeruk

Tanaman jeruk di Indonesia merupakan komoditas hortikultura jenis buah yang merupakan tanaman tahunan dan tersebar di beberapa sentra utama, seperti Tanah Karo, Sumatera Utara; Soe, Nusa Tenggara Timur; Sambas, Kalimantan Barat; Kintamani, Bali dan Garut, Jawa Barat. Sebagai komoditas buah – buahan yang khas dan cocok di daerah sub tropis dan tropis maka pengembangan luas areal tanam jeruk terus menerus ditingkatkan guna memenuhi pangsa pasar domestik yang tersedia. Pada saat ini produksi jeruk Indonesia hanya menempati 2,6% pangsa pasar jeruk dunia.

Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah tropis dengan beberapa negara tujuan ekspor, salah satunya negara Jepang, khusus negara Jepang mempunyai persyaratan khusus dalam hal Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan residu pestisida. Buah jeruk yang berasal dari Indonesia merupakan salah satu komoditas buah – buahan yang diawasi sangat ketat untuk masuk ke pasar buah di Jepang.

Dalam menghadapi pasar bebas (ekonomi pasar global) sesuai dengan kesepakatan bersama dalam World Trade Organization (WTO) yang berlaku mulai tahun 2003, maka otomatis buah-buahan Indonesia salah satunya jeruk juga akan menghadapi banyak persaingan yang tidak ringan. Pasar ekspor menghendaki buah dengan kriteria bermutu tinggi sesuai standar mutu dan bebas residu pestisida, volume buah bermutu harus memenuhi kebutuhan pasar, buah yang dikirim harus tiba tetap waktunya, serta ketersediaan buah jeruk harus kontinu / berkelanjutan.

Salah satu permasalahan yang menjadi tantangan dalam alur distribusi dan rantai pasokan komoditas jeruk adalah manjamurnya jeruk impor. Menurut hasil kajian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Subtropika, bahwa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk membendung gempuran jeruk impor adalah pertama dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang maksimum terkait residu pestisida kimia pada buah jeruk, kedua dengan meningkatkan mutu dan ketersediaan jeruk dalam negeri sehingga mudah dijumpai di masyarakat.

Penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang maksimum terkait residu kimia makanan termasuk buah jeruk, SNI 3165 : 2009 yang mengatur standar jeruk menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran, toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada buah jeruk. Selain itu, perbaikan dan ketersediaan jeruk dalam negeri berkesinambungan juga perlu dilakukan. Permasalahan yang ada selama ini yang dihadapi petanin jeruk, ongkos produksi tinggi, keberlanjutan usaha tidak pasti, serta biaya transaksi dan pemasaran yang tinggi.

Pada tingkat usahatani petani sendiri, Produktivitas tanaman jeruk di Indonesia memang menjanjikan, namun seperti permasalahan umum pada usahatani setiap komoditas pertanian, terdapat kendala berupa gangguan abiotik dan biotik. Salah satu faktor biotik yang mengurangi hasil produksi jeruk adalah gangguan OPT. Peningkatan produksi dan mutu buah jeruk dapat dilakukan melalui berbagai upaya antara lain dengan peningkatan penerapan teknologi mulai pra-panen sampai pasca panen terintegrasi dengan dukungan berbagai sektor termasuk diantaranya sektor pengendalian OPT pada tanaman jeruk.


Salah satu OPT utama yang juga menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman jeruk, yaitu tungau karat jeruk (Phyllocoptruta oleivora).

Tungau karat jeruk memangsa buah terutama pada buah muda mulai yang ukurannya sebesar kacang dan kerusakan yang diakibatkan biasanya tampak setelah buah berukuran sebesar kelereng. Lapisan epidermis kulit buah ikut rusak, seiring dengan membesarnya buah maka akan tampak gejala bekas tusukan pada buah, meskipun hama tungaunya sudah tidak ada. Apabila serangan yang terjadi dalam kategori parah, selain cabang, daun dan buah muda, buah yang masak bisa juga terserang.


Populasi tungau merah banyak ditemukan di permukaan daun bagian atas, dan sebagian kecil menyerang buah dan cabang.  Dalam proses memangsa, tungau merah akan menghisap klorofil dari daun, sehingga warnanya berubah menjadi bintik-bintik kelabu dan keperakan.  Serangan hama tungau akan lebih  parah terjadi pada musim kering di mana kelembapan dalam tanaman menurun.  Pada kondisi demikian kombinasi dari efek serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan daun.

Serangan awal pada buah menimbulkan gejala warna buah keperakan atau coklat keperakan.Pada fase selanjutnya buah yang terserang akan berubah warna menjadi coklat, hingga ungu kehitaman. Serangan P. oleivora berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter, bobot dan kandungan nutrisi buah serta dapat mengakibatkan gugur buah lebih dini. Serangan yang lebih parah dapat mengakibatkan ranting muda mati. Buah yang masih hijau lebih disenangi oleh hama tungau daripada yang tua, tetapi gejala serangan lebih jelas terlihat pada buah yang tua dan bersifat permanen.

Varietas jeruk berpengaruh terhadap tingkat serangan hama tungau pada buah.  Kerusakan akibat serangan yang parah pada buah mencapai 90%, dan dapat  menurunkan harga jual hingga 50%. Tungau karat jeruk memangsa dengan memasukkan cheliceral stylet dalam sel tanaman dan mengisap cairan tanaman dan menginvestasi hampir semua varietas jeruk.


Imago tungau berwarna kuning sampai orange, panjang lebih kurang 0.2 mm. Telur akan diletakkan pada permukaan daun dan buah. Siklus hidup hama tungau ini berlangsung dari telur sampai imago antara 7-10 hari pada musim panas atau 14 hari pada kondisi dingin. Satu betina dapat meletakkan 17-37 butir telur yang berlangsung 11-14 hari. Perkembangan dari telur menjadi dewasa berlangsung 12 hari. Lama hidup tungau dewasa berlangsung 23 hari.

Telur yang berwarna merah tua dan berbentuk bulat adalah fase yang mudah untuk membedakan dari tungau jenis lain. Telur sebagian besar diletakkan di permukaan bagian atas sepanjang tulang daun, tetapi sebagian lainnya diletakkan pada permukaan daun bagian bawah  dan pada bagian tanaman yang lain terutama yang muda dan sukulen. Imago betina dari tungau ini berbentuk oval, berwarna merah tua dan mempunyai bulu-bulu yang panjang serta menarik perhatian. Tungau jantan ukuran tubuhnya lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki yang relatif panjang dengan gerakan yang lebih aktif daripada yang betina.


Pemantauan populasi hama tungau dapat dilakukan pada permukaan daun bagian atas dan bawah daun serta permukaan kulit buah. Untuk menentukan ada tidaknya hama ini dapat ditentukan oleh gejala warna keperakan atau coklat kekuningan pada permukaan kulit buah. Karena ukuran tungau sangat kecil maka pengamatan dilakukan menggunakan alat bantu kaca pembesar minimal 10 kali atau dengan mikroskop di laboratorium.

Populasi tungau dapat dikendalikan secara alami menggunakan musuh alami seperti predator Amblyseius citri. Namun demikian perkembangan dari musuh alami masih kalah cepat dibandingkan dengan tungaunya sendiri, sehingga populasinya masih tetap tinggi. Selain itu musuh alami banyak yang mati apabila pengendalian dilakukan dengan penyemprotan pestisida. Pengendalian hayati juga dapat dilakukan dengan entomopatogen Hirsutella sp. dan predator Chrysopidae. Hirsutella merupakan cendawan entomopatogen yang dapat menginfeksi tungau karat jeruk dan merupakan mycoakaricide yang berpotensi untuk mengendalikan tungau karat jeruk.

Beberapa musuh alami lainnya yang dapat menekan perkembangan populasi tungau karat jeruk adalah predator Amblyseius victoriensis. Menempatkan predator ini dengan jumlah 40 ekor per 100 daun akan mampu menurunkan populasi tungau karat jeruk kurang lebih 5% dari buah jeruk yang terserang. Pelepasan secara augmentasi A. victoriensis sangat diperlukan untuk menyeimbangkan kembali setelah aplikasi pestisida.


Penggunaan pestisida kimia yang kurang bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keanekaragaman musuh alami (predator dan parasitoid) dari tungau, sehingga kemungkinan resurgensi tungau karat jeruk semakin besar.

Secara kimia hama tungau dapat dikendalikan dengan akarisida. Apabila pengendalian terhadap serangan penyakit menggunakan fungisida yang berbahan aktif belerang (Sulfur) seperti Maneb, Mankozeb atau Zineb maupun bubur California maka pengendalian terhadap tungau kadang-kadang tidak diperlukan lagi karena sulfur diketahui dapat mengurangi populasi tungau. Pengendalian sebaiknya dilakukan berdasarkan hasil pemantauan dan pada periode kritis tanaman. Penyemprotan dengan akarisida sebanyak 2-3 kali pada tanaman menjelang berbunga sangat efektif dalam mengendalikan hama tungau.


Tiga faktor abiotik yang menyebabkan meningkatnya populasi tungau, yaitu :
-Tertekannya populasi predator tungau akibat perlakuan pestisida.
-Kondisi tanaman jeruk yang lebih baik karena perlakuan pemupukan, pemangkasan yang  diduga ikut memicu peningkatan pertumbuhan tanaman yang ikut meningkatkan gizi / nutrisi bagi tungau. Peningkatan nutrisi akan meningkatkan keperidian tungau, sehingga populasi tungau akan meningkat dan berada di luar kendali musuh alaminya, bisa juga terjadi akibat induksi pestisida yang mengubah fisiologi tanaman atau trophobiosis.
-Rangsangan langsung pada tungau oleh dosis sublethal dari pestisida atau disebut dengan istilah hormoligosis
- Kondisi lembab pada setengah bagian bawah tanaman.
-Suhu optimal di lapangan/pertanaman untuk perkembangan dan penyebaran tungau karat jeruk di lapangan yaitu suhu yang relatif konstan antara 25 – 35oC.
-Pengairan yang berasal dari air  hujan pada tanaman jeruk di lahan kering sangat memengaruhi perkembangan populasi tungau karat jeruk.

Tungau karat jeruk dapat menyerang tanaman jeruk pada musim kemarau maupun musim hujan. Tungau sangat peka terhadap arah datangnya sinar matahari. Buah yang terserang akan terhambat ukuran pertumbuhannya. Pada musim kemarau, tungau karat jeruk lebih menyukai habitat buah dan daun bagian luar kanopi dari tanaman jeruk.


Melakukan monitoring sangat menentukan keberhasilan suatu pengendalian, saat yang tepat dalam melakukan pengamatan populasi berpengaruh terhadap perkembangan populasi tungau karat jeruk. Monitoring terhadap tungau karat jeruk sebaiknya dilakukan mulai dari buah masih muda (± 2 bulan dari bunga), karena tungau populasinya tinggi pada saat bunga setengah tua atau 4 – 5 bulan setelah bunga. Monitoring dengan metode yang efektif dan efisien diharapkan dapat menggambarkan keadaan populasi tungau karat jeruk, sehingga kegiatan pengendalian yang dilakukan lebih tepat sasaran dan dapat meningkatkan peran dari musuh alami yang ada sehingga dapat berpotensi mengendalikan tungau karat jeruk.



*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.

pasang iklan disini




loading...