Loading...
Akibat penggunaan insektisida kimia sintetis yang berlebihan
maka muncul masalah baru seperti keracunan pada manusia, pencemaran lingkungan,
resistensi, resurjensi, dan terbunuhnya organisme bukan sasaran (Untung, 1993)
dalam (Andi, 2007). Pada sisi ekonomi juga mengalami kerugian seperti di daerah
Bandung 30% dari total biaya produksi adalah penggunaan insektisida (Woodfort
dkk., 1981) dalam (Sastrosiswojo dkk., 2005).
Untuk mengurangi dampak penggunaan insektisida sintetik,
maka diperlukan alternatif pengendalian. Salah satu teknik pengendalian yang
ramah lingkungan adalah penggunaan insektisida botani yang bahan aktifnya
berasal dari tumbuhan. Disisi lain penggunaan insektisida botani diharapkan
mempu mendukung porgram pemerintah untuk pertanian berkelanjutan dengan
dikeluakanya PP No. 6 tahun 1995 (Martono dkk., 2004).
Pengendalian hama dengan menggunakan berbagai bahan alam
mulai dilakukan salah satunya dengan penggunaan babadotan (Ageratum conyzoides
L.) sebagai insektisida botani (Tenrirawe, 2011). Tumbuhan A. conyzoides
memiliki nama umum babadotan, bandotan, jukut bau atau wedusan (goatweed).
Bagian daun mempunyai sifat bioaktivitas sebagai insektisida, antinematoda,
antibakteri dan alelopati (Grainge dan Ahmed, 1988). Penelitian tanaman
insektisida botani hendaknya dilakukan secara komprehensif dan bertahap mulai
dari survai, percobaan skala laboratorium, rumah kaca dan selanjutnya skala
lapangan (Grainge dan Ahmed, 1988).
Pestisida nabati merupakan produk alam terbuat dari tumbuhan
yang mengandung senyawa (metabolit) sekunder yang tidak disukai oleh hama.
Tumbuhan tidak disukai oleh hama karena mengandung metabolit sekunder yang
bersifat menolak (repellent), mengurangi nafsu makan (antifeedant),
mempengaruhi sistem syaraf, mengganggu sistem pernafasan, serta mengganggu
reproduksi dan keseimbangan hormon (antihormonal).
Banyak jenis tumbuhan yang mengandung metabolit sekunder di
sekitar kita, bahkan termasuk tumbuhan yang selama ini dianggap sebagai
tumbuhan pengganggu (gulma). Bagian-bagian tertentu pada tumbuhan tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Tumbuhan yang mengandung metabolit
sekunder ini dapat diekstrak secara tunggal ataupun dibuat campuran (mix). Insektisida
botani mulai menunjukan keberhasilan secara praktikal di beberapa negara
dilaporkan oleh Secoy dan Smith (1983), Stoll (1986) dan Janet Durno (Anon,
1989). Aplikasi insektisida botani tersebut di Indonesia telah dilaporkan
antara lain oleh (Heyne, 1987). Senyawa biotoksin yang telah diteliti
kebanyakan adalah senyawa metabolit sekunder spesies tanaman dari keluarga
Annonaceae, Asteraceae, Canellaceae, Labiateae, Meliaceae, Piperaceae, Rutaceae
(Jacobson, 1975).
Insektisida
botani yang "baik" harus mampu
memenuhi beberapa kriteria seperti:
- Toksisitas terhadap jasad bukan sasaran nol atau rendah.
-Biotoksin memiliki lebih dari satu cara kerja, daya persistensi
tidak terlalu singkat.
-Ekstrak dari tanaman sumber yang mudah diperbanyak, tahan
terhadap kondisi suboptimal, diutamakan tanaman tahunan, tidak akan jadi gulma
atau inang alternatif OPT (Suryaningsih, 2004).
Selain itu tanaman sumber insektisida nabati sedapat mungkin
tidak berkompetisi dengan tanaman yang dibudidayakan. Insektisida botani
tersebut apabila ditemukan dan penggunaannya praktis untuk petani, maka dampak
negatif aplikasi pestisida sintetik dapat dihindari serta ditambah dengan
manfaat-manfaat lainnya, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun ekologi (Suryaningsih,
2004).
Babadotan (Ageratum conyzoides L.) termasuk yang mudah didapat
dan lebih ekonomis karena tumbuh secara liar di sekitar kita. Metabolit
sekunder yang terkandung dalam babadotan adalah saponin, flavanoid, polifenol,
kumarine, eugenol 5%, hidrogen sianida (HCN), dan minyak atsiri. Babadotan
sebagai pestisida nabati dilaporkan khusus untuk serangga hama, bioaktif yang
terkandung didalamnya bersifat menolak dan menghambat perkembangan serangga.
Khusus babadotan, bagian tumbuhan yang diekstrak adalah daun. Kandungan kimia
yang ada dalam tanaman bandotan sangat memungkinkan untuk dijadikan pestisida
nabati yang ramah lingkungan (Grainge dan Ahmed dalamAstriani, 2010).
Nama bandotan atau babadotan itu merujuk pada bau tak sedap
yang dikeluarkan daunnya ketika sudah layu dan membusuk, menyerupai bau
kambing. Sifat bau yang seperti itu, dikutip dari Wikipedia, menyebabkannya
disebut bandotan atau babadotan (Sunda), atau wedusan (Jawa). Babadotan (A.
conyzoides) merupakan gulma yang banyak tumbuh di Indonesia. Babadotan (A.
conyzoides) merupakan tumbuhan berasal dari Amerika tropis dan banyak hidup di
daerah tropis. Persebaran babadotan dimulai dari Amerika Utara hingga
ke-Amerika Tengah meskipun awalnya gulma ini berasal dari Amerika Tengah dan
Karibia.Untuk di Indonesia menemukan gulma ini sangat mudah karena hampir
setiap daerah ada dan gulma ini masih kurang termanfaatkan. Gulma ini mudah
ditemukan di ladang, kebun, pekarangan tepi, jalan atau saluran air pada
ketinggian 1-2.100 m dpl (Dalimartha, 2002). Babadotan termasuk gulma berdaun
lebar batang babadotan berbentuk bulat yang ditumbuhi rambut panjang dan
memiliki cabang. Apabila bagian batang menyentuh tanah maka mengeluarkan akar
dan baru tumbuh (Kardinan, 1999).
Menurut Prof. Dadang, pakar pestisida nabati IPB, penelitian
dan pengembangan pestisida nabati di Indonesia masih sangat terbuka seiring
dengan kebutuhan masyarakat akan produk pertanian yang sehat (bebas residu
pestisida sintetik). Jika tidak dapat menggantikan peran pestisida sintetik sepenuhnya,
paling tidak pestisida nabati dapat berperan mengurangi penggunaan pestisida
sintetik dan menjadi alternatif dalam pengendalian hama di Indonesia.
Babadotan (Ageratum conyzoides L.) memiliki ciri tanaman dengan
tinggi 10-120 cm. Batang tegak ataupun terbaring. Daun babadotan berbentuk
bulat telur dengan daun sebuku dengan pangkal membulat dan baggian bagian tepi
ujung runcing, tepi, bergerigi. Panjang daun babadotan 5-13 cm dan lebar 0,5-6
cm. Kedua permukaan daun ditumbuhi bulu atau rambut (trichome) (Dalimartha,
2002). Daun-daun bertangkai, terletak berseling atau berhadapan, terutama yang
letaknya di bagian bawah. Pertulangan menyirip, tangkai pendek dan berwarna
hijau. Bunga majemuk dan berada di ketiak daun, bongkol menyatu menjadi karangan,
bentuk malai rata, panjang 6-8 mm, tangkai berambut, kelopak berbulu hijau,
mahkota bentuk lonceng putih atau ungu. Buah seperti padi bulat panjang bersegi
lima, gundul atau berambut jarang dengan warna hitam. Pada buah kering akan
membentuk struktur sayap sehingga mudah diterbangkan angin (Kardinan, 1999).
Biji babadotan berbentuk ramping dan kecil memiliki panjang 1,5-2 mm berwarna
hitam. Bersifat fotoblastik positif dengan viabilitas mencapai 12 bulan dengan
temperatur optimum 20-25oC (Ming, 1999) dalam (Darmayanti, 2006). Akar tunggang,
bunga berwarna putih kotor.
Babadotan (Ageratum conyzoides L.) tumbuh mulai dari 1
sampai 2100 m dpl dan dapat tumbuh di sawah-sawah, ladang, semak belukar,
halaman kebun, tepi jalan, tanggul, dan tepi air. Tanaman babadotan mengandung
saponin, flavanoid , polifenol, kumarine, eugenol 5%, HCN dan minyak atsiri. Bahan
aktif pada insektisida botani tersebut mampu menyebabkan gangguan aktivitas
makan dengan mengurangi nafsu makan, memblokir kemampuan makan serangga
sehingga hama menolak makan (Astriani, 2010). Bahan aktif babadotan juga mampu
mengganggu peletakan telur, merusak perkembangan telur, serta mampu menghambat
reproduksi serangga betina. Kandungan bahan aktifnya terutama saponin mampu
memberikan daya repelensi lebih besar dan mampu menghambat pertumbuhan larva
menjadi pupa (Samsudin, 2008 ; Grainge and Ahmed, 1988).
Beberapa penelitian juga telah menunjukan bahwa babadotan
memiliki pengaruh terhadap perkembangan dan mortalitas mahluk hidup. Pada ulat
grayak (Spodoptera litura F) telah menunjukkan respon yaitu kecacatan
pembentukan pupa dan imago pada konsentrasi ekstrak daun babadotan 5%
(Christiyanto, 2013). Bahan aktif babadotan juga mampu mengganggu peletakan
telur, merusak perkembangan telur, serta mampu menghambat reproduksi serangga
betina. Kandungan bahan aktifnya terutama saponin mampu memberikan daya
repelensi lebih besar dan mampu menghambat pertumbuhan larva menjadi pupa
(Grainge and Ahmed, 1988). Sebuah penelitian juga menunjukkan hasil bahwa insektisida
botani babadotan mampu dengan baik menekan perkembangan populasi hama Plutella
xylostella dan semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi tingkat daya
bunuhnya (Darmayanti, 2006).
Berikut
ini merupakan bahan aktif kimia yang ditemukan didalam ekstrak babadotan.
Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang di dalam tumbuhan menjadi
garam berbagai senyawa organik. Alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari
serangan parasit atau pemangsa tumbuhan. Di dalam alkaloid terdapat senyawa
toksik yang mampu membunuh serangga dan fungi.
Kumarin
Kumarin merupakan senyawa yang dapat mempengaruh proses
metabolisme pada hewan. Kumarin menghasilkan efek toksik terhadap
mikroorganisme sehingga mampu membunuh serangga (Robinson, 1999 dalam
Darmayanti, 2006).
Tanin
Tanin dapat bereaksi dengan protein dan menimbulkan masalah
pada aktivitas enzim sehingga semakin tinggi tanin dapat membantu mengusir
hewan (Robinson, 1999 dalam Darmayanti, 2006).
Saponin
Saponin yang termasuk senyawa glikosida memiliki sifat khas
apabila diaduk/kocok menghasilkan busa. Saponin dapat merusak saraf hama dan
mengakibatkan nafsu makan berkurang dan akhirnya hama mati (Marfuah, 2005 dalam
Darmayanti, 2006).
Minyak
Atsiri
Minyak atsiri merupakan bahan terpenoid yang mudah menguap
dan menghasilkan bau sesuai tanamanya aslinya. Senyawa ini mampu menghambat
tumbuhan lain dan membunuh hama dengan toksik yang tinggi (Robinson, 1999 dalam
Darmayanti, 2006).
Flavonoid
Flavonoid termasuk golongan fenol terbesar yang memiliki
sifat khusus berupa bau yang tajam. Flavonoid sebagai bahan antimikrob, antivirus
dan pembunuh serangga dengan mengganggu/menghambat pernapasan.
Cara
membuat pestisida dari tanaman Babadotan (Ageratum conyzoides L.):
Bahan
dan Alat
½ kg daun babadotan.
1 liter air.
1 gram deterjen/Sabun.
Cara
Pembuatan
-Daun babadotan dirajang.
-Hasil rajangan kemudian direndam dalam 1 liter air dan
dibiarkan selama 24 jam.
-Hasil rendaman kemudian disaring.
- Tambahkan deterjen, aduk hingga rata.
Cara
Penggunaan
cara aplikasi dapat dilakukan dengan penyemprotkan keseluruh
bagian tanaman yang terserang hama pada pagi dan sore hari.
*Tombol-tombol diatas mengandung iklan. Untuk menuju artikel yang diinginkan silahkan tunggu 5 detik hingga muncul tombol "skip ad" kemudian klik tombolnya, jika tidak muncul tombol "skip ad" harap refresh halaman tersebut (dimohon keikhlasannya demi eksistensi website ini). Iklan-iklan yang muncul bukanlah virus, Apabila terbuka jendela iklan yang baru (POP UP) silahkan tutup halaman tersebut (tekan tombol kembali untuk pengguna android). Jika tombol tidak bisa diklik silahkan refresh halaman ini.
loading...