Saturday, 12 January 2019

Kreasi Usaha: Hama Tungau Merah Sebagai Organisme Pengganggu Tanaman


Kredit Motor Baru

Loading...
Loading...

Hama Tungau Merah Sebagai Organisme Pengganggu Tanaman

Tungau merah Tetranychus spp. (red spider mite) termasuk hama yang tergolong dalam ordo Acari, famili Tetranychidae (Silva et.al., 2009; Kalshoven 1981). Famili Tetranychidae terdiri dari dua spesies yaitu Tetranychus urticae dan Tetranychus cinnabarius (= telarius, bimaculatus) (Klashoven 1981). T. urticae memiliki tubuh berwarna hijau dengan bintik gelap pada setiap sisi belakang, sedangkan T. cinnabarinus memiliki tubuh berwarna merah (Álvarez et al. 2012) (Gambar 2). Imago T. cinnabarius berukuran 0,5 mm dengan warna merah tua, serta dengan kaki dan mulut berwarna putih. T. cinnabarinus dianggap sebagai sinonim dari polimorfik T. urticae yang berwarna merah (Auger et al. 2013). Tungau dapat menyerang pada beberapa tanaman antara lain; kapas, strowberi, tomat, kedelai, kacang panjang dan tanaman hias seperti bunga ros (Silva et.al., 2009). Larva Tetranychus spp. berwarna kuning kehijau-hijauan sedangkan yang dewasa berwarna hijau, kuning, oranye dan merah cerah dan biasanya ditemukan diantara jala-jala sutera halus yang dijalin oleh tungau ini dari kelenjar uniselular besar yang terletak di palpi. Tungau dewasa berukuran ± 1 mm (Kalshoven (1981).

Tungau merah berasal dari Eropa dan Asia, saat ini menyebar ke sebagian besar negara di dunia (Raworth et al. 2002) meliputi sebagian besar negara di Eropa, Asia, Afrika, Australia, Pasifik dan Kepu- lauan Karibia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan (Gambar 1) (CABI 2015).

Tungau merah bergerak dengan cara merayap, penyebaran jarak jauh dibantu oleh angin dan aktifitas manusia. Tungau merah memiliki mekanisme penyebaran yang kompleks, yang menjadikan struktur populasi dan keragamannya menjadi kompleks (Sun et al. 2012).



Tungau merah Tetranychus spp. merupakan hama yang banyak merusak tanaman pangan maupun tanaman hias dan sering menyebabkan kerusakan atau kematian pada tanaman inangnya. Serangan tungau merah dapat merusak tanaman inang karena baik nimfa maupun imago mengisap cairan dari daun, cabang muda dan buah dari inangnya. Tungau merah juga mengeluarkan toksin pada waktu makan sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman yang berakibat pada pengurangan serat, biji dan buah serta menyebabkan daun menjadi kuning, kering dan akhirnya daun gugur. Pada serangan yang berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Cuaca dengan kombinasi suhu tinggi dan kelembaban yang rendah berkorelasi dengan meledaknya populasi tetranychid (Huffaker et.al., 1969). Tungau ini banyak ditemukan pada bagian permukaan daun, hidup berkoloni di bawah jaring yang dibuatnya (Silva et.al., 2009). Hama ini mengisap pada daun menyebabkan gejala klorotik pada daun dan gugur daun sehingga menurunkan buah yang dihasilkan.

Tungau merah merusak sel-sel mesofil dan mengisap isi sel, termasuk klorofil. Daun terluka akibat serangan tungau merah mempunyai laju fotosintesis yang rendah, transpirasi meningkat, dan kadar klorofil rendah. Luka akibat serangan tungau merah menyebabkan bintik-bintik pada daun, dan daun berubah warna menjadi cokelat (Berry 2000). Meskipun luka yang disebabkan oleh individu tungau merah sangat kecil, namun apabila serangan disebabkan oleh ratusan atau ribuan tungau merah dapat menyebabkan ribuan luka, dengan demikian secara nyata dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk berfotosintesis (Fasulo dan Denmark 2009).


Gejala awal dari serangan tungau merah adalah adanya bintik-bintik berwarna kuning pada bagian dasar daun, selanjutnya ke tulang daun utama. Pada saat populasi  berkembang, tungau  menyebar ke seluruh daun, termasuk permukaan atas daun, dan bintik-bintik kuning menyebar ke seluruh daun, yang menyebabkan daun berwarna kemerahan seperti karat. Pada serangan parah, daun bagian tengah dan bawah akan rontok, selanjutnya serangan mengarah ke bagian pucuk di mana tunas mengalami penyu- sutan ukuran dan banyak dijumpai adanya jaring warna putih menyelimuti daun pada sepertiga bagian atas tanaman, dan pada tahap ini dapat menyebabkan tanaman mati (Fasulo dan Denmark 2009). Kerusakan berat dapat menyebabkan daun kering dan luruh (Abdel-Wali et al. 2012).

Populasi tungau juga dipengaruhi oleh spesies tanaman inang. Spesies tanaman inang yang sesuai, dapat memacu perkembangan populasi tungau merah hingga menyebabkan kerusakan tanaman inang (Razmjou et al. 2009). Tingkat kerusakan lebih tinggi terjadi pada daun yang tidak berbulu dibandingkan dengan daun yang berbulu (Reddal et al. 2011). Menurut Skorupska (2004), kepadatan bulu pada permukaan atas daun berkorelasi negatif dengan daya tetas tungau betina. Kerapatan bulu daun menentukan aktivitas pergerakan tungau. Pada tingkat kerapatan bulu rendah, aktivitas pergerakan tungau lebih tinggi dibandingkan pada kerapatan bulu yang tinggi (Warabieda 2003). Hasil penelitian Skorupska (2003) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap tungau merah adalah kandungan polipenol, morfologi, dan anatomi daun.


Serangan tungau merah dapat menyebabkan kehilangan hasil secara nyata pada banyak tanaman dengan nilai ekonomis tinggi, seperti sayuran dan pohon buah-buahan (Salman 2007), tanaman hias dan agronomi di seluruh dunia (James dan Price 2002). Serangan tungau merah dapat menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia daun, serta komposisi buah (Sivretepe et al. 2009; Farouk dan Osman 2012).

Tubuh tungau dibagi menjadi dua bagian yang berbeda: (1) gnathosoma dan (2) idiosoma. Gna- thosoma mencakup bagian mulut, dan idiosoma mencakup sisa tubuh yang sejajar dengan kepala, dada dan perut serangga. Tungau merah betina memiliki tubuh berbentuk elips, dengan panjang 0,4 mm dan memiliki 12 pasang duri di punggung. Tungau merah jantan berbentuk elips dengan ujung ekor runcing dan ukurannya lebih kecil dari tungau betina (Fasulo dan Denmark 2010).

Perkembangan Tetranychus spp. relatif cepat dan siklus hidupnya relatif singkat, tetapi keperidiannya tidak tinggi untuk golongan arthropoda. Oviposisi pada tetranychidae didahului oleh masa oviposisi yang singkat dan mencapai puncaknya secara cepat dan diikuti penurunan oviposisi secara perlahan (Huffaker et.al., 1969). Seekor betina akan menghasilkan sekitar 15-20 telur per hari. Karena jumlah generasinya yang tinggi dalam satu musim menyebabkan kerusakan yang ditimbulkannya juga besar.

Siklus hidup tungau terdiri dari telur, nimfa, dan dewasa. Nimfa terdiri dari dua tahap yaitu protonymph dan deutonymph. Siklus hidup mulai dari telur hingga dewasa sangat bervariasi tergantung pada suhu. T. urticae dapat berkembang dan bereproduksi pada kisaran suhu yang lebar, dan suhu yang paling sesuai untuk perkembangan, kelangsungan hidup, dan reproduksi tungau adalah 27–30 oC. Ambang batas suhu terendah untuk menyelesaikan perkembangan T. urticae betina dan jantan masing-masing adalah 13,8 dan 12,1 °C (Riahi et al. 2013). Suhu juga mempengaruhi tingkat kesuburan betina dan rasio jenis kelamin. Kesuburan betina tertinggi dicapai pada suhu 30 oC, dengan produksi telur mencapai 156,8 telur/betina, dengan proporsi betina lebih banyak (El- Wahed dan El-Halawany 2012).

Perkembangan T. urticae dari telur hingga dewasa membutuhkan waktu antara 7–24 hari, mortalitas dewasa tertinggi pada musim dingin mencapai 78,70%. Pada musim gugur tungau merah betina mampu menghasilkan 88 telur dan pada musim panas menghasilkan 71 telur (Hoque et al. 2008). Tungau merah memiliki pertumbuhan populasi yang sangat cepat, waktu perkembangan singkat, tingkat kelahiran tinggi, dan kelangsungan hidup nimfanya panjang (Clotuche et al. 2011).

Pada kondisi suhu optimum (sekitar 80 ºF), tungau menyelesaikan siklus hidupnya dalam waktu 5–20 hari. Betina dewasa hidup 2–4 minggu dan selama hidupnya mampu bertelur hingga ratusan butir. Telur menetas menjadi larva dengan tiga pasang kaki, larva berkembang menjadi nimfa dan dewasa dengan empat pasang kaki (Fasulo dan Denmark 2010).

Nimfa jantan dan betina dewasa berbentuk oval dan umumnya berwarna kuning atau kehijauan. Terdapat satu atau lebih bintik-bintik gelap pada setiap sisi tubuhnya dan bagian atas perut bebas dari bintik- bintik. Tungau dewasa mempunyai ukuran antara 0,25 mm hingga 0,5 mm. Tungau betina dewasa dapat berhenti bereproduksi selama musim dingin, pada tahap ini warna berubah menjadi oranye terang.


Tungau bereproduksi secara cepat pada cuaca panas dan populasi menjadi tinggi pada bulan Juni hingga September. Jika suhu dan persediaan makanan menguntungkan, satu generasi dapat diselesaikan dalam kurun waktu kurang dari seminggu. Tungau lebih suka kondisi panas, berdebu, dan biasa ditemukan pada tanaman yang berdekatan dengan jalan raya yang berdebu atau di pinggir kebun. Tanaman yang tercekam kekeringan lebih rentan terhadap tungau. Populasi tungau akan mengalami penurunan yang cepat pada akhir musim panas, ketika populasi predator tinggi, kondisi tanaman inang menjadi tidak menguntungkan, dan cuaca berubah dingin serta hujan (Godfrey 2011).

Meskipun tungau merah lebih suka dengan kondisi panas, namun rentan terhadap radiasi ultra violet (UV), untuk menghindari efek buruk dari paparan langsung radiasi UV, hama ini tetap berada di bawah permukaan daun (Otsuka dan Osakabe 2009). Komponen radiasi UV yang dapat menyebab- kan efek merusak adalah ultraviolet-B (UVB: panjang gelombang 280–315 nm), sedangkan ultraviolet-A (UVA: panjang gelombang 315–400 nm) tidak mempengaruhi kelangsungan hidup dan fekunditas dari T. urticae (Suzuki et al. 2009; Ohtsuka dan Osakabe 2009; Sakai dan Osakabe 2010).

Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami (predator) yang ada di alam. Keberadaan predator sangat penting dalam mengatur populasi tungau, sehingga kebera- daannya harus dilindungi. Menurut Pickel et al. (2014), populasi predator di lapangan dikategorikan menjadi tiga, yaitu: rendah (predator sulit dijumpai, pada setiap enam daun dijumpai kurang dari satu predator), sedang (predator mudah dijumpai, setiap tiga daun dijumpai satu predator), dan tinggi (pada setiap daun dijumpai satu atau lebih predator). Terdapat beberapa tungau predator yang dinilai efektif untuk mengendalikan T. urticae (Rhodes dan Liburd, 2006; Fraulo dan Liburd, 2007; Cakmak et al. 2009). Menurut Fraulo et.al., (2007) pengendalian hama tungau merah Tetranychus spp. Dapat menggunakan tungau predator yaitu; Phytoscilus persimis dan Neoseiulus californis.

Terdapat 32 jenis predator yang telah dilaporkan menyerang tungau. Predator tungau yang paling penting adalah:
 -Oligota minuta untuk Monony- chellus tanajoa.
-Stethorus tridens untuk T. urticae dan T. Cinnabarinus.
-Phytoseiidae. Terdapat 30 jenis predator dari keluarga Phytoseiidae yang menyerang tungau (Belloty et al. 1986).

Yanagita et al. (2014) melaporkan bahwa Scolothrips takahashii merupakan thrip predator yang dapat digunakan sebagai agen hayati yang efektif terhadap T. urticae pada tanaman strawberry. Predator lainnya seperti Orius minutus (Fathi 2013), Coccinellla septempunctata (Sirvi dan Singh 2014), Stethorus gilvifrons (Ahmad et al. 2010), dan Stethorus punctillum (Gorski dan Eajfer 2003) dinilai sebagai agen hayati yang potensial. Di Amerika Serikat terdapat lima jenis tungau predator yang tersedia secara komersial, yaitu: Phytoseiulus persimilis, Mesoseiulus longipes, Neo- seiulus californicus, Galendromus occidentalis dan Amblyseius fallicus.

Feltiella acarisuga merupakan salah satu predator yang mempunyai daya mangsa tinggi. Kemampuan F. acarisuga memangsa tungau merah lebih tinggi dibandingkan dengan Neoseiulus californicus dan Amblyseius swirskii. Larva F. acarisuga mempunyai kemampuan memakan telur tungau merah sebanyak 50 telur/hari, diikuti N. californicus sebanyak 25,6 telur/hari, dan A. swirskii sebanyak 15,1 telur/ hari. N. californicus betina mampu memproduksi telur lebih banyak dibandingkan dengan A. swirskii betina (Xiao et al. 2013).

Untuk pengendalian tungau merah ini selain pengaturan populasinya dengan musuh alami, juga melalui pengaturan faktor-faktor yang mempengaruhi populasinya dengan memanipulasi lingkungan hidupnya yang kurang disukai oleh tungau tersebut.

Penggunaan insektisida dalam spektrum luas sering menyebabkan predator tungau mati, dan berakibat pada munculnya wabah tungau, sehingga penggunaan pestisida perlu dihindari. Semprotan air, minyak, insektisida, atau sabun dapat digunakan untuk pengendalian tungau merah. Sebelum melakukan penyemprotan, pemantauan tingkat populasi tungau harus dilakukan (Godfrey 2011).

Tungau merah (Tetranychus urticae Koch) merupakan jenis hama yang paling penting dalam keluarga Tetranychidae, bersifat polifag dan dapat menyerang sekitar 1.200 jenis tanaman (Xie et al. 2006, Naher et al. 2006), termasuk sayuran (paprika, tomat, dan kentang), tanaman pangan (kacang-kacangan, jagung, dan ubikayu), tanaman buah (strawberry), dan tanaman hias (bunga mawar) (Fasulo dan Denmark 2009). Di India, hama ini banyak dijumpai pada tanaman Withania somnifera (ginseng India) (Sharma dan Pati 2012). Serangan hama tungau merah dapat menyebabkan kehilangan hasil dan kerugian secara ekonomi (Tehri et al. 2014).

Tungau merah (Tetranychus urticae) muncul pada musim kemarau, pada periode musim panas dan kering yang panjang mampu memintal benang-benang jaring (web) (Knapp et al. 2003). Menurut Wright et al. (2006), cuaca kering dan panas mendukung reproduksi dan kelangsungan hidup tungau merah, karena pada kondisi demikian pengendalian secara biologis oleh cendawan entomopatogen hampir tidak ada. Budianto dan Praktinyo (2009), menyatakan bahwa populasi tungau laba-laba (T. urticae) lebih tahan terhadap perubahan iklim termasuk pemanasan global dibandingkan tungau predatornya. Zundel et al. (2009) mengemukakan bahwa kondisi lingkungan seperti kelembaban udara yang rendah dan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya peningkatan populasi tungau hama dan menurunkan biodiversitas tungau predator.

Populasi tungau merah menurun pada awal musim hujan dan tetap pada tingkat yang sangat rendah di musim dingin. Suhu maksimum dan minimum memiliki korelasi nyata positif dengan serangan tungau (Meena et al. 2013). Pada kondisi yang tidak menguntungkan, tungau betina dewasa berada pada kondisi diam (diapause) yang disebabkan oleh periode penyinaran yang pendek, penurunan suhu dan suplai makanan yang tidak menguntungkan. Pada kondisi demikian, tungau betina dewasa berhenti makan dan bertelur, serta meninggalkan tanaman inang untuk bersembunyi di tempat-tempat yang terlindung, dan melanjutkan aktivitasnya di musim semi (CABI 2015).

Tungau merah mempunyai kemampuan untuk mengembangkan ketahanan terhadap pestisida (Van Leeuwen et al. 2010). Pengendalian kimia sering menyebabkan resistansi silang yang luas di dalam dan di antara kelas pestisida, sehingga menyebabkan resistensi terhadap pestisida yang baru dalam kurun waktu 2–4 tahun. Banyak aspek biologi tungau merah yang menyebabkan terjadinya perubahan resistensi yang cepat terhadap pestisida, di antaranya perkembangan yang pesat, daya tetas tinggi, dan penentuan seks haplodiploid. Pengendalian tungau multi-resisten terhadap pestisida menjadi semakin sulit dengan terbatasnya pemahaman dasar genetik resistensi (Khajehali et al. 2011).

Aplikasi insektisida dalam pengendalian tungau merah harus memperhatikan cara penyemprotan. bagian bawah daun harus menjadi target penyemprotan supaya terjadi kontak antara insektisida yang diaplikasikan dengan tungau sebanyak mungkin, karena sisi bawah daun merupakan tempat berkumpulnya tungau merah. Aplikasi insektisida dilakukan pada interval 5–10 hari. Telur tungau yang belum menetas tidak terpengaruh oleh sebagian insektisida, kelakuan yang sama kemungkinan juga terjadi pada larva dan nimfa yang mengalami pergantian kulit (molting). Selama molting, tungau tetap tidak aktif di bawah bekas kulit yang berfungsi sebagai penghalang terhadap insektisida. Pada fase ini tungau juga tidak makan, yang menyebabkan insektisida yang bersifat sistemik tidak berpengaruh. Apabila aplikasi hanya dilakukan sekali, maka tungau dapat bertahan hidup (Potter 2013).



*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.

pasang iklan disini




loading...